Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama masa mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriyah untuk mencegah penyebaran virus corona telah memaksa perusahaan-perusahaan bus melarang operasi seluruh armada angkutan umumnya. Alhasil, banyak perusahaan bus yang mengeluh lantaran adanya larangan sementara penggunaan sarana transportasi.
Namun untuk mengurangi beban yang dialami para pelaku usaha di industri transportasi umum, pemerintah menyiapkan insentif seperti relaksasi kredit, yang kini sedang dikaji oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu dikatakan staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo dalam diskusi daring "Menyelamatkan Layanan Transportasi Umum dari Dampak COVID-19".
BACA JUGA: Kasus Corona Terus Mendaki, Pemerintah Ingatkan Masyarakat untuk Tak Mudik"Saya akan memberikan update yang sedang dan akan dikerjakan pemerintah, pertama insentif pajak. Stimulus pertama praktis tidak bisa dimanfaatkan karena pariwisata sudah berhenti. Lalu stimulus kedua paket untuk 11 subsektor manufaktur. Minggu depan akan terbit peraturan menteri yang baru 18 sektor akan diberi insentif stimulus berupa pembebasan pajak 21 dan 25 ditanggung pemerintah. Transportasi masuk di sini dan akan menjangkau sektor yang paling terdampak," kata Yustinus, Minggu (26/4).
Ada dua skema terkait dengan relaksasi kredit yang sedang dikerjakan oleh pemerintah. Saat ini OJK sedang membuat aturan berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Virus Corona mengatur mengenai relaksasi pemberian kredit bagi usaha yang terdampak.
"Pemerintah sedang menyiapkan skema di luar itu, yaitu bagaimana terutama bagi para debitur yang sifatnya menengah dan juga besar masuk call satu dan dua di perbankan dan juga industri keuangan non bank. Pembiayaan akan di-cover di sini berupa penundaan angsuran pokok dan juga bantuan untuk bunga," jelas Yustinus.
Lanjutnya, untuk besaran pembiayaan akan tergantung dengan skema perbankan atau lembaga-lembaga pembiayaan masing-masing. Pemerintah tidak menanggung seluruh besaran pembiayaan tapi berbasis skema cost sharing.
"Jadi pemerintah mendukung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) supaya menjamin bisa lebih lagi seperti Askrindo dan Jamkrindo berikan yang besar lagi, sehingga bank berani melakukan untuk restrukturisasi. Ini yang sekarang sedang dikerjakan," ucap Yustinus.
BACA JUGA: Dampak Pandemi Corona, Industri Penerbangan Butuh Bantuan Triliunan RupiahPemerintah Siapkan Dukungan Lembaga Pembiayaan
Kemudian, pemerintah juga secara paralel menyiapkan dukungan untuk lembaga pembiayaan dan non bank agar berani memberikan kredit nantinya.
"Mereka akan mem-backup itu, bagaimana skemanya sedang dibuat OJK dan Bank Indonesia. Tapi kami pastikan baik segmen kecil, menengah, maupun besar itu bisa mendapatkan bantuan sehingga
bank berani untuk memberikan pinjaman tentu dalam skema lunak dan tidak memberatkan yang penting ini bisa survive. Itu yang menjadi skema dalam waktu dekat ini, mudah-mudahan segera diselesaikan," pungkasnya.
Pengusaha Bus Harapkan Stimulus Pemerintah
Sementara itu, Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata (Pawiba) Bali, Nyoman Sudiarta mengatakan para pemilik perusahaan bus pariwisata berharap pemerintah memberikan stimulus berupa penundaan pembayaran angsuran armada hingga masalah perpajakan.
"Kemudian, karena karyawan kami sudah dirumahkan yang mana BPJS di luar pungutan upah itu agar diberikan relaksasi juga. Itu kita harapkan dari pemerintah stimulus dan relaksasi untuk kami yang ada di Bali," ujarnya.
Semenjak pandemi corona, okupansi bus pariwisata di Pulau Dewata telah mengalami penurunan sejak Februari 2020. Bahkan armada bus sebanyak 1.200 unit tak beroperasi dengan kata lain para perusahaan otobus pariwisata sedang kolaps.
"Mulai Maret sampai April kami sudah tidak beroperasi 100 persen di Bali khususnya untuk bus pariwisata. Kami sama sekali tidak beroperasi, karyawan dirumahkan, sopir-sopir sudah pulang kampung semua," sebutnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Sedangkan Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan menuturkan 62 ribu bus tak beroperasi dan lebih dari 150 ribu awak angkutan terdampak pandemi corona.
"Banyak armada kami yang tidak beroperasi. Dampak ini mulai di Januari sudah ada penurunan khususnya untuk pariwisata Februari sudah 100 persen," keluhnya. [aa/em]