Master Chef Indonesia, Ragil Imam Wibowo, belum lama ini berada di Washington, D.C. untuk memperkenalkan beragam kuliner nusantara kepada warga internasional yang hadir di acara pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Washington, D.C.
Acara yang berlangsung selama empat hari ini antara lain dihadiri oleh para menteri dan pengambil kebijakan di bidang keuangan. Ini merupakah salah satu rangkaian acara yang bertujuan untuk memperkenalkan Indonesia yang akan menjadi tuan rumah untuk pertemuan Bank Dunia dan IMF berikutnya tahun 2018, tepatnya di Bali.
Di acara ini, Chef Ragil dan timnya yang terdiri dari Adzan Budiman, Andy Sinrang, Mega Susanto, Meilati Batubara, Mukhamad Solihin, dan Tinus Hariadi menyajikan satu set makanan yang dijual kepada para tamu di kafetaria di kantor Bank Dunia, juga memperkenalkan makanan-makanan kecil khas Indonesia yang bisa dicicipi secara gratis.
Masakan yang dihidangkan pun sangat beragam dan jauh dari menu-menu populer Indonesia yang legendaris, seperti rendang, sate, atau nasi goreng, yang mungkin sudah sering disajikan di luar negeri. Dalam kesempatan kali ini, Chef Ragil bertekad memperkenalkan kuliner dari berbagai pulau di Indonesia secara keseluruhan dengan menampilkan berbagai jenis masakan yang bisa dikatakan belum populer di luar negeri.
“Saya mencoba untuk keluar dari situ dan mengenalkan wawasan (bahwa) makanan Indonesia tidak hanya itu. Ada juga yang lain yang rasanya juga sama enaknya, misalnya kayak bebek Saksang, kemudian ada ikan tuna Dabu-dabu, kemudian juga ada kambing Nilomang, ada ayam Tangkap dari Aceh, kemudian juga ada ayam Pelawan dari Bangka,” ujar Chef Ragil kepada VOA belum lama ini.
Para tamu yang hadir pun menjadi ketagihan saat mencicipi hasil kreasi makanan dari Chef Ragil dan tim ini.
“Ketika mereka mau nambah lagi, mau makan lagi, enggak tahunya banyak peminatnya, jadi mereka enggak bisa makan lagi lebih banyak. Tapi secara umum mereka sangat appreciate dan kemudian juga sangat menikmati makanan-makanan yang kita sajikan,” kata Chef Ragil.
Setiap makanan yang dihidangkan oleh Chef Ragil dan tim juga memiliki cerita tersendiri. Dimulai dari daerah dimana makanan tersebut berasal, hingga sejarah rempah-rempah dan bahan makanan yang digunakan, seperti bunga Kecombrang atau ginger flower, yang berhasil membuat para tamu penasaran.
“Mereka sering mendengar, sering tahu, tetapi mereka tidak tahu cara implementasi bunga kecombrang ini. Yang mereka tahu hanya, ‘oh seperti kayak hiasan.’ Karena, kalau misalnya mereka ke bali mereka lihat kayaknya ditaruh aja di pojokan untuk sebagai hiasan juga menarik. Padahal itu juga dimasukkan ke dalam makanan-makanan di Bali,” jelas Chef Ragil.
Ayam Kecombrang yang juga termasuk dalam menu Chef Ragil di Washington, D.C. kali ini berhasil menggoda lidah para tamu dengan rasa dan tekstur yang sensasional dan belum pernah mereka cicipi sebelumnya.
“Ketika dikasih bunga Kecombrang, mereka kaget bahwa ada rasa yang seperti daun ketumbar tetapi lebih wangi dan citrusy dari bunga kecombrang ini,” papar Chef Ragil.
Chef Ragil sendiri mengakui bahwa popularitas bunga Kecombrang ini juga semakin meningkat di Indonesia, terutama di kalangan generasi millennial. Bunga Kecombrang yang terkenal eksotis ini kini banyak digunakan untuk membuat makanan katering dan biasanya dibuat menjadi makanan yang pedas, dengan harga yang terjangkau.
“Mereka merasa Kecombrang ini sangat eksotis. Jadi dibuatlah, ada lidah kecombrang, ada daging kecombrang, jadi semua yang berhubungan dengan kecombrang, karena kecombrang ini kalau di Jakarta terutama, sangat berasosiasi dengan bumbu yang pedas. (Itu) yang membuat menjadi sangat berkembang lebih baik. Karena kalau orang dengar Kecombrang itu adalah cuman orang yang suka banget, atau orang yang benci banget sama Kecombrang,” ujar Chef Ragil.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam setiap masakannya, Chef Ragil dan tim memang selalu berusaha untuk menampilkan kreasi yang baru dan unik. Mereka tidak segan-segan untuk pergi ke berbagai pelosok di Indonesia untuk mencicipi makanan yang baru dan menemukan rempah-rempah yang jarang digunakan secara umum, seperti jamur Pelawan yang tumbuh di pulau Bangka hanya pada saat petir menyambar.
“Kita menemukan makanan ini sangat unik, atau eksotis untuk ditampilkan di luar daerah tempat makanan itu orisinil beradanya. Jadi membawa makanan itu keluar supaya dikenal oleh orang selain (dari) kampung makanan itu,” jelas pemilik restoran NUSA Indonesian Gastronomy di Jakarta ini.
Dalam hal ini, Chef Ragil juga berusaha mempopulerkan makanan dari berbagai pelosok di Indonesia kepada orang-orang yang belum pernah mencobanya. Inilah yang juga dianjurkan oleh Chef Ragil kepada para perantau Indonesia di luar negeri. Menurut Chef Ragil, pengenalan makanan Indonesia ke mata dunia tidak semata-mata harus dilakukan oleh seorang Chef profesional.
“Misalnya orang Jawa. Orang Jawa senengnya bikin soto ayam Lamongan. Ya kenalin aja soto ayam Lamongan itu ke tamu-tamunya. Pasti juga suka. Yang pada akhirnya akan tahu bahwa itu makanan Indonesia,” katanya.
Makanan khas Indonesia seperti tempe ia yakini sebentar lagi juga akan segera 'meledak.'
“Tempe di Amerika ini sebenarnya sudah ada dari taun ‘70-an, tapi hanya untuk kalangan terbatas. Nah, sekarang tempe sudah terbukti bahwa dia (adalah) superfood dunia. Pasti akan meledak sebentar lagi. Tinggal nunggu waktu aja.”
Untuk bisa mempopulerkan makanan Indonesia ke mata dunia memang bukanlah hal yang mudah. Namun, Chef Ragil yakin prosesnya akan menjadi lebih cepat jika setiap perantau Indonesia paling tidak bisa mengenali lima hingga sepuluh makanan yang berasal dari daerahnya masing-masing. Harapannya adalah agar para perantau ini juga bisa ikut memperkenalkan beragam kuliner Indonesia di kancah internasional.