BNPT: Teroris di Indonesia Mulai Gunakan Bom Cair

  • Yudha Satriawan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai (kanan). (VOA/Yudha Satriawan)

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan sejumlah kelompok teroris di Indonesia mulai menggunakan bom cair nitrogliserin yang jauh lebih berbahaya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, dalam sebuah kampanye anti-terorisme di Solo Kamis (27/6), mengatakan sejumlah kelompok teroris di Indonesia mulai bergeser pada bom cair nitrogliserin yang jauh lebih berbahaya.

Ia mengatakan Solo merupakan pusat perakitan bom cair nitrogliserin jaringan kelompok teroris. Sebagaimana diketahui, penggunaan bahan peledak cair nitrogliserin diungkap pasukan Detasemen Khusus (Densus) Antiteror tahun lalu setelah menangkap kelompok jaringan teroris Badri di Solo.

“Ini catatan serius bagi BNPT. Penggunaan bahan peledak cair, nitrogliserin, itu sangat berbahaya. Dunia internasional menaruh perhatian serius aksi terorisme menggunakan bom nitrogliserin,” ujarnya.

“Kalau dari sisi kuantitas korban bom, ya jelas menurun, jauh lebih rendah. Kalau dulu bom Bali I dan beberapa tempat, itu jumlah korban jiwa itu hingga ratusan, tapi sekarang ternyata hanya mampu membunuh pelaku sendiri.”

Bekas pentolan Jamaah Islamiyah, Abdurrahman Ayub, yang mengenal dekat tokoh al-Qaida, Osama Bin Laden dan Hambali, mengatakan hanya ada beberapa kelompok jaringan terorisme di Indonesia yang memiliki kemampuan membuat bom cair dari nitrogliserin.

“Perakitan bom cair dari nitrogliserin itu yang paling menguasai Umar Patek dan kelompoknya. Itu bahan peledak yang sangat high explosive, sangat sensitif. Satu tetes nitrogliserin bisa membuat lubang ledakan cukup lebar,” ujarnya.

“Awalnya kan sewaktu kami berada di Afghanistan, ada ranjau Rusia bentuk kupu, kemudian kami jinakkan dan pelajari, ternyata di dalam ranjau itu ada nitrogliserin. Nah, Umar Patek belajar dari pengalaman itu.”

Juru bicara Asosiasi Korban Bom di Indonesia atau ASKOBI, Toni Sumarno, berharap aksi terorisme di Indonesia segera berakhir.

“Saya adalah salah satu produk korban kekerasan, tepatnya aksi terorisme peledakan hotel JW Marriot tahun 2003. Saya dan teman-teman korban bom aksi terorisme membentuk Asosiasi Korban Bom Indonesia atau ASKOBI yang anggotanya sudah mencapai 700 orang,” ujarnya.

Sementara itu, Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme atau FKPT Jawa tengah, Najahan Musyafak, mengungkapkan pemberantasan terorisme menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan aparat keamanan yaitu POLRI dan TNI.

“Gerakan FKPT Jawa tengah tidak bisa lepas dari peran masyarakat dan pemerintah. BNPT dan FKPT menjadi bagian dari masyarakat untuk bersama mencegah dan memberantas aksi terorisme di Indonesia. Ini menjadi peran strategis,” ujarnya.