Jet-jet tempur F-16 Taiwan akan dilengkapi ratusan rudal dan peralatan terkait sesuai dengan usulan penjualan senjata senilai $619 juta (sekitar Rp9,28 triliun) yang diberitahukan ke Kongres oleh pemerintahan Biden pekan lalu.
Sebagai tanggapan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan langkah tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan China.
“AS mengklaim untuk menghormati kedaulatan teritorial, tetapi telah melakukan tindakan ekstrim, melanggar komitmennya dalam menghadapi isu Taiwan, dan bahkan menjual senjata canggih ke Taiwan, wilayah China.”
BACA JUGA: Taiwan Laporkan Hari Kedua Serangan China ke Zona Pertahanan UdaraPenjualan senjata ke luar negeri biasanya dilakukan antar negara, tetapi pemerintah AS mengatakan proposal tersebut, yang kemungkinan akan disahkan oleh Kongres dengan dukungan bipartisan, konsisten dengan undang-undang yang disebut “Taiwan Relations Act” (undang-undang tentang hubungan AS-Taiwan). Undang-undang tersebut mengizinkan Washington menjual senjata ke Taiwan untuk mempertahankan diri secara memadai melawan China. Beijing menganggap pulau yang berpemerintahan sendiri itu sebagai provinsi yang memisahkan diri.
Perwakilan Taipei di AS mengatakan mereka menghargai komitmen AS untuk memperkuat pertahanan diri Taiwan.
Kelompok lobi perdagangan U.S.-Taiwan Business Council (Dewan Bisnis AS-Taiwan) mengatakan bahwa pemerintah berusaha membangun persediaan amunisi sebagai persiapan jika China memblokade pulau itu.
Rupert Hammond-Chambers, presiden dewan itu berbicara dengan VOA melalui Skype. “Taiwan harus dipasok (dengan senjata) melalui udara atau laut. Jika PLA (Tentara Pembebasan Rakyat China) mengganggu akses ke udara dan laut, maka akan ada masalah untuk menyediakan amunisi. Jadi, kami harus melakukan pra persiapan sebanyak mungkin di pulau itu.”
Pemerintah menyangkal bahwa penjualan senjata itu akan menambah tekanan pada industri pertahanan AS, yang sedang berjuang untuk memasok amunisi ke Ukraina yang berusaha mempertahankan diri dari agresi Rusia.
John Kirby adalah Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional AS. “Penjualan senjata adalah proses dan metodologi yang sangat berbeda dari apa yang kami lakukan untuk Ukraina, yang sebagian besar dilakukan melalui wewenang presiden di mana pada dasarnya kita mengambil barang yang sudah ada di gudang senjata dan memberikannya langsung ke Ukraina. Jadi, ini adalah proses yang sama sekali berbeda, sistem yang sama sekali berbeda,” ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Usulan penjualan senjata ke Taiwan itu semakin mengobarkan ketegangan dengan Beijing, di tengah kekhawatiran Barat bahwa China sedang mempertimbangkan penyediaan senjata untuk membantu perang Rusia di Ukraina dan mempererat hubungan antara Moskow dan Beijing. Awal pekan ini China menggelar karpet merah untuk menyambut Presiden Belarus Alexander Lukashenko, sekutu dekat Rusia.
Patrick Cronin, ketua bidang keamanan Asia-Pasifik di Institut Hudson berbicara dengan VOA melalui Skype. “Apakah mungkin China berusaha mengirim senjata ke Belarus? Jika demikian, jalur (pengiriman senjata) ke Belarus dan ke Rusia sangat kabur.”
Sementara itu, pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga sedang direncanakan. [lt/jm]