Seorang perempuan warga negara Amerika Serikat (AS) yang mengklaim dirinya seorang digital nomad, akan dideportasi dari Indonesia setelah kiriman utasnya di Twitter mengenai gaya hidupnya di Bali menuai kecaman di media sosial.
Melansir dari Reuters, para netizen mengkritik cuitannya sebagai hak istimewa Barat dan kurangnya kesadaran budaya setelah dia mencuit Bali "ramah LGBT” (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia. Selama bertahun-tahun, komunitas LGBT di Indonesia mengalami diskriminasi dan terkadang serangan kekerasan. Menurut survei oleh pusat penelitian, Pew, hanya 9 persen orang Indonesia setuju bahwa homoseksualitas dapat diterima.
Dalam utas di Twitter pada akhir pekan lalu, Kristen Gray menulis tentang sejumlahkeuntungan dari keputusannya untuk pindah ke Bali bersama pasangannya. menggambarkannya sebagai "obat yang sempurna", tempat yang ramah LGBT, dan tempat di mana dia bisa bergaya hidup mewah karena biaya hidup yang rendah.
"Pulau ini luar biasa karena gaya hidup kami bisa lebih tinggi dengan biaya hidup yang jauh lebih rendah. Saya membayar $1.300 (sekitar Rp 18 juta) untuk studio LA saya. Sekarang saya memiliki rumah pohon seharga $400 (sekitar Rp5,6 juta)," kata dia dalam cuitan yang dikirim ke Twitter, lengkap dengan foto huniannya di Bali.
"Menjadi digital nomad adalah segalanya," tambahnya, mengacu pada individu yang sering bekerja dari jarak jauh dan di banyak negara.
Dengan gaya hidup yang santai, budaya yang unik, dan biaya hidup yang relatif rendah, Bali telah menjadi daya tarik bagi para pendatang yang ingin menghindari kerja keras di kota-kota padat dan mahal di negara-negara Barat.
Kicauan Gray menuai kecaman dari banyak netizen Indonesia di media sosial karena berbagai alasan, termasuk tuduhan bahwa dia mungkin telah menipu sistem dengan menghindari pajak, mengeksploitasi hak istimewa Barat, dan karena kurangnya kesadaran tentang masyarakat Indonesia.
Setelah Gray dipanggil untuk ditanyai pada Selasa (19/1), I Putu Surya Dharma, humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, mengatakan kepada Reuters bahwa warga AS itu akan dideportasi segera setelah ada penerbangan. Gray saat ini ditahan di fasilitas penahanan imigrasi.
Dalam pernyataan di situsnya, kantor imigrasi mengatakan Gray mungkin telah melanggar beberapa aturan dalam Undang-Undang Keimigrasian, termasuk dengan menyebarkan informasi yang dapat mengganggu publik, seperti mengindikasikan bahwa Bali "ramah kaum queer" dan mudah diakses oleh orang asing di tengah pandemi Covid-19.
“Hai semuanya, pertama-tama saya tidak bersalah. Saya belum melewati masa tinggal sesuai visa saya. Saya belum mendapat penghasilan dalam rupiah di Indonesia. Saya mengeluarkan pernyataan tentang LGBT, dan saya telah dideportasi karena saya LGBT,” kata Gray kepada para wartawan.
Mempromosikan peningkatan gaya hidupnya yang dalam e-book berjudul, "Our Bali Life Is Yours," Gray juga mengirimkan teks di media sosial tentang bagaimana warga negara asing bisa masuk ke Indonesia selama pandemi.
Pengacaranya, Erwin Siregar, mengatakan kepada Reuters bahwa Gray memiliki visa kunjungan sosial-budaya yang berlaku hingga 24 Januari tahun ini.
Indonesia bulan lalu memperketat pembatasan perbatasan untuk menghentikan kunjungan orang asing, kecuali diplomat dan mereka yang memiliki izin kerja atau izin tinggal, untuk membendung penyebaran varian baru virus korona yang lebih menular.
Para pejabat mengatakan mereka juga melihat kemungkinan bahwa Gray telah melanggar hukum Indonesia dengan menjalankan aktivitas bisnis melalui penjualan e-book miliknya. [na/ft]