Ketika nilai pound sterling anjlok bulan ini akibat kekhawatiran baru soal 'Brexit', Derek Hotter dan Ian Clark dari New York langsung terbang ke Inggris untuk liburan dadakan.
Jumlah turis dengan dompet dipenuhi dolar, yuan dan euro yang mencapai rekor itu bisa jadi merupakan dampak positif dari penurunan tajam pound sejak rakyat Inggris memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa dalam referendum 23 Juni.
Hasil pemungutan suara itu membuat banyak investor dan kepala perusahaan terkejut, memicu ketidakstabilan politik dan finansial yang paling dalam di Inggris sejak Perang Dunia II, dan kejatuhan terbesar dalam satu hari untuk pound terhadap dolar.
Pound telah jatuh 28 sen sejak malam referendum, jatuh ke 1,2215 per dolar hari Selasa (11/10).
Jumlah turis yang datang ke Inggris naik bulan Juli, 2 persen lebih tinggi dari bulan yang sama tahun lalu menjadi 3,8 juta orang.
"Kami belanja banyak. Saya datang ke sini dua tahun lalu dan agak sulit menghabiskan uang. Sekarang jika Anda datang ke sini, sangat menguntungkan buat kita," ujar Hotter, yang bekerja dalam bidang pemasaran digital.
Orang-orang Amerika tahun lalu menghabiskan 3 miliar pound di Inggris, membuat mereka turis paling penting bagi kerajaan tersebut.
"Dalam periode pasca-referendum, pasca-Brexit, ini industri paling bersinar yang mendapat keuntungan dari, antara lain, melemahnya pound," ujar Christopher Rodrigues, kepala Otoritas Pariwisata Inggris.
Pemesanan dari China ke Inggris naik hampir 25 persen antara sekarang dan Natal, dengan daya tarik utama tempat-tempat yang mewah di London. Selain itu diperkirakan ada gelombang pengunjung dari Eropa dalam beberapa bulan mendatang. [hd]