Meski ada faktor Joko Widodo dan PDI-P yang menguat, survei CSIS menunjukkan sekitar 50 persen rakyat pemilih masih belum menetapkan pilihan partai dan presiden.
JAKARTA —
Survei yang dilakukan Centre for Stategic and International Studies (CSIS) menyebutkan, dalam pemilihan anggota legislatif 9 April nanti, sekitar 50 persen pemilih masih bisa berubah pikiran dalam menentukan partai yang menjadi pilihannya.
Peneliti politik CSIS Philip J. Vermonte mengatakan, meski efek calon kandidat presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Gubernur Jakarta Joko Widodo, terus menguat, namun kenyataannya masih banyak rakyat pemilih yang masih menimbang-nimbang pilihannya sendiri.
"Ketika kami tanya apakah pilihan partai politik anda sudah pasti atau masih bisa berubah? Hampir 50 persen menyatakan masih bisa berubah. Yang menjawab pasti tidak akan berubah 42,4 persen," ujar Philip di Jakarta, Senin (31/3).
"Ini masih lebih kecil jika dibandingkan mereka yang bilang pilihannya masih bisa berubah. Ini yang menjadi basis pemikiran kami bahwa kontestasinya masih belum selesai. Walaupun kita lihat ada figur yang kuat seperti Jokowi dan PDIP yang terus menguat. Tapi di bawah sana masih banyak rakyat yang menimbang-nimbang."
Peneliti dari departemen politik dan hubungan internasional CSIS, Tobias Basuki mengatakan, lebih dari 50 persen rakyat pemilih juga belum memastikan calon presiden pilihannya.
"Pilihannya masih belum pasti dan bisa berubah sebanyak 49,7 persen. Ditambah yang tidak jawab sebanyak 5,8 persen. Jadi lebih dari separuh sebenarnya masih kemungkinan akan tidak menetapkan pilihannya dalam mematok satu figur saja. Ini juga masih menjadi kontestasi yang luas," ujarnya.
Yang menarik, tambahnya, pemilih sangat cair dalam menentukan calon presidennya. Dari responden survei yang menyatakan akan memilih PDI Perjuangan dalam pemilu legislatif nanti, hanya 61,1 persen yang mengakatakan akan memilih Jokowi sebagai presiden, 3,5 persen memilih Prabowo Subianto dan 25 persen lainnya memilih calon presiden lain, diantaranya Wiranto.
Demikian juga dengan responden pemilih Partai Gerindra dengan calon presiden Prabowo, dan Hanura dengan calon presiden Wiranto, yang rata-rata berada pada kisaran di atas 50 persen.
"Pemilih sangat cair, tidak mengikuti line partai dari masing-masing capresnya itu," ujarnya.
Meski demikian, efek Joko menjadi perekat dalam penentuan suara PDI Perjuangan. Philip memperkirakan dalam pemilihan legislatif 9 april nanti, PDI Perjuangan akan meraup suara lebih dari 30 persen.
"Bagaimana suara PDI-P yang sebelumnya hanya 21,1 persen, karena ada nama Jokowi sebagai capres PDIP menjadi naik suaranya menjadi 33,4 persen. Jadi memang ada efek dari popularitas Jokowi terhadap PDIP. Lalu Gerindra posisi kedua dengan 15,5 persen, dibayangi oleh Golkar dengan 15,0 persen, diikuti incumbent Demokrat terus merosot di posisi keenam dengan 3,2 persen," ujarnya.
Sementara itu dalam pemilu presiden, Tobias mengandaikan jika hanya ada dua pasang calon antara Jokowi dengan Prabowo, maka dipastikan hanya akan ada satu putaran yang dimenangkan oleh Jokowi dengan perolehan 50 persen lebih.
Pengamat politik senior J. Kristiadi berharap, Gubernur Joko Widodo bisa menunjukan kemandirian politiknya jika terpilih sebagai Presiden, agar memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan orang banyak.
"Kombinasi antara persepsi perilaku antara budaya politiknya Jokowi yang masih seperti itu ya. Kedua juga dari pihak ibu Megawati sendiri. Pak Jokowi masih cium-cium tangan. Ini yang harus dilawan Jokowi nanti (jika terpilih sebagai presiden) bagaimana membangun dan memadukan niat yang sebelumnya begitu surut untuk dibangkitkan kembali. Mungkin saatnya PDIP belajar bagaimana berkuasa tapi juga bisa memanfaatkan kekuasaan untuk orang banyak," ujarnya.
Peneliti politik CSIS Philip J. Vermonte mengatakan, meski efek calon kandidat presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Gubernur Jakarta Joko Widodo, terus menguat, namun kenyataannya masih banyak rakyat pemilih yang masih menimbang-nimbang pilihannya sendiri.
"Ketika kami tanya apakah pilihan partai politik anda sudah pasti atau masih bisa berubah? Hampir 50 persen menyatakan masih bisa berubah. Yang menjawab pasti tidak akan berubah 42,4 persen," ujar Philip di Jakarta, Senin (31/3).
"Ini masih lebih kecil jika dibandingkan mereka yang bilang pilihannya masih bisa berubah. Ini yang menjadi basis pemikiran kami bahwa kontestasinya masih belum selesai. Walaupun kita lihat ada figur yang kuat seperti Jokowi dan PDIP yang terus menguat. Tapi di bawah sana masih banyak rakyat yang menimbang-nimbang."
Peneliti dari departemen politik dan hubungan internasional CSIS, Tobias Basuki mengatakan, lebih dari 50 persen rakyat pemilih juga belum memastikan calon presiden pilihannya.
"Pilihannya masih belum pasti dan bisa berubah sebanyak 49,7 persen. Ditambah yang tidak jawab sebanyak 5,8 persen. Jadi lebih dari separuh sebenarnya masih kemungkinan akan tidak menetapkan pilihannya dalam mematok satu figur saja. Ini juga masih menjadi kontestasi yang luas," ujarnya.
Yang menarik, tambahnya, pemilih sangat cair dalam menentukan calon presidennya. Dari responden survei yang menyatakan akan memilih PDI Perjuangan dalam pemilu legislatif nanti, hanya 61,1 persen yang mengakatakan akan memilih Jokowi sebagai presiden, 3,5 persen memilih Prabowo Subianto dan 25 persen lainnya memilih calon presiden lain, diantaranya Wiranto.
Demikian juga dengan responden pemilih Partai Gerindra dengan calon presiden Prabowo, dan Hanura dengan calon presiden Wiranto, yang rata-rata berada pada kisaran di atas 50 persen.
"Pemilih sangat cair, tidak mengikuti line partai dari masing-masing capresnya itu," ujarnya.
Meski demikian, efek Joko menjadi perekat dalam penentuan suara PDI Perjuangan. Philip memperkirakan dalam pemilihan legislatif 9 april nanti, PDI Perjuangan akan meraup suara lebih dari 30 persen.
"Bagaimana suara PDI-P yang sebelumnya hanya 21,1 persen, karena ada nama Jokowi sebagai capres PDIP menjadi naik suaranya menjadi 33,4 persen. Jadi memang ada efek dari popularitas Jokowi terhadap PDIP. Lalu Gerindra posisi kedua dengan 15,5 persen, dibayangi oleh Golkar dengan 15,0 persen, diikuti incumbent Demokrat terus merosot di posisi keenam dengan 3,2 persen," ujarnya.
Sementara itu dalam pemilu presiden, Tobias mengandaikan jika hanya ada dua pasang calon antara Jokowi dengan Prabowo, maka dipastikan hanya akan ada satu putaran yang dimenangkan oleh Jokowi dengan perolehan 50 persen lebih.
Pengamat politik senior J. Kristiadi berharap, Gubernur Joko Widodo bisa menunjukan kemandirian politiknya jika terpilih sebagai Presiden, agar memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan orang banyak.
"Kombinasi antara persepsi perilaku antara budaya politiknya Jokowi yang masih seperti itu ya. Kedua juga dari pihak ibu Megawati sendiri. Pak Jokowi masih cium-cium tangan. Ini yang harus dilawan Jokowi nanti (jika terpilih sebagai presiden) bagaimana membangun dan memadukan niat yang sebelumnya begitu surut untuk dibangkitkan kembali. Mungkin saatnya PDIP belajar bagaimana berkuasa tapi juga bisa memanfaatkan kekuasaan untuk orang banyak," ujarnya.