Dalam upaya untuk memperkuat aliansi dan melawan pengaruh China di Indo-Pasifik, Presiden Joe Biden menjamu para pemimpin Asia Tenggara di Washington dalam KTT Khusus AS-ASEAN selama dua hari. Sementara perdagangan, keamanan regional dan Ukraina menjadi agenda utama, para aktivis mendesaknya untuk mengatasi masalah hak asasi manusia dan kemunduran demokrasi di kawasan itu, termasuk kudeta 2021 di Myanmar.
Para aktivis khawatir pemerintahan Biden mengirim pesan bahwa Amerika mentolerir pelanggaran hak asasi manusia dengan mengundang para pemimpin Asia Tenggara ke Gedung Putih, termasuk ketua bergilir ASEAN, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang pemerintahannya selama 37 tahun ditandai dengan korupsi, represi dan kekerasan.
Sembilan dari 10 kepala delegasi ASEAN menghadiri jamuan makan malam di Gedung Putih pada Kamis (12/5) yang diselenggarakan oleh Presiden Joe Biden.
Dengan permintaan ASEAN agar Myanmar hanya mengirim perwakilan nonpolitik, junta militer yang menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi tahun lalu tidak mengirim seorang pun.
Amerika mendukung gagasan bagi ASEAN untuk membuka saluran informal dengan apa yang disebut Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar di pengasingan.
KTT tersebut mencerminkan dilema yang dihadapi Biden selagi dia berusaha untuk menyeimbangkan fokus pemerintahannya pada hak asasi manusia dan demokrasi, dengan kepentingan Amerika untuk melawan pengaruh China di Indo-Pasifik dan membangun koalisi melawan invasi Rusia di Ukraina.
BACA JUGA: 'Kursi Kosong' Wakili Myanmar pada KTT AS-ASEANJuru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, “Sejumlah peserta ASEAN telah menjadi mitra penting dengan mengecam tindakan agresif Rusia dan invasinya ke Ukraina, dalam berpartisipasi dan mendukung sanksi dan, tentu saja, mematuhinya.”
Para pemimpin ASEAN juga bertemu dengan kelompok bipartisan anggota Kongres AS dan para pemimpin bisnis Amerika pada Kamis. KTT berakhir pada hari Jumat. [lt/ab]