Kalau Korea Utara meluncurkan roket ke antariksa atau melakukan percobaan nuklir dalam beberapa minggu mendatang, sebagaimana dicurigai para pengamat mungkin akan dilakukan Korea Utara, China pasti akan menanggapinya dengan marah, dan kemungkinan dengan tingkat hukuman ekonomi yang belum pernah dilakukan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Korea Utara dapat dipengaruhi biarpun oleh sekutu terpentingnya.
China, yang turut berperang membantu Korea Utara dalam Perang Korea tahun 1950-53 dan tetap sebagai mitra dagang terbesarnya dan sumber bantuannya, diyakini mempunyai pengaruh paling besar atas negara otoriter Kim Jong Un.
Namun besarnya pengaruh tersebut sudah lama dipertanyakan, khususnya dalam hampir empat tahun sejak Kim mengambil alih kekuasaan setelah kematian ayahnya, Kim Jong Il, yang berkali-kali berkunjung ke China dan memelihara hubungan yang erat dengan Beijing.
Kim yang lebih muda ini belum pernah berkunjung ke China atau menerima kunjungan pejabat tinggi China di Pyongyang. Ia tidak mau menghadiri parade militer yang terpandang di Beijing sebelumnya bulan ini, dan hanya mengirim utusannya, sekertaris Partai Pekerja Korea yang berkuasa, Choe Ryong Hae.
Sekarang, para pejabat Korea Utara telah mengisyaratkan bahwa mereka dapat memperingati ulang-tahun ke-70 berdirinya Partai Pekerja yang berkuasa tanggal 10 Oktober dengan peluncuran satelit, dan mengumumkan dijalankannya kembali pengolahan bahan bakar atom yang menimbulkan spekulasi bahwa Korea Utara bersiap-siap untuk ledakan percobaan nuklir yang ke-4.
Percobaan nuklir atau peluncuran satelit keduanya akan melanggar resolusi PBB, yang terakhir karena teknologi roket yang dibutuhkan dapat juga digunakan untuk mengembangkan misil jarak-jauh.
Percobaan nuklir yang baru atau peluncuran roket dapat mendorong China menegakkan sanksi yang berlaku dan sanksi di masa depan dengan lebih kuat. (gp).