Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan fitur media sosial yakni penyebaran video dan gambar akan dibatasi sementara oleh pemerintah. Kata Wiranto, pembatasan ini bukanlah tindakan kesewenang-wenangan pemerintah. Sebab, kata dia, hal tersebut terpaksa dilakukan pemerintah untuk menjaga perdamaian di Indonesia.
Menurutnya, pembatasan ini akan berlangsung selama 2-3 hari ke depan. Namun, pencabutan pembatasan ini akan bergantung pada situasi di Indonesia.
"Kemudian untuk sementara untuk menghindari provokasi, berita bohong kepada masyarakat luas akan kita adakan pembatasan akses di media sosial fitur tertentu untuk tidak diaktifkan. Untuk menjaga hal-hal negatif terus disebarkan ke masyarakat," jelas Wiranto saat menggelar konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5).
Wiranto menambahkan masyarakat dapat tetap memperoleh informasi tentang perkembangan situasi nasional melalui media massa. Pemerintah, kata dia, akan terus memperbarui informasi setiap 2-3 jam di kantor Kemenko Polhukam yang akan diberikan ke awak media.
Wiranto menjamin pembatasan fitur media sosial ini tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rudiantara menyebut Undang-undang yang dijadikan dasar pembatasan ini adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang. Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Undang-undang ITE intinya ada dua. Satu meningkatkan literasi kapasitas masyarakat akan digital. Kedua manajemen dari konten termasuk melakukan pembatasan," jelas Rudiantara.
Rudiantara menjelaskan fitur video dan gambar dibatasi karena dampak psikologis bagi warganet yang melihat lebih besar ketimbang teks. Ia meminta maaf kepada masyarakat atas kebijakan ini. Rudi berharap kebijakan ini tidak akan berlangsung lama.
Provokasi Mencakup Adanya Hoaks Soal Penembakan
Selain waspada terhadap informasi bohong, aparat keamanan juga mewaspadai provokasi berupa penembakan dari pihak tertentu ke massa guna memicu kemarahan warga. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, rencana ini terungkap aparat dari pemeriksaan terhadap 3 orang yang ditangkap polisi yang membawa senjata api beserta pelurunya.
Kata Tito, senjata tersebut akan digunakan untuk menyasar massa aksi, sehingga masyarakat nantinya menyalahkan aparat karena bertindak represif.
"Tujuannya untuk apa, kalau dari informasi intelijen yang kita terima. Senjata-senjata ini mereka pakai di antara lain untuk selain kepada aparat, pejabat, juga untuk kepada massa supaya nanti timbul martir. Alasan untuk membuat publik marah, yang disalahkan aparat pemerintah," jelas Tito.
Tito menambahkan polisi juga telah menangkap para terduga teroris dalam beberapa bulan terakhir yang akan melakukan aksi teror pada 22 Mei bersamaan demo pasca-pemilu.
Tito meyakinkan polisi akan bekerja keras untuk membuat situasi Indonesia menjadi aman. Ia juga meminta masyarakat tidak terpancing dengan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
TNI Siap Dukung Penuh Polisi Atasi Kerusuhan
Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan TNI mendukung penuh tugas Polri dalam penjagaan aksi pasca-pilpres 2019. Termasuk untuk mengatasi massa yang rusuh di berbagai titik di Jakarta.
"TNI juga menempatkan empat titik strategis di antaranya adalah KPU, Bawaslu, Gedung DPR dan Istana Negara. Sekali lagi saya menyampaikan TNI tidak mentolerir tindakan inskontitusional dari pihak manapun yang bersifat anarkhis," jelas Hadi Tjahjanto.
Your browser doesn’t support HTML5
Total pasukan TNI yang sudah ditugaskan menjaga aksi 22 Mei sebanyak 12 ribu personel. Selain itu, TNI masih mencadangkan sekitar 20 ribu pasukan tambahan yang berasal dari berbagai wilayah di luar Jakarta. [sm/em]