BNPT Usulkan Remisi untuk Terpidana Teroris

  • Fathiyah Wardah

Abu Bakar Baasyir termasuk salah satu terpidana teroris yang dikatagorikan masih keras atau mempertahankan ideologi radikalnya (foto: dok).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan agar narapidana terorisme yang telah berlaku baik dan sudah menunjukan kesetiaan terhadap pancasila sebenarnya berhak memperoleh remisi atau pengurangan masa hukuman.

Tim Ahli BNPT, Wawan Purwanto kepada VOA mengatakan dalam memberikan remisi kepada narapidana terorisme harus ada rekomendasi dari BNPT mengingat lembaga itu yang selama ini melakukan pemantauan dan penilaian terhadap narapidana kasus terorisme.


BNPT lanjutnya dapat memberikan rekomendasi apakah narapidana terorisme itu telah melunak dan berubah atau masih radikal serta menyebarkan idiologinya tersebut.

Menurut Wawan, pemantauan terhadap narapidana terorisme dan kunjungan ke penjara di mana ada narapidana terorisme selalu dilakukan secara berkala atau rutin. Laporan dari pihak penjara juga diberikan kepada BNPT.

Saat ini lanjut Wawan terdapat 242 narapidana terorisme yang tersebar di sejumlah lapas, 22 di antaranya masih dikatagorikan masih keras atau mempertahankan ideologi radikalnya.

Mereka di antaranya Abu Bakar Baasyir dan Oman Abdurrahman. Lebih lanjut Wawan menjelaskan mereka yang masih dikatagorikan keras atau masih mempertahan idiologi radikalnya dan berusaha menyebarkan pemahamannya maka narapidana terorisme tersebut akan dipisahkan dan dipantau khusus.

Hal ini tambahnya dilakukan untuk mencegah menyebarnya paham radikal. Wawan mengakui banyak yang terpengaruh paham radikal yang disebarkan oleh mereka di penjara. Dia mencontohkan seorang sipir bahkan juga ada yang terpengaruh oleh paham itu.

“Baik, melunak bisa kooperatif, bisa kerjasama dengan pemerintah, bisa diajak untuk proses deradikalisasi lanjutan atau dari pengalaman-pengalamannya menunjukan suatu ilmu-ilmu yang berharga untuk membongkar jaringan-jaringan yang lebih luas, biasanya bisa dimanfaatkan. Di sana tentu evaluasi bersama-sama antara pihak lapas dengan petugas BNPT yang menangani,” paparnya.

Wawan Purwanto membantah jikan dikatakan program deradikalisasi yang dilakukan lembaganya tidak berhasil menyusul adanya sejumlah teroris yang kembali melakukan aksi teror pasca keluarnya dari penjara.

Menurutnya, saat ini ada sekitar 340 orang teroris yang telah keluar dari penjara. Dari jumlah itu tambahnya 30 kembali ke kelompok radikal, 4 orang diantaranya telah tertembak ketika ingin ditangkap oleh polisi karena terlibat kembali kasus teror.

Lembaganya, tambah Wawan terus melakukan pelatihan, pertemuan untuk membicarakan masalah terkini, melibatkan mereka pada program-program pembinaan yang ada di seluruh Indonesia serta diberikan pembekalan untuk wirausaha yang sesuai dengan mereka.

“Berarti yang 90 persen kan sudah baik, yang 10 persen ini masih dalam kondisi belum sepenuhnya bisa kembali normal. Selama ini kan selalu dilakukan pelatihan-pelatihan, jadi walaupun mereka sudah di luar penjara tetapi sering dilakukan pertemuan-pertemuan kemudian ada organisasi-organisasi yang dibentuklah jadi mereka secara berkala bertemu, tukar informasi, sharing,” ujar Wawan Purwanto.

Sementara, pengamat terorisme dari Lembaga Prasasti Perdamaian Taufik Andrie menilai aturan hukum yang lemah menyebabkan aparat hukum atau inteleijen tidak bisa bergerak lebih efektif seperti dalam mengambil informasi, melakukan penangkapan atau pencegahan.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama Said Aqil Siradj menegaskan bahwa orang yang terlibat dalam kelompok radikal dipastikan mereka tidak memahami Islam secara benar.

“Karena dalam Al Quran dilarang ada kekerasan, tidak boleh ada kekerasan dalam menyebarkan agama jadi kalau ada kekerasan itu bukan menyebarkan agama karena ada kekerasan,” demikian kata Said Aqil.