Ketika orang Amerika ditanya soal budaya ngopi, mereka biasanya langsung terpikir kota Seattle, kampung halamannya Starbucks. Tapi beberapa lainnya bilang kota New York yang sebenarnya lebih berhak disebut sebagai pusat budaya ngopi Amerika.
Seperti kota besar manapun, suasana pagi di New York juga dimulai seperti ini, “Pesan satu gelas kopi dan bagel, ya!”
Pedagang makanan kaki lima di kota New York hadir saat hujan maupun terik, dan selalu disambut hangat para penduduk kota. Cukup dengan dua dolar Anda bisa menikmati seporsi sarapan.
Destinasi populer lain untuk santap pagi adalah “deli” – singkatan dari “delicatessen.” Biasanya, deli menjual segala jenis penganan – dari makanan ringan, sajian hangat dan pastinya kopi takeaway, alias kopi untuk dibawa pergi.
Spiro Athanasatos dari Prestige Deli mengatakan, “Banyak orang terkenal datang ke sini… Ada Sylvester Stallone, Howard Stern… tapi dia nggak ngopi sih.”
Kopi pertama kali dibawa ke New York pada awal tahun 1600-an, ketika kota itu masih disebut New Amsterdam oleh para pendirinya yang berasal dari Belanda.
John Moore dari Vassilaros & Sons Coffee Company menuturkan, “Sebenarnya kota New York dulu ibu kota kopinya Amerika Utara. Budaya kopi New York sangat berbeda, karena dulunya dijajah Belanda.”
Pada tahun 1800-an, banyak toko menjual bergelas-gelas kopi panas seharga beberapa sen saja, sementara gosip dan berita seputar kota justru didapat secara gratis.
Setelah gelas kertas mulai diperkenalkan, membeli kopi untuk dibawa pergi menjadi rutinitas pagi.
Alexandra Vassilaros dari Vassilaros & Sons Coffee Company mengatakan, “Kami menjual segelas kopi dari biji kopi yang baru disangrai setiap harinya selama seratus tahun terakhir!”
Alexandra adalah pemilik salah satu kerajaan kopi. Selama tiga generasi, perusahaannya telah memberi penduduk New York hal yang paling mereka butuhkan setiap pagi.
Sejak tahun 1960-an, banyak kedai kopi New York yang dimiliki imigran Yunani. Lantas tidak aneh bahwa salah satu simbol kopi yang paling terkenal di kota itu adalah amphora.
Layaknya taksi kuning, amphora merupakan simbol kopi takeaway. Namun, kemudian Starbucks mulai dikenal.
Kembali, kata John Moore, “Starbucks telah sukses membuat sebuah profil kopi sangrai dan menyangrainya hingga lebih gelap, misalnya, dibandingkan pemanggang kopi lainnya. Selama bertahun-tahun, itulah satu-satunya poin perbedaan mereka. Mereka memiliki kopi berkualitas dan mereka menyangrainya sampai sangat gelap, dan konsumen mereka mulai teredukasi untuk benar-benar menghargainya!”
Bagi warga New York yang lebih suka menyesap kopi mereka tanpa terburu-buru, ada Caffe Reggio. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan bergaya Caravaggio, dan bangku-bangku dihiasi ukiran keluarga Medici. Mesin kopi di tempat itu adalah yang tertua di New York.
Fabrizio Cavallacci, pemilik Caffe Reggio, mengatakan, “Di jam-jam seperti ini, biasanya di sini penuh, baik di dalam maupun di luar. Tapi mereka bukan wisatawan.”
Pemilik Caffe Reggio Fabrizio Cavallacci telah mengelola kafenya di sana selama 50 tahun terakhir, begitu juga dengan orang tuanya sebelum ia mengambil alih. Kopinya masih dibuat berdasarkan resep tradisional Italia.
Your browser doesn’t support HTML5
Caffe Regio selalu dikunjungi kalangan Bohemian kota New York, seperti Harris Heiman yang seorang pujangga. “Rasanya menyenangkan duduk sambil menikmati secangkir kopi dan berangan-angan tengah nongkrong dengan Bob Dylan atau Kerouac. Atau dengan salah satu pujangga hebat yang pernah datang, duduk dan menulis di salah satu meja di sini.”
Di dalam interior klasik maupun dalam ketergesaan suatu deli, kopi tetap menjadi bagian penting kehidupan di kota New York. [rd/uh]