Besesandingon, Kiat Orang Rimba Agar Tak Tertular Virus Corona

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di provinsi Jambi, 30 Oktober 2015 (Setpres RI).

Suku Anak Dalam (SAD) atau lebih suka dipanggil dengan sebutan Orang Rimba adalah suku lokal di Provinsi Jambi. Saat ini Orang Rimba sedang melakukan sebuah sistem bernama "besesandingon" atau metode karantina agar mencegah tertular dari berbagai penyakit yang sedang mewabah.

Mijak Tamping yang merupakan Orang Rimba Makekal Hulu menuturkan kepada VOA, besesandingon atau menjauh masuk ke dalam hutan agar mencegah penularan penyakit sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Sistem karantina sudah dilakukan Orang Rimba ratusan tahun yang lalu dan sangat efektif untuk mencegah terpapar virus atau penyakit. Cara ini juga digunakan Orang Rimba dalam menghadapi pandemi virus corona.

"Dari nenek moyang (besesandingon) sampai saat ini apalagi virus corona yang mematikan. Batuk, demam, dan lainnya Orang Rimba sudah menjaga jaga jarak dari zaman dulu sampai saat ini," ujarnya kepada VOA, Jumat (24/4) malam.

BACA JUGA: Kasus Corona di Indonesia Meningkat Jadi 8.211

Wabah virus corona telah mengubah beberapa kebiasaan Orang Rimba, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kata Mijak, biasanya Orang Rimba pergi ke dunia luar untuk menjual hasil hutan non kayu atau buruan seperti rotan, buah-buahan, karet alam, hingga hewan babi. Orang Rimba saat ini juga sedang mengalami krisis ekonomi lantaran pandemi corona.

"Orang Rimba beberapa bulan yang lalu sebelum virus corona mewabah di Indonesia kami keluar untuk menjual hasil hutan atau buruannya. Tapi saat ini kami sedang besesandingon sama sekali tidak ada berinteraksi dengan pihak luar. Kami masuk ke dalam hutan agar tidak ada yang berinteraksi dengan Orang Rimba," ungkap Mijak.

Orang Rimba Alihkan Fokus

Mijak yang juga pentolan dari Kelompok Makekal Bersatu (KMB) mulai mengarahkan ke ekonomi lokal Orang Rimba untuk kembali bercocok tanam. Menurutnya, selama ini Orang Rimba lebih terfokus ke produksi karet alam.

"Lalu KMB mengarahkan ke bercocok tanam agar mengembalikan bertahan hidup di dalam hutan. Saat ini Orang Rimba mengembalikan pangannya dengan bercocok tanam, menanam singkong, tebu, pisang, untuk bertahan hidup selama wabah virus corona. Sebelumnya Orang Rimba nyadap karet tapi karena harga murah dan juga rotan dihentikan. Lalu kami kembali lagi bercocok tanam," tuturnya.

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Suku Anak Dalam di provinsi Jambi, 30 Oktober 2015.

Masih kata Mijak, saat ini dirinya sedang berada di Bangko, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, berperan sebagai penyalur bantuan sembako kepada teman-temannya sesama Orang Rimba di dalam hutan. Di tengah pandemi corona, Mijak harus berpisah dengan keluarganya hampir dua bulan lantaran tak diperbolehkan masuk ke wilayah adat yang sedang menerapkan sistem besesandingon.

Bagaimana Jika Ada Orang Rimba Tertular?

Dalam sistem besesandingon, Orang Rimba yang menderita penyakit juga harus dikarantina. Orang sakit tidak diperbolehkan digabung dengan Orang Rimba yang sehat. Orang Rimba yang sakit harus dikarantina dan menjalani besesandongon selama dua pekan sampai dinyatakan benar-benar sehat.

"Nah Orang Rimba ketika ada yang menderita sakit pasti dikarantina kalau bahasa kami besesandingon dari kelompok yang sehat. Nah itu dari zaman dahulu sampai sekarang sistem tersebut diterapkan kepada siapa saja yang sakit," jelas Mijak.

BACA JUGA: Tingkat Kematian Akibat Corona Tinggi, Pemerintah Akui Lambatnya Deteksi Dini

Pandemi corona bukan hanya mengubah kebiasaan Orang Rimba dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tapi juga dalam hal untuk mendapatkan pendidikan. Seperti yang diketahui, Orang Rimba menikmati pendidikan dari Sokola Rimba yang merupakan sekolah untuk anak-anak suku terasing. Sokola Rimba merupakan gagasan dari Butet Manurung.

Sokola Rimba untuk Sementara Ditiadakan

Salah satu guru volunteer di Sokola Rimba, Alberta Prabarini mengatakan saat ini kegiatan belajar ditiadakan sementara lantaran Orang Rimba menerapkan besesandingon di tengah pandemi corona.

"Kalau kondisi di Sokola Rimba saat ini dari kami para volunteer sedang libur tidak masuk ke hutan karena di dalam statusnya juga sedang besesandingon atau tidak menerima tamu yang dari luar," kata Berta saat dihubungi VOA.

Salah seorang volunteer Sokola Rimba (baju hijau) saat mengajar anak-anak Orang Rimba. (Courtesy: Alberta Prabarini)

Kendati para guru volunteer Sokola Rimba tidak bisa masuk ke hutan di saat pandemi corona. Tapi Orang Rimba tetap mendapatkan pendidikan dari kader KMB yang notabene diisi oleh suku mereka sendiri. Kata Berta, kader KMB tetap memberikan diskusi, praktik, kepada anak-anak Orang Rimba.

"Ketika tidak ada volunteer namun pendidikan tetap berjalan dari Orang Rimba (KMB) atau dari orang tuanya," ucap Berta.

Orang Rimba, Kekayaan Indonesia

Seperti diketahui, Orang Rimba terbagi di tiga kabupaten di Provinsi Jambi yakni Sarolangun, Tebo, dan Batang Hari. Kemudian, beberapa kelompok Orang Rimba mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Dikutip dari laman resmi TNBD, Orang Rimba di kawasan taman nasional hidup dengan pola berpindah. Orang Rimba hidup berkelompok dan antar kelompok memiliki hubungan keluarga. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang pemimpin sekaligus berperan sebagai ketua adat yang disebut tumenggung.

Dari segi interaksi dengan masyarakat luar, maka Orang Rimba dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Orang Rimba yang masih bertahan di dalam hutan dan sangat sedikit berinteraksi dengan masyarakat luar. Kelompok ini rata-rata masih kuat memegang adat. Lalu, Orang Rimba yang tinggal di hutan tetapi memiliki interaksi cukup tinggi dengan masyarakat luar. Kelompok ini sering keluar hutan terutama untuk berjual beli. Sedangkan Orang Rimba yang sudah tinggal di desa. Kelompok ini mendiami rumah-rumah yang dibangun oleh pemerintah daerah di desa sekitar TNBD. Meskipun sudah tinggal di luar, Orang Rimba yang tinggal di luar ini masih menggantungkan sumber pendapatannya dari hutan. [aa/em]