Berharap pada Pemerintahan Trump, ByteDance Upayakan Tunda Larangan TikTok

Dua karyawan berjalan di luar kantor pusat ByteDance, pemilik aplikasi berbagi video TikTok, di Beijing, China (foto: dok).

Sementara tenggat semakin dekat bagi ByteDance untuk melakukan divestasi dari TikTok atau menghadapi larangan dari AS, perusahaan China itu Senin mengajukan banding ke pengadilan AS untuk memperpanjang tanggal ultimatum itu setelah Presiden terpilih Donald Trump dilantik.

Tenggat yang berlaku sekarang ini mengharuskan ByteDance melepaskan diri dari TikTok selambatnya 19 Januari 2025, sehari sebelum Trump dilantik.

Terlepas dari upaya yang gagal dalam masa jabatan pertamanya untuk melarang platform media sosial, Trump berjanji pada kampanye kepresidenannya yang sekarang untuk menyelamatkan layanan hosting video itu – suatu janji yang bersedia dipertaruhkan oleh ByteDance sementara perusahaan itu berupaya memperpanjang tenggat “divestasi atau dilarang.”

Pada April lalu, Kongres membahas kekhawatiran keamanan nasional yang dianggap ditimbulkan oleh TikTok. Keputusan untuk melarang atau melepaskan platform itu dengan suara bulat dikukuhkan sebagai hal konstitusional oleh Pengadilan Banding District of Columbia pada 6 Desember.

“Amendemen Pertama ada untuk melindungi kebebasan berbicara di AS,” kata pengadilan, dalam opini yang ditulis Hakim Douglas Ginsburg, Jumat. “Pemerintah di sini bertindak semata-mata untuk melindungi kebebasan itu dari negara musuh asing dan untuk membatasi kemampuan musuh mengumpulkan data pada orang-orang di AS.”

BACA JUGA: TikTok Minta Pengadilan Banding Federal untuk Larang Penegakan Larangan, Sampai MA Meninjaunya

TikTok memiliki lebih dari 170 juta pengguna di AS. Survei bulan September yang dilakukan Pew Research Center memperlihatkan bahwa 17% orang dewasa Amerika secara teratur mendapatkan berita dari platform ini.

Trump, yang pernah menjadi penentang keras aplikasi ini, kini bersikap menjadi penyelamatnya, menunda keputusan Mahkamah Agung AS untuk mengabulkan perpanjangan tenggat untuk ByteDance.

Semasa masa jabatan pertamanya, Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang TikTok. Dalam perintah itu, yang akhirnya diblokir seorang hakim federal, Trump menyatakan kekhawatiran mengenai privasi data dan ancaman yang mungkin ditimbulkan TikTok bagi keamanan nasional AS.

Juni lalu, Trump membuat akun TikTok yang kemudian mendapatkan hampir 15 juta pengikut dan 106 juta tanda suka. Dalam sebuah video yang diunggah di Truth Social pada September lalu, ia mengimbau kepada para pemilih.

“Bagi semua yang ingin menyelamatkan TikTok di Amerika, pilihlah Trump,” katanya.

Para analis berpendapat bahwa perubahan sikap Trump mungkin terkait hubungan pribadinya dengan platform itu dan potensi penggunaannya dalam negosiasi dengan China.

“Trump semakin familier dengan TikTok selama kampanye dan melihat bagaimana ini membantunya menjangkau pengikut secara besar-besaran di AS,” kata Anupam Chander, profesor hukum di Georgetown University yang berfokus pada regulasi teknologi baru global.

“Ia juga menyalahkan pesaing utama TikTok, Facebook, atas kekalahannya dalam pemilu pada 2020 karena apa yang ia anggap sebagai sensor oleh Facebook,” kata Chander kepada VOA.

BACA JUGA: TikTok Digugat 13 Negara Bagian AS dan DC, Dituduh Merusak Pengguna Muda

Di luar koneksinya dengan aplikasi itu, Trump dapat memperoleh manfaat dari menggunakan ketidakpastian nasib aplikasi media sosial itu dalam menghadapi pemerintah China sebagai bagian dari “pendekatan transaksionalnya terhadap politik,” kata Emile Dirks, peneliti di Citizen Lab University of Toronto.

“Trump telah mengancam akan menerapkan tarif lebih jauh terhadap barang-barang China sebagai tanggapan atas tuduhan kelambanan China bertindak terkait pengiriman fentanil ke AS. Ia mungkin memperlakukan larangan yang membayangi atau penjualan paksa layanan jaringan sosial itu sebagai alat tawar menawar dalam perundingan dengan Beijing,” kata Dirks kepada VOA melalui email.

Chander juga mengatakan bahwa TikTok memiliki nilai geopolitik yang penting dan menekankan bahwa platform tersebut bahkan dapat digunakan untuk meredakan ketegangan hubungan AS-China.

“Sementara sebagian besar perhatian telah difokuskan pada strategi tarif Trump, larangan TikTok merupakan bagian dari apa yang disebut ‘Perang Dingin teknologi’ antara kedua negara,” ujarnya.

“Jika Trump dapat menyelamatkan TikTok di AS, ini akan meredakan ketegangan antara kedua negara,” lanjut Chander. [uh/ab]