Sejumlah negara di dunia ikut menyaksikan horor kerusuhan sipil selama lima hari di Amerika pasca kematian seorang laki-laki berkulit hitam ketika ditahan polisi. Tetapi mereka tidak terkejut.
Peristiwa-peristiwa terkait rasisme tidak lagi membuat sekutu terdekat Amerika itu kaget, meskipun banyak yang gelisah melihat meluasnya aksi demonstrasi dan kekerasan beberapa hari terakhir ini. Mobil-mobil yang dibakar dan polisi anti-huru-hara yang menghiasi halaman depan suratkabar di Amerika sepanjang hari Minggu (31/5), membuat berita pandemi virus corona tidak lagi menjadi fokus perhatian.
George Floyd meninggal di Minneapolis Senin lalu (25/5) setelah seorang polisi kulit putih menekan lututnya pada leher Floyd. Ini merupakan peristiwa terbaru dalam serangkaian kekerasan terhadap warga kulit hitam oleh polisi di Amerika.
BACA JUGA: Tim Pengacara Keluarga Floyd Siap Ajukan Gugatan Lebih SeriusRibuan warga berkumpul di pusat kota London hari Minggu menyampaikan dukungan bagi demonstran di Amerika. Mereka ikut meneriakkan kata “no justice, no peace!” atau “tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian!” sambil melambai-lambaikan poster bertuliskan “berapa banyak lagi,” di Trafalgar Square.
Demonstran tidak mengindahkan aturan yang diberlakukan pemerintah Inggris untuk tidak berkumpul dalam kelompok besar karena pandemi corona. Polisi pun tidak menghentikan langkah mereka.
Para demonstran di London ini kemudian bergerak ke depan Kedutaan Besar Amerika di London, yang sudah dikelilingi petugas keamanan.
Demonstrasi serupa juga berlangsung di Denmark. Demonstran mengelilingi Kedutaan Besar Amerika di Kopenhagen dengan membawa poster bertuliskan “Hentikan Pembunuhan Warga Kulit Hitam.”
Kedutaan Besar Amerika di Berlin juga menjadi lokasi demonstrasi “Justice for George Flyod” atau “Keadilan Bagi George Floyd.”
Halaman utama suratkabar Jerman Bild hari Minggu berisi laporan dengan judul sensasional “Polisi Pembunuh Bakar Amerika” dengan tanda panah menunjuk pada foto Derek Chauvin, mantan polisi Minneapolis, yang sudah didakwa dengan pasal pembunuhan tingkat tiga dalam kematian Floyd. Laporan suratkabar itu menggambarkan “suasana seperti perang sipil.”
Di Italia, koresponden senior suratkabar Corriere della Sera, Massimo Gaggi, menulis reaksi terhadap pembunuhan Floyd “berbeda” dibanding kasus pembunuhan warga kulit hitam lainnya oleh polisi. [em/ii]