Kepurusan BPOM disampaikan ketuanya, Penny K Lukito, dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin (10/1).
“Hingga saat ini ada lima vaksin COVID-19 yang telah mendapatkan EUA yang telah melalui proses evaluasi bersama para tim ahli komite nasional penilai obat atau vaksin dan telah mendapatkan rekomendasi untuk memenuhi persyaratan yang ada sehingga bisa dilanjutkan dengan proses pemberian EUA,” ungkap.
Kelima vaksin booster tersebut yakni Coronavax PT Bio Farma, Pfizer, AstraZeneca, Moderna dan Zifivax.
“Pertama, vaksin Coronavax COVID-19 Bio Farma, adalah untuk booster homolog (satu jenis vaksin) yang akan diberikan sebanyak satu dosis setelah enam bulan dari vaksinasi primer atau vaksin lengkap untuk usia 18 tahun ke atas,” jelasnya.
Vaksin Coronavax dilaporkan memiliki Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang bersifat lokal, dan bisa meningkatkan titer anti bodi sebesar 21-35 kali setelah 28 hari diberikan pada orang dewasa.
Vaksin Pfizer dan AstraZeneca akan digunakan sebagai booster homolog dengan peningkatan nilai rata-rata antibodi sebanyak 3,3-3,5 kali setelah satu bulan diberikan.
“Keempat adalah vaksin Moderna, ini adalah booster homolog dan heterolog, dengan pemberian setengah dosis. Sebagai booster homolog dan heterolog] untuk orang yang vaksin primernya AstraZeneca, Pfizer dan Johnson and Johnson. Menunjukkan respon imun antibodi netralisasi sebesar 13 kali setelah pemberian booster,” jelasnya.
Kelima adalah vaksin Zifivax. Vaksin buatan China ini merupakan vaksin heterolog yang bisa diberikan kepada masyarakat yang telah melakukan vaksinasi dosis lengkap sebelumnya dengan Sinovac atau Sinopharm, setelah enam bulan. Data menunjukkan peningkatan titer anti bodi netralisasi akan meningkat lebih dari 30 kali pada subjek yang telah mendapatkan vaksin primer Sinovac atau Sinopharm.
Penurunan Kadar Antibodi
Lebih jauh, Penny menjelaskan bahwa booster memang dibutuhkan dalam masa pandemi COVID-19, namun dengan tetap memprioritaskan tercapainya target vaksinasi dosis pertama dan kedua kepada masyarakat terlebih dahulu.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh BPOM, respon imun yang dihasilkan oleh vaksin COVID-19 akan menurun siginifkan, dengan interval penurunan yang bervariasi dan juga tergantung dari jenisnya.
“Data imunogenitas dari hasil pengamatan klinis dari semua vaksin COVID-19 menunjukkan adanya penurunan kadar antibodi yang siginifkan menurun sampai di bawah 30 persen yang terjadi setelah enam bulan pemberian vaksin primer yang lengkap. Oleh karena itu diperlukan pemberian vaksin booster atau dosis lanjutan untuk meningkatkan kembali imunogenitas yang telah menurun,” ungkap Penny.
Senada dengan Penny, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegorojuga mengamini pentingnya vaksin penguat atau booster dalam masa pandemi COVID-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir.
“Mengapa kita harus memberikan booster, tentunya ada alasan yang kuat. Dalam enam bulan anti bodi sudah sangat menurun dan ini menjadi keprihatinan kita, apakah kita masih kuat menahan penularan dari SARS-COV-2 ini? Apalagi sudah ada mutasi. Jadi kita harus menghentikan dulu penularan,” ungkap Sri.
Namun kembali ia mengingatkan bahwa pemerintah harus tetap mendahulukan kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi, seperti lansia, tenaga kesehatan dan mereka yang memiiki penyakit bawaan atau kumorbid.
Kemandirian Produksi Vaksin COVID-19 Dalam Negeri
Dalam kesempatan yang sama, Penny melaporkan Indonesia kelak akan memiliki tiga fasilitas produksi vaksin COVID-19 di dalam negeri.
Pertama katanya, PT Jakarta Biopharmaceutical (JBIO) yang akan menggandeng PT Biotis Pharmaceutical Indonesia untuk memproduksi vaksin COVID-19 Zifivax asal China. Penny menjelaskan langkah tersebut diambil untuk mempercepat produksi booster di Indonesia pada tahun ini.
“Sambil menunggu JBIO menyiapkan fasilitasnya, JBIO akan bekerja sama tool manufacturing dengan PT Biotis Pharmaceutical untuk melakukan proses fill and finish vaksin Zifivax, jadi ada kontrak produksi,” kata Penny.
Ditambahkannya, proses pembangunan pabrik JBIO tersebut ditargetkan selesai pada pertengahan tahun ini. Lebih jauh, Penny menjelaskan adapun sertifikat cara produksi obat yang baik atau CPOP kepada JBIO kemungkinan akan diberikan pada Agustus mendatang.
“Maka akan ada tiga fasilitas produksi vaksin di Indonesia. Selain PT Bio Farma yang selama ini sudah menjadi industri farmasi vaksin pertama di Indonesia, dan kemudian PT Biotis, dan yang ketiga nanti ada PT JBIO. Saya kira ini adalah hal yang positif, berkembang dari masa kedaruratan pandemi COVID-19,” pungkasnya. [gi/ab]