Serangan bunuh diri di ibukota Mogadishu yang menewaskan sedikitnya 70 orang itu terjadi hanya beberapa bulan setelah pemerintah transisi Somalia mengumumkan telah menyingkirkan para militan dari ibukota itu.
Beberapa saksi mata memberitahu VOA bahwa dua penyerang mengendarai sebuah truk ke kompleks perumahan pejabat pemerintah Somalia hari Selasa. Mereka membawa truk sampai ke pintu masuk kompleks tersebut, dan kemudian meledakkan bom sekitar jam 11 pagi waktu setempat.
Sejumlah pejabat mengungkapkan sebagian besar korban adalah para mahasiswa yang telah mengunjungi Kementerian Pendidikan untuk mengetahui hasil ujian untuk bisa bersekolah ke luar negeri. Mereka berusaha mendapatkan beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah Turki.
Al-Shabab, yang terkait dengan al-Qaida, mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman tersebut.
Serangan itu adalah yang pertama di Mogadishu sejak Pemerintah Transisi Federal Somalia bulan Agustus mengumumkan telah berhasil mengusir Al-Shabab keluar dari ibukota, menyusul suksesnya operasi militer oleh tentara pemerintah dan Uni Afrika.
Pada waktu itu, para pejabat menyatakan kemenangan militer menandakan permulaan bagi kejatuhan Al-Shabab.
Tetapi, menurut Direktur Pusat Studi Afrika pada Atlantic Council di Washington, J. Peter Pham, para militan mungkin akan kembali memakai strategi yang terbukti lebih baik dalam melawan militer asing di masa lalu.
“Ketika mundur dari Mogadishu pada awal bulan Agustus, beberapa pemimpin Al-Shabab mengancam akan menggunakan taktik jenis itu, yaitu perang non-konvensional yang terbukti sangat berhasil melawan tentara Ethiopia,” ujar Pham.
Tentara Ethiopia membantu pemerintah transisi Somalia melawan Al-Shabab selama 2 tahun sebelum menarik diri awal tahun 2009.
Pham mengatakan belum jelas apakah Al-Shabab, yang telah kehilangan sumber daya dan dukungan rakyat beberapa bulan terakhir, punya kemampuan untuk melanjutkan kampanye kekerasan mereka yang baru.
Tetapi, tegasnya, pemerintah transisi Somalia telah gagal memanfaatkan kelemahan lawannya.
Pham menambahkan, “Yang harus mereka lakukan adalah membangun dukungan lokal, memperluas layanan dan keberadaan di wilayah-wilayah yang dibuka oleh Shabab, itulah yang harus dilakukan pemerintah. Tetapi, melihat sejarah pemerintahan transisi, kalau ini suatu peringatan, saya duga mereka sudah kembali tidur.”
Al-Shabab masih menguasai wilayah-wilayah selatan-tengah Somalia, yang telah dilanda kekeringan dan kelaparan parah. Fakta bahwa kelompok itu memusuhi dan bertindak keras terhadap organisasi kemanusiaan di Somalia telah mempersulit pengiriman bantuan ke negara itu.