Beberapa jam setelah menyelesaikan pembicaraan via telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menganggap enteng perselisihannya dengan Netanyahu mengenai masa depan negara Palestina sebagai tujuan politik pascaperang di Gaza.
Biden berbicara mengenai kemungkinan tersebut kepada wartawan, Jumat (19/1), di Gedung Putih. Dia mengatakan dia yakin "ada sejumlah tipe solusi dua-negara" dan Netanyahu mungkin menerima satu dari sejumlah opsi itu.
“Ada sejumlah negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang…tidak memiliki militer sendiri, sejumlah negara memiliki keterbatasan. Jadi, saya pikir ada cara agar hal ini bisa berhasil,” kata Biden.
Pernyataan Biden itu merupakan perincian paling detil percakapannya dengan Netanyahu mengenai masa depan Gaza.
Biden juga menepis anggapan bahwa solusi dua negara antara Israel dan Palestina tidak dapat dicapai jika pemerintahan Israel saat ini berkuasa. Pasalnya, Pemerintahan Israel yang sekarang merupakan pemerintahan paling keras dalam sejarah negara tersebut.
Timur Tengah telah menjadi kawasan paling panas sejak Hamas yang didukung Iran melancarkan serangan teroris terhadap Israel pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang.
Sebagai balasannya, Israel melancarkan serangan militer yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 24.000 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Kedua belah pihak tidak ada yang membedakan antara kombatan dan warga sipil.
BACA JUGA: Gedung Putih: AS dan Israel Punya Pandangan Beda Soal Negara PalestinaNetanyahu mengatakan pada Kamis (18/1) bahwa dia mengatakan kepada Amerika Serikat (AS) bahwa dia menentang dukungan lama Washington terhadap pembentukan negara Palestina setelah perang Israel dengan Hamas, yang memicu kritik dari beberapa anggota parlemen Partai Demokrat. Gedung Putih membantah bahwa pernyataan Netanyahu merupakan salah satu faktor yang mendasari seruan tersebut, yang pertama dalam hampir sebulan.
Dengan solusi dua negara, Gedung Putih berharap pada saat yang sama dapat menjadi perantara normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Ini adalah sebuah solusi yang telah lama ditunggu-tunggu dan memiliki implikasi ekonomi dan keamanan yang luas bagi kawasan.
Biden dan Netanyahu juga membahas upaya untuk menjamin pembebasan semua sandera yang tersisa yang ditahan oleh Hamas dan peralihan Israel ke operasi militer yang lebih bertarget, kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby pada konferensi pers Gedung Putih pada Jumat (19/1).
Ketika ditanya oleh VOA apakah Biden yakin Netanyahu bisa dibujuk untuk berubah pikiran, Kirby mengatakan presiden masih percaya pada “janji dan kemungkinan” solusi dua negara.
“Dia yakin ini akan membutuhkan kerja keras dan kepemimpinan,” kata Kirby. “Dia bersedia mengambil alih kendali demi hasil akhirnya.”
Kirby menambahkan bahwa AS menyambut baik keputusan Israel yang mengizinkan pengiriman tepung untuk rakyat Palestina secara langsung melalui Pelabuhan Ashdod, sementara AS secara terpisah sedang mencari opsi untuk pengiriman bantuan maritim yang lebih langsung ke Gaza.
Israel belum secara terbuka mengonfirmasi keputusan untuk mengizinkan pengiriman tepung ke Gaza, di mana PBB mengatakan ada risiko kelaparan yang semakin besar. Pemerintahan Netanyahu sensitif terhadap sentimen masyarakat mengingat Hamas masih menyandera.
Biden dan Netanyahu juga membahas “kemajuan terkini dalam memastikan pendapatan Otoritas Palestina tersedia untuk membayar gaji, termasuk untuk pasukan keamanan Palestina di Tepi Barat,” menurut Kirby.
Selain itu, katanya, para pemimpin membahas “tanggung jawab Israel” untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah meskipun mereka tetap mempertahankan tekanan militer terhadap Hamas.
Dia menggarisbawahi bahwa AS tetap berkomitmen untuk membela sekutunya Israel dan haknya untuk hidup sebagai sebuah negara. [ft/ah]
Penelope Poulou dari VOA berkontribusi pada laporan ini. Beberapa informasi datang dari The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.