Charlie Puth Ingin Rasakan Energi Penonton Indonesia

Charlie Puth Tampil di Peppermint Club, Los Angeles, California (foto: VOA/Vina Mubtadi)

Dalam konferensi pers, Charlie Puth menceritakan soal album idealisnya “Voicenotes,” inspirasi lagu-lagunya, sampai keinginannya menemui para penggemar di Indonesia.

Akhir April lalu, penyanyi sekaligus penulis lagu AS, Charlie Puth,, tampil sederhana didampingi bandnya di Peppermint Club Los Angeles di depan para insan musik, wartawan, blogger dan influencer – termasuk VOA Indonesia. Musisi 26 tahun ini menyanyikan beberapa lagu hits ciptaannya, termasuk ‘Attention’ dan ‘We Don’t Talk Anymore.’ Dan dia juga membawakan lagu teranyar ‘Done For Me’ secara live untuk pertama kalinya.

Di sela-sela penampilannya, Puth bercerita tentang album mendatangnya ‘Voicenotes.’ Laki-laki 26 tahun ini mengatakan ia memberi nama ‘Voicenotes’ karena hampir semua lagu dalam album ini awalnya direkam lewat aplikasi Voicenotes di ponselnya.

Showcase malam itu ditutup dengan ‘See You Again,’ lagu yang menjadi soundtrack Furious Seven tahun 2015. Lagu dari album pertamanya “Nine Track Mind” inilah yang mempopulerkan namanya di seluruh dunia.

Terbebani Kesuksesan “See You Again”

Charlie Puth menyebut ‘See You Again’ sebagai sesuatu yang “lebih besar dari dirinya.” Dia tidak mengada-ada. Menurut Federasi Industri Fonografik Internasional, lagu yang juga dinyanyikan Wiz Khalifa itu adalah lagu paling laris tahun 2015 di seluruh dunia. Video klipnya pernah menjadi video yang paling banyak ditonton di YouTube, dan kini telah ditonton lebih dari 3.5 milyar kali. ‘See You Again’ juga lebih dikenal sebagai “lagu Paul Walker” karena menjadi soundtrack film Fast & Furious terakhir yang dibintangi aktor tersebut setelah dia meninggal dunia karena kecelakaan. Semua hal itu seolah menenggelamkan nama Charlie Puth yang menulis lagu itu bersama DJ Frank E, Wiz Khalifa dan Andrew Cedar.

Karena itulah untuk proyek album ‘Voicenotes’ ini, Puth lebih idealis. Dia menulis, menyanyikan dan memproduseri semua lagunya. Lulusan Berklee College of Music ini ingin dunia mengetahui kemampuannya.

“(Album) ini penting bagi saya karena ketika saya muncul dengan lagu tersukses dalam satu dasawarsa belakangan, tidak ada yang tahu artisnya. Lagu itu jauh lebih besar dari saya dan Wiz, jauh lebih besar dari yang dibayangkan siapapun. Itu mengubah hidup saya.”

“Tapi orang-orang hanya mengenalnya sebagai lagu Paul Walker, lagu ‘Fast & Furious,’ dan orang-orang tidak tahu atau bahkan tidak peduli siapa yang menyanyikannya. Jadi penting bagi saya untuk menunjukkan kepada orang-orang tanpa mengatakannya. Saya memproduksi sendiri album ini, sambil sesekali membuat lagu untuk Trey Songz, atau Little Mix, dll. Saya tahu perlu waktu bertahun-tahun untuk orang-orang menyadarinya, tapi ini adalah hal paling menyenangkan bagi saya,” kata Puth dalam konferensi pers sehari setelah showcase tersebut.

Suara Burung Merak Jadi Inspirasi Lagu

Dalam konferensi pers di Hotel Sunset Marquis yang dihadiri VOA Indonesia itu, Charlie Puth buka-bukaan soal album barunya, ‘Voicenotes’.

Charlie Puth di tengah Sebuah Konferensi Pers di Hotel Sunset Marquis, Los Angeles, California (foto: VOA/Vina Mubtadi)

​Ada fakta unik dari proses kreatif yang dijalaninya. Setidaknya dua lagu dalam ‘Voicenotes’ ternyata terinspirasi dari suara burung merak.

“Ini mungkin terdengar aneh, tapi (idenya datang dari) suara merak, burung-burung yang banyak berkeliaran di jalan-jalan di Copenhagen. Saya sering menciptakan melodi-melodi aneh dengan membayangkan suara-suara hewan,” celotehnya sambil mengeluarkan suara “ooh” bernada tinggi yang disebutnya suara burung merak.

Lewat imajinasi dan kreasinya, “suara burung merak” itu dikembangkannya menjadi sebuah lagu utuh berjudul ‘How Long.’ Melodi tersebut terdengar pada bagian post-chorus atau bagian setelah chorus. Sementara dalam ‘Done For Me’ melodi serupa terdengar pada bagian intro.

Musisi ‘Aneh’ Tapi Brilian

Bagi Charlie Puth, suara apapun dalam situasi apapun bisa langsung menginspirasinya jadi sebuah lagu. Seperti suara burung merak yang didengarnya ketika berjalan-jalan di Copenhagen. Atau suara anak-anak kecil bermain di playground.

“Saya seorang weirdo (aneh),” ujar Charlie Puth, menanggapi sensitivitasnya pada suara.

Kesan tersebut juga terlihat dalam konferensi pers yang dihadiri puluhan wartawan dari Asia, Eropa dan Amerika itu. Beberapa kali dia teralihkan perhatiannya karena suara-suara yang muncul di tengah acara. Seperti suara batuk, suara benda jatuh sampai suara mesin penggiling biji kopi dari ruang sebelah. “Suara mesin kopi itu adalah (kunci) E,” katanya sambil memainkan kibor, disambut tawa peserta.

Dalam dunia musik, kemampuan tersebut dikenal dengan istilah ‘perfect pitch,’ yaitu kemampuan untuk mengetahui sebuah pitch dari not dengan mendengarkannya. Ini adalah kemampuan langka yang tidak dimiliki semua orang.

Ingin Tampil di Indonesia

Dalam konferensi pers tersebut, VOA menanyai Charlie Puth mengenai kemungkinannya menggelar konser di Indonesia.

“Saya ingin tampil di Indonesia. Saya ingin mendatangi tempat sebanyak mungkin karena saya kagum bagaimana orang-orang menginterpretasikan musik yang saya tulis. Saya membuat lagu untuk orang lain dan ingin tahu reaksi mereka.”

Charlie mengatakan kepada VOA dia yakin para penggemar di Indonesia akan memberinya energi untuk berkarya.

“Apabila saya ke Indonesia dan tampil di depan ribuan orang yang menikmati musik saya, dan mereka memancarkan energi kepada saya di panggung, saya mungkin akan membuat lagu baru di panggung, karena terdorong semangat mereka, atau apapun yang mereka rasakan… apakah mereka sedang marah, bahagia, apakah diajak oleh pacar, atau apapun situasinya. Saya sangat menyukai energi yang tidak biasa saya alami.”

Untuk tahun ini Charlie Puth belum ada rencana konser di Indonesia. Usai meluncurkan album ‘Voicenotes’ pada 11 Mei, musisi ini akan mengadakan tur di seluruh AS dan Kanada. [vm/nr]