Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Provinsi Papua, Jumat (8/5) hingga Minggu 10 Mei 2015, menuai banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Mulai dari yang menaruh harapan ada perbaikan kondisi di Papua, hingga pendapat yang pesimis dan sinis adanya angin perubahan secara nyata di bumi cenderawasih itu.
Nathanael Antonius Maidepak mantan Ketua Badan Kehormatan Majelis Rakyat Papua kepada VOA, Jumat (8/5) melihat belum ada realisasi dari janji Presiden Joko Widodo untuk memastikan kebijakan otonomi khusus membawa perubahan yang baik untuk rakyat Papua.
"Jadi bagi saya pemerintah pusat itu membiarkan keadaan Papua terlunta-lunta mengenai otonomi khusus. Jadi tidak ada ketegasan untuk otonomi khusus. Mengambang semua dari otonomi khusus itu. Rakyat menderita terus menerus sampai sekarang. Karena uang banyak untuk rakyat tapi malah dipakai untuk elit-elit politik di Papua. Mulai dari Gubernur sampai Bupati," kata Nathanael Antonius Maidepak.
Your browser doesn’t support HTML5
Nathanael Antonius Maidepak berpendapat, jika kondisi ini dibiarkan oleh pemerintah pusat, maka tidak heran jika keinginan Papua keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan semakin menguat di kalangan rakyat Papua.
"Jadi saya maunya kalau bisa ya Papua ini dilepaskan saja dari NKRI. Sebab tidak ada gunanya. Cuma diperas kekayaan alam oleh pemerintah pusat," lanjutnya.
Sementara itu, Leonard Imbiri, Sekretaris Dewan Adat Papua kepada VOA berharap, Presiden Jokowi harus bisa memastikan tidak ada lagi pelanggaran hak asasi manusia di Papua oleh aparat keamanan.
"Presiden harus memastikan adanya mekanisme kontrol terhadap aparat keamanan itu bisa dilakukan secara maksimal. Sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM lagi di tanah Papua," kata Leonard Imbiri.
Leonard Imbiri juga berharap kedatangan Presiden Jokowi harus membawa manfaat untuk rakyat papua. Khususnya menyangkut masalah pembangunan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal.
"Persoalan pembangunan yang didorong oleh Presiden itu juga ada mekanisme. Dimana partisipasi masyarakat itu dapat dilakukan secara maksimal. Kalau Presiden datang kemudian nanti kembali ke Jakarta tanpa membangun suatu mekanisme yang jelas, maka saya berpendapat bahwa kehadiran Presiden ke Papua itu tidak memberi manfaat apapun kepada masyarakat Papua," lanjutnya.
Peneliti hak asasi manusia Human Rights Watch Andreas Harsono kepada VOA berharap, Presiden Jokowi mengeluarkan amnesty atau pembebasan terhadap semua tahanan politik di Papua. Andreas berpendapat, pelanggaran hak asasi manusia adalah salah satu persoalan besar di Papua.
"Satu persoalan besar di papua adalah pelanggaran hak asasi manusia. Dan selama bertahun-tahun oraganisasi ham seperti Human Right Watch, kontraS, Asia Justice and Right, Amnesty International, Aliansi Demokrasi untuk Papua dan lain-lain meminta pemerintah Indonesia membebaskan tahanan politik Papua maupun Maluku," kata Andreas Hartono.
"Sekarang kalo Papua ada 74 orang. Kalau Maluku ada 29. Jadi kami berulang kali meminta waktu itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun Yudhoyono hanya membebaskan 1 orang saja lewat grasi, namanya Yusaac Pakage. Jadi kami berharap Presiden Jokowi melakukan yang lebih dari pendahulunya. Bukan hanya memberikan grasi tetapi juga Amnesty," lanjutnya.
Andreas Harsono juga berharap, Presiden Jokowi mebuka akses peliputan untuk media asing dan lembaga internasional untuk dapat ke Papua tanpa harus melewati perizinan dari beberapa instansi pemerintah.
"Yang berikut harus dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah membuka isolasi Papua. Jadi Papua ini diisolasi, siapa yang diisolasi ? tentu warga papua. Yang tidak boleh datang atau dibatasi adalah wartawan internasional, termasuk Voice Of America. Lalu lembaga donor internasional. Termasuk Palang Merah Internasional dan PBB," kata Andreas Harsono.
"Jadi selama 50 tahun, kalau mau ke Papua lembaga dan media asing harus minta 18 intansi dari 12 kementerian. Ini yang dijanjikan Jokowi saat kampanye. Kami berharap dipenuhi," lanjutnya.
Presiden Joko Widodo pada perayaan Natal Desember 2015 di Papua berjanji selain membangun infrastruktur di Papua juga mendorong dialog terbuka dengan rakyat Papua.
"Rakyat Papua tidak hanya membutuhkan pelayanan kesehatan. Tidak hanya membutuhkan layanan pendidikan. Tidak hanya membutuhkan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan saja. Namun rakyat Papua juga butuh didengar dan diajak bicara," kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi dalam kesempatan itu juga berjanji akan melibatkan seluruh kelompok di Papua untuk duduk bersama membangun dialog damai. Ajakan ini juga ia tujukan untuk kelompok sipil bersenjata yang ingin Papua merdeka dari Indonesia.
"Kita ingin semuanya kita akhiri konflik. Jangan ada lagi kekerasan. Marilah kita bersatu. Yang masih di dalam hutan. Yang masih berada di atas gunung-gunung. Marilah kita bersama-sama membangun Papua sebagai tanah yang damai. Marilah kita pelihara saling rasa percaya diantara kita," lanjut Presiden.