Presiden Joe Biden menentang keputusan Mahkamah Agung, Senin (1/7) yang memberikan kekebalan hukum kepada para mantan presiden dari tuntutan hukum atas tindakan apa pun yang termasuk dalam tugas resmi mereka. Keputusan pengadilan tinggi itu tidak membatalkan kasus campur tangan mantan Presiden Donald Trump dalam pemilu 2020, tetapi menunda kasus tersebut.
WASHINGTON, D.C. - Presiden Joe Biden mengecam keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa para mantan presiden tidak dapat dituntut atas tindakan apa pun yang termasuk dalam tugas resmi jabatan mereka.
... Keputusan yang terkait dengan dugaan keterlibatan mantan presiden Donald Trump dalam serangan 6 Januari 2021 di Gedung Kongres AS.
"Rakyat Amerika harus memutuskan apakah serangan Donald Trump terhadap demokrasi kita pada 6 Januari lalu membuatnya tidak layak untuk menduduki jabatan publik, jabatan tertinggi di negeri ini. Rakyat Amerika harus memutuskan apakah penggunaan kekerasan oleh Trump untuk mempertahankan kekuasaannya dapat diterima," tegas Presiden Biden.
Mantan presiden Trump bereaksi terhadap keputusan Mahkamah Agung di situs webnya dengan membagikan sebuah unggahan di media sosial, yang tampaknya berasal dari platform Truth Social miliknya, yang berbunyi, "Mahkamah Agung benar-benar membatalkan sebagian besar dakwaan terhadap saya. Joe Biden sekarang harus menghentikan 'anjing-anjingnya'. Negara kita sekarang harus kembali fokus pada kejayaannya."
MA tidak mengabaikan kasus campur tangan pemilu yang sedang berlangsung terhadap Trump. Dia dituduh mencoba membatalkan pemilihan presiden AS tahun 2020, yang dimenangkan oleh Biden.
Profesor hukum Chicago-Kent, Harold Krent, mengatakan bahwa tindakan Trump menjelang tanggal 6 Januari merupakan baik tindakan resmi maupun tidak resmi, dan karenanya Trump dapat dituntut.
Harold Krent, dari Kent College of Law di Chicago mengatakan, "Sejauh dia bertindak sebagai kapasitas pribadi, maka tindakannya akan masuk ke dalam kategori tindakan tidak resmi. Namun, sejauh dia berbicara dengan wakil presiden tentang apa yang menurutnya harus dilakukan oleh wakil presiden di Senat, sejauh dia berbicara dengan Departemen Kehakiman tentang apakah ada kecurangan dalam pemungutan suara, maka dia bertindak dalam kapasitas resminya."
Your browser doesn’t support HTML5
Peristiwa 6 Januari hanya disinggung secara singkat dalam debat presiden hari Kamis (27/6). Namun pemberontakan tersebut dapat menjadi isu kampanye yang besar, jika kampanye Biden menekan isu tersebut, kata profesor ilmu politik dari George Mason University, David Ramadan.
"Itulah mengapa saya menyerahkan pada kampanye Biden untuk mengingatkan para pemilih independen. Maka itu merupakan sebuah masalah besar bagi mereka. Jika mereka tidak diingatkan tentang hal itu, sibuk dengan kehidupan sehari-hari, sudah tiga tahun berlalu dan orang-orang mulai lupa dan mereka mengkhawatirkan hal-hal lain," jelasnya.
Dengan terpolarisasinya pemilih Amerika ke haluan kiri dan kanan, para pemilih independenlah yang dapat menentukan hasil pemilu pada hari pemilihan.
David Ramadan kembali mengatakan, "Jadi, para pemilih independen adalah satu-satunya yang dapat dipengaruhi. Mereka akan membuat atau menghancurkan pemilu ini. Perempuan berada pada peringkat teratas porsi pemilih yang dapat dipengaruhi. Pemilih muda juga dapat dipengaruhi, tetapi mereka bukan pemilih yang dapat diandalkan."
Jadi, kasus campur tangan pemilu terhadap Trump kemungkinan besar akan terus berlanjut - dengan pengadilan yang lebih rendah membuat keputusan penting tentang dakwaan yang sesuai dengan putusan Mahkamah Agung. Para ahli mengatakan bahwa persidangan tidak mungkin dilakukan sebelum hari pemilihan.
Harold Krent kembali mengatakan, "Ini benar-benar menunda proses hukum, dan jika itu adalah tujuan kubu Presiden Trump, maka hal itu telah tercapai."
Hal ini akan berpulang pada kampanye Biden untuk memutuskan apakah akan menjadikan tanggal 6 Januari sebagai isu utama kampanye. [my/jm]