Film baru Cloud Atlas adalah kisah epik yang melintasi abad dan benua, mengenai pengembaraan jiwa, cinta abadi dan evolusi karakter.
Film Cloud Atlas yang disutradarai Tom Tykwer, Lana Wachowski, dan Andy Wachowski, adalah kisah pengembaraan yang diadaptasi dari novel karya penulis Inggris David Mitchell.
Ceritanya terpusat pada enam kisah dari tahun 1800 sampai jauh di masa depan. Konsep jiwa yang abadi menghubungkan karakter-karakter yang dilahirkan kembali dari satu cerita ke cerita yang lain.
Dari penderitaan seorang pemuda Amerika pada pertengahan abad 19 dalam sebuah kapal yang melintasi Samudera Pasifik sampai ke seorang klon perempuan yang muncul melawan penjajahan pada masyarakat futuristik, Cloud Atlas adalah dongeng megah mengenai pembelajaran dari kehidupan sebelumnya.
“Kami mulai melihat bagaimana cerita-cerita ini terhubungkan. Kami sangat tertarik pada konsep ini, bagaimana jika tokoh antagonis pada salah satu cerita sebenarnya pahlawan di cerita lain yang dimainkan oleh aktor yang sama,” ujar Lana Wachowski, yang juga menulis naskah film ini.
Untuk mencapai hal itu, setiap aktor memainkan peran yang berbeda-beda.
“Dalam satu halaman [naskah], Anda bisa berada pada tahun 1851 kemudian ke 1974 dan tiba-tiba ke masa depan distopia,” ujar aktor Tom Hanks yang memainkan peran utama.
Tantangannya sangat besar, ujar aktris Halle Berry, yang memiliki kehadiran yang signifikan dalam film ini dan menginterpretasikan enam karakter.
“Jiwa masing-masing karakter berevolusi supaya memiliki kekuatan sebagai karakter akhir,” ujarnya.
Dalam inkarnasi terakhir, ia bermain sebagai perempuan di masa depan yang menyelamatkan dunia.
Cloud Atlas juga berbicara mengenai cinta abadi.
“Masing-masing cerita mendorong cerita berikutnya dan kemudian kembali lagi dan mendorong cerita berikutnya lagi,” ujar aktris Susan Sarandon, yang juga bermain dalam film ini.
Ia menambahkan bahwa percintaan menghubungkan setiap cerita ke cerita lain karena para karakter bertemu lagi dan lagi.
Para aktor juga termasuk Jim Broadbent, Hugh Grant dan Hugo Weaving, yang terkenal lewat perannya sebagai Agen Smith dalam The Matrix. Sekali lagi, Weaving mewakili kejahatan dan bertujuan untuk menggoda dan menghambat evolusi jiwa.
Produksi film berbiaya US$100 juta ini memperlihatkan kostum dan set yang menyoroti era yang berbeda-beda.
“Film ini memperlihatkan keluasan, cakupan dan waktu serta ruang yang sangat besar. Beberapa bangunan hanyalah pintu dan jendela dan bangunan lain adalah arsitektur yang hebat,” ujar Hanks.
Namun film ini kurang memiliki kedalaman yang dijanjikan. Ceritanya berbelit-belit dan ada terlalu banyak karakter di dalamnya. Setelah menonton tiga jam, kita akan tersesat dalam masa lalu, masa kini dan masa depan.
Ceritanya terpusat pada enam kisah dari tahun 1800 sampai jauh di masa depan. Konsep jiwa yang abadi menghubungkan karakter-karakter yang dilahirkan kembali dari satu cerita ke cerita yang lain.
Dari penderitaan seorang pemuda Amerika pada pertengahan abad 19 dalam sebuah kapal yang melintasi Samudera Pasifik sampai ke seorang klon perempuan yang muncul melawan penjajahan pada masyarakat futuristik, Cloud Atlas adalah dongeng megah mengenai pembelajaran dari kehidupan sebelumnya.
“Kami mulai melihat bagaimana cerita-cerita ini terhubungkan. Kami sangat tertarik pada konsep ini, bagaimana jika tokoh antagonis pada salah satu cerita sebenarnya pahlawan di cerita lain yang dimainkan oleh aktor yang sama,” ujar Lana Wachowski, yang juga menulis naskah film ini.
Untuk mencapai hal itu, setiap aktor memainkan peran yang berbeda-beda.
“Dalam satu halaman [naskah], Anda bisa berada pada tahun 1851 kemudian ke 1974 dan tiba-tiba ke masa depan distopia,” ujar aktor Tom Hanks yang memainkan peran utama.
Tantangannya sangat besar, ujar aktris Halle Berry, yang memiliki kehadiran yang signifikan dalam film ini dan menginterpretasikan enam karakter.
“Jiwa masing-masing karakter berevolusi supaya memiliki kekuatan sebagai karakter akhir,” ujarnya.
Dalam inkarnasi terakhir, ia bermain sebagai perempuan di masa depan yang menyelamatkan dunia.
Cloud Atlas juga berbicara mengenai cinta abadi.
“Masing-masing cerita mendorong cerita berikutnya dan kemudian kembali lagi dan mendorong cerita berikutnya lagi,” ujar aktris Susan Sarandon, yang juga bermain dalam film ini.
Ia menambahkan bahwa percintaan menghubungkan setiap cerita ke cerita lain karena para karakter bertemu lagi dan lagi.
Para aktor juga termasuk Jim Broadbent, Hugh Grant dan Hugo Weaving, yang terkenal lewat perannya sebagai Agen Smith dalam The Matrix. Sekali lagi, Weaving mewakili kejahatan dan bertujuan untuk menggoda dan menghambat evolusi jiwa.
Produksi film berbiaya US$100 juta ini memperlihatkan kostum dan set yang menyoroti era yang berbeda-beda.
“Film ini memperlihatkan keluasan, cakupan dan waktu serta ruang yang sangat besar. Beberapa bangunan hanyalah pintu dan jendela dan bangunan lain adalah arsitektur yang hebat,” ujar Hanks.
Namun film ini kurang memiliki kedalaman yang dijanjikan. Ceritanya berbelit-belit dan ada terlalu banyak karakter di dalamnya. Setelah menonton tiga jam, kita akan tersesat dalam masa lalu, masa kini dan masa depan.