Menteri luar negeri dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan mitra dialog mereka berkumpul di Brunei untuk pertemuan tiga hari mulai 29 Juni mendatang.
BANGKOK —
Pertemuan ASEAN itu diharapkan untuk membahas berbagai isu ekonomi dan keamanan. Para diplomat tinggi mewakili negara-negara anggota ASEAN, 16 negara-negara Barat dan Asia, serta Uni Eropa akan bertemu di Brunei Darussalam.
Forum Regional ASEAN yang berlangsung selama tiga hari itu akan membahas kekhawatiran mengenai masalah keamanan di Asia Pasifik serta kerjasama politik dan ekonomi.
Para analis mengatakan ketegangan di Semenanjung Korea tampaknya akan dibahas. Korea Utara, pada bulan Februari, melakukan pengujian nuklir yang ketiga dan sebulan kemudian, mengancam melakukan perang nuklir terhadap Korea Selatan dan Amerika. Perwakilan dari ketiga negara itu biasanya menghadiri forum regional ini.
Murray Hiebert adalah pakar masalah Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies di Washington. Dia mengatakan walaupun masalah nuklir adalah prioritas, ketegangan di Laut Cina Selatan akan menjadi fokus ASEAN yang lebih besar.
“Tidak diragukan lagi, mereka juga akan membahas situasi proliferasi nuklir di Korea Utara. Tapi, saya pikir masalah sebenarnya adalah perundingan mengenai Laut Cina Selatan. Karena, tahun lalu ketika mereka mengadakan KTT di Kamboja ketika Kamboja menjadi pimpinan ASEAN, perundingan tidak berjalan dengan baik, karena untuk pertama kalinya dalam sejarah para menteri luar negeri ASEAN, tidak bisa menghasilkan sebuah kesepakatan,” kata Hiebert.
China mengklaim hampir semua wilayah Laut Cina Selatan, menyebabkan terjadinya konflik atas klaim yang tumpang tindih oleh anggota ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam, juga Taiwan.
Hubungan kuat Kamboja dengan China dituding sebagai penyebab kegagalan ASEAN dalam memulai perundingan dengan Beijing mengenai kode prilaku di Laut Cina Selatan.
Prosedur tindakan ini dimaksudkan untuk mengatur bagaimana negara-negara pengklaim berperilaku dalam sengketa itu untuk mencegah meletus menjadi konflik bersenjata.
Thailand telah melakukan koordinasi hubungan antara ASEAN dan China, tetapi hanya membuat sedikit kemajuan dalam hal itu. Para analis politik mengatakan Thailand, sebagai anggota ASEAN yang tidak terlibat dalam sengketa klaim Laut China Selatan, bisa menjadi penengah yang dapat dipercaya, tetapi belum cukup aktif.
Forum Regional ASEAN yang berlangsung selama tiga hari itu akan membahas kekhawatiran mengenai masalah keamanan di Asia Pasifik serta kerjasama politik dan ekonomi.
Para analis mengatakan ketegangan di Semenanjung Korea tampaknya akan dibahas. Korea Utara, pada bulan Februari, melakukan pengujian nuklir yang ketiga dan sebulan kemudian, mengancam melakukan perang nuklir terhadap Korea Selatan dan Amerika. Perwakilan dari ketiga negara itu biasanya menghadiri forum regional ini.
Murray Hiebert adalah pakar masalah Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies di Washington. Dia mengatakan walaupun masalah nuklir adalah prioritas, ketegangan di Laut Cina Selatan akan menjadi fokus ASEAN yang lebih besar.
“Tidak diragukan lagi, mereka juga akan membahas situasi proliferasi nuklir di Korea Utara. Tapi, saya pikir masalah sebenarnya adalah perundingan mengenai Laut Cina Selatan. Karena, tahun lalu ketika mereka mengadakan KTT di Kamboja ketika Kamboja menjadi pimpinan ASEAN, perundingan tidak berjalan dengan baik, karena untuk pertama kalinya dalam sejarah para menteri luar negeri ASEAN, tidak bisa menghasilkan sebuah kesepakatan,” kata Hiebert.
China mengklaim hampir semua wilayah Laut Cina Selatan, menyebabkan terjadinya konflik atas klaim yang tumpang tindih oleh anggota ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam, juga Taiwan.
Hubungan kuat Kamboja dengan China dituding sebagai penyebab kegagalan ASEAN dalam memulai perundingan dengan Beijing mengenai kode prilaku di Laut Cina Selatan.
Prosedur tindakan ini dimaksudkan untuk mengatur bagaimana negara-negara pengklaim berperilaku dalam sengketa itu untuk mencegah meletus menjadi konflik bersenjata.
Thailand telah melakukan koordinasi hubungan antara ASEAN dan China, tetapi hanya membuat sedikit kemajuan dalam hal itu. Para analis politik mengatakan Thailand, sebagai anggota ASEAN yang tidak terlibat dalam sengketa klaim Laut China Selatan, bisa menjadi penengah yang dapat dipercaya, tetapi belum cukup aktif.