Penggemar komik produksi Amerika, Marvel, sempat dibuat terkesima ketika beberapa waktu lalu melihat ada gambar macan Cisewu di punggung Deadpool.
Pertanyaannya, apakah ini adalah keputusan perusahaan komik raksasa tersebut untuk memasukkan unsur kebudayaan suatunegara ke dalam komiknya?
VOA Indonesia lalu menghubungi komikus penggambar macan yang sempat viral karena wajah lucunya yang nampak selalu tertawa itu.
“It’s a form of having fun in making comics.” Begitu kata Ario Anindito, komikus asal Bandung yang kini menjadi satu diantara kurang lebih empat orang komikus Indonesia yang aktif bekerja untuk Marvel.
Menurut Ario Anindito, sisipan-sisipan usil seperti itu diperbolehkan, selama berkaitan dengan humor. Ia pun beberapa kali melakukan hal itu.
“Atau bercanda, atau yang lucu, atau yang kreatif, tapi tidak yang berbau politik atau SARA gitu ya, karena it’s all about having fun,” jelas Ario.
Mungkin anda masih ingat ketika komikus kelahiran Tulungagung, Ardian Syaf, menyisipkan gambar-gambar kontroversial yang berhubungan dengan kasus penangkapan mantan gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.
Dalam komik X-Men Gold #1, Ardian Syaf menuliskan QS 5:51 yang berarti Qur’an Surat nomor 5 (Al Maidah) ayat 51 di bagian dada seragam yang dikenakan seorang tokoh Marvel saat tengah bermain bisbol. Ia juga menulis angka 212 sebagai referensi dari aksi 212, pada dinding sebuah gedung dalam komik yang sama.
Menanggapi protes dari para fans akan hal ini, Marvel pun merilis pernyataan resmi melalui situs ComicBook.com yang memuat beragam berita dari dunia hiburan, termasuk komik:
“Gambar (Ardian Syaf) yang ada dalam komik X-Men Gold #1 tersebut, dimasukkan tanpa sepengetahuan Marvel yang tidak tahu makna sesungguhnya dari gambar itu. Referensi ini tidak menggambarkan pandangan dari para penulis, editor atau siapa pun, dan bertentangan dengan Marvel Comics yang inklusif, serta prinsip dari X-Men. Gambar tersebut akan dihilangkan dari versi cetak dan digital, dan (Marvel Comics) akan memberikan tindakan disiplin.”
Ario menambahkan, sebagai komikus ia tidak mau memasukkan hal-hal yang menyinggung. Ia pun menanggapi kasus ini melalui macan Cisewu yang ia gambar di punggung Deadpool. Menurutnya, sisipan-sisipan yang dimasukkan ke dalam komik tetap bisa menghibur dan viral, jika dilakukan dengan benar, tanpa memenangkan pihak tertentu.
“Jadi aku juga masukin macan Cisewu itu persis kejadiannya setelah kejadian yang kemarin ada yang being fired gara-gara dia masukin sesuatu yang ada muatan agama gitu ya. Aku sengaja masukin elemen Cisewu itu to prove the society di Indonesia bahwa ‘ini loh masukin cameo atau trivia ke komik yang sehat, yang bener, yang boleh itu ya seperti ini,’” tegas pria yang hobi menggambar sejak kecil ini.
BERKARIR DI KANCAH INTERNASIONAL
Bisa menjadi komikus untuk perusahaan asing sebenarnya merupakan sebuah kejutan bagi karir Ario. Ia bersyukur dengan adanya teknologi Internet yang menjadi medium baginya untuk memajang hasil-hasil karyanya di berbagai situs seni.
“Nah, rupanya dari salah satu Website itu, hasil karya saya di notice oleh salah seorang agency seniman di Italia. Terus dia kirim e-mail ke saya. Dia bilang, I realy love your artwork and I was wondering if I can represent you as an artist, so I become your manager atau agent gitu,’” kenang komikus kelahiran tahun 1984 ini.
Awalnya, Ario merasa kurang yakin. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk menjalin kerjasama dengan agen tadi, yang tahun 2012 kemudian menghubungkannya dengan perusahaan pesaing Marvel, yaitu DC Comics. Salah satu komiknya yang dirilis oleh DC Comics adalah “Red Hood and the Outlaws #10”
Bakatnya pun kemudian dilirik oleh Marvel tahun 2014. Bisa bekerja untuk Marvel pun tidak mudah. Ario harus melalui semacam proses audisi.
“Waktu itu aku dikasih script Guardians of the galaxy, aku diminta untuk bikin 5 halaman sample and then I choose the scene where Gamora is being chased by the villain,” papar Ario.
Marvel pun menyukai hasil karyanya dan menanyakan karakter favoritnya di Marvel.
“And then I told them it was always the X-Men. Terus dia bilang, OK, kalo gitu kamu mau enggak ngerjain seri Wolverine? I said, do I really have to answer that,” jawab Ario sambil tertawa.
Your browser doesn’t support HTML5
Oleh Marvel Ario dipercaya sebagai penciler dan inker. Biasanya, naskah yang ia terima dari penulis di Marvel kemudian ia pelajari dan pindahkan ke kertas dalam bentuk panel-panel komik untuk satu komik atau 20 halaman. Proses mengerjakan satu komik biasanya memakan waktu lima minggu.
“Sudut pandangnya, ekspresinya itu aku yang nentuin,” kata komikus yang juga pernah mengerjakan komik tokoh anti-hero, Venom, dan Agents of S.H.I.E.L.D ini.
“Setelah jadi tumbnails, semua halaman dikirim ke editor. Kalau sudah dapat approval and then aku mulai bikin (gambar dengan) pensil di kertas yg sebenarnya. Jadi kertas yang ukurannya lebih besar. Sudah jadi pensilnya, langsung aku tebelin pakai tinta. Di inking namanya,” tambahnya.
Mengingat ia bekerja dari Bandung, perbedaan waktu terkadang menjadi tantangan baginya, karena jam kerja yang terbalik.
“Sometimes harus begadang sampai pagi, karena musti ngobrol sama editornya, musti diskusi sama agency, terutama sama editor sih. Tapi di luar itu sebenarnya enggak terlalu banyak kendala, karena even though they’re such a big company, Marvel itu nggak rewel, jadi mereka tau orang-orang yang direkrutnya itu profesional. Jadi they’re suppose to be able to do their jobs properly,” kata lulusan S1 jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung ini.
Walaupun kini sudah menjadi komikus untuk Marvel, Ario masih juga bekerja untuk DC Comics. Kata Ario hal ini diperbolehkan, mengingat persaingan ketat yang sudah berlangsung selama ini. Namun, kini ia memiliki tugas yang berbeda, yaitu sebagai desainer patung dan action figure. Hingga kini, Ario sudah banyak mendesain beragam karakter, antara lain Wonder Woman, Joker, Harleyquinn, Batman, dan Cat Woman.
“Aku nge-desain ada dua tipe. Satu action figures, itu yang ada titik artikulasinya yang bisa dipose-posein, and the other one is statue. Statue itu sudah fixed position. Jadi kayak patung yang biasa kita liat di jalan-jalan gitu, jadi memang dia kaku. Skalanya 1 banding 6, which is around 30cm atau 12 inches sama skala 1 banding 4 itu lebih gede lagi,” jelas Ario.
INDUSTRI KOMIK INDONESIA BERKEMBANG PESAT
Mengenai industri komik di Indonesia, Ario mengatakan sudah berkembang dengan pesat, ditambah dengan kemunculan komik-komik daring. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, ia mengaku sulit untuk membuat atau memajang komiknya.
“Kepikirannya adalah komik cetak, which is, it needs a lot of money, a lot of distribution, dan segala macem, susah banget dulu waktu awal mulai, kalau ke publisher yang ternama, aku masih nobody, jadi susah juga aksesnya gitu,” tambahnya.
Dengan adanya Internet, menurut Ario para seniman komik dapat belajar memalui tutorial dari YouTube atau Website lain di Internet. Selain itu industri komik di Indonesia juga ditunjang oleh para penerbit lokal yang bersedia menerbitkan komik baik secara fisik maupun komik daring melalui Internet.
Selain memang harus profesional, sebagai komikus, menurut Ario sangat penting untuk menjaga kualitas dan menghargai proses. Tidak perlu terburu-buru untuk bisa menggambar setara komikus Marvel atau DC.
“Padahal anatominya belum benar, gambar mukanya masih belum benar. Jadi nothing instant menurut saya, semua harus melewati prosesnya, harus latihan dulu basic-nya, semua harus dilewati, karena aku dan teman-temanku yang kerja di Marvel juga prosesnya juga enggak sebulan, dua bulan, tapi kita memang sudah suka gambar dari kecil, latihan gambar terus-terusan, sehingga akhirnya bisa sampai ke posisi yang sekarang," ujar pria yang juga berprofesi sebagai Art Director untuk iklan dan film di Indonesia ini.
Harapan Ario adalah jika kualitas dari hasil karya anak bangsa kita terus dijaga dan dikembangkan, pelan tapi pasti bisa menjadi besar seperti industri komik di Amerika atau Jepang.