Kericuhan mewarnai pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di gedung MPR/DPR pada Senin (5/10) sore.
Kejadian tersebut bermula ketika Benny Kabur Harman dari Fraksi Partai Demokrat meminta waktu untuk memberikan tanggapan setelah ketua sidang paripurna, Aziz Syamsuddin, dari fraksi Partai Golkar mengetuk palu sebagai tanda pengesahan RUU yang menuai kontroversi tersebut.
BACA JUGA: KSPI: 2 Juta Buruh akan Mogok NasionalNamun, Azis menolak dengan alasan interupsi baru boleh dilakukan setelah selesai pendapat akhir dari pemerintah yang diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Fraksi Partai Demokrat akhirnya meninggalkan ruang rapat paripurna sebelum acara rampung.
Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera adalah dua fraksi yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja. Enam partai menyetujui, sementara Partai Amanat Nasional menerima dengan catatan.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bisa dibilang sangat cepat meski masih banyak pasal yang menjadi kontroversi. Substansi aturan dianggap bermasalah karena berpotensi merugikan hak tenaga kerja. Undang-undang ini terdiri dari 15 bab dan 174 pasal.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menjelaskan partainya menolak banyak substansi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja, seperti tidak adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak pekerja, antara lain soal upah, kesejahteraan, pesangon yang tidak sesuai ketentuan-ketentuan minimum yang harus dipenuhi oleh pengusaha dan pemerintah.
Dia mencontohkan pesangon terhadap pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam UU baru, jumlah pesangon dikurangi dari yang sebelumnya 32 kali gaji, menjadi 16 kali gaji ditanggung oleh perusahaan dan 9 kali ditanggung pemerintah.
Politikus Partai Demokrat itu juga menilai Undang-undang Cipta Kerja juga memberikan keleluasaan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Salah satu yang disorot Benny adalah soal definisi tenaga ahli. Tidak ada definisi yang jelas soal tenaga kerja asing (TKA) ahli atau tenaga ahli yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut.
“Salah satu contohnya mesin-mesin yang diimpor dari China itu semua ditulis dalam bahasa Mandarin. Bagaimana cara membatasinya wajibkan mesin-mesin yang masuk dalam bahasa Indonesia atau inggris. Masa mau on/off harus dari sana," ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ditambahkannya, UU tersebut sedianya membuat aturan yang tegas dan ketat soal tenaga kerja asing ini. Apabila tenaga ahli mau masuk ke Indonesia harus disertai dengan ketentuan-ketentuan yang ketat. Hanya untuk jenis pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia.
Kontroversi UU Cipta Kerja ini terjadi sejak awal pembahasan, dan dinilai telah diperparah oleh masuknya arus tenaga kerja asing, terutama dari China. Hasil investigasi Ombudsman selama Juni-Desember 2017, menemukan derasnya arus tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, terutama tenaga kerja dari China tanpa keterampilan.
Ombudsman melakukan investigasi itu di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan UU Cipta Kerja hanya mengatur perizinan TKA ahli untuk kebutuhan tertentu.
Aturan ini muncul karena industri dalam negeri masih membutuhkan tenaga ahli khusus yang hanya bisa diperoleh dari luar negeri.
Menurut Susiwijono, para pengusaha di dalam negeri mengaku kerap menghadapi peraturan berbelit untuk mendatangkan TKA ahli, sementara di waktu bersamaan, pelaku industri tengah menghadapi situasi darurat terkait dengan keberlangsungan industri mereka.
BACA JUGA: Survei SMRC: Mayoritas Warga Menilai Investasi Asing Tak Berdampak bagi EkonomiDalam pandangan akhir pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Undang-undang Cipta Kerja terdiri dari sebelas kluster, yakni penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan pemberdayaan perlindungan UMKM dan koperasi, kemudahan berusaha, dukungan riset, dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan, investasi dan proyek strategis nasional, serta kluster kawasan ekonomi.
Menurut Airlangga, pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah memberikan skema perlindungan baru terhadap kaum pekerja.
"Skema perlindungan ini adalah program jaminan kehilangan pekerjaan yang memberikan manfaat yaitu uang tunai dan pelatihan untuk meningkatkan maupun reskilling, akses informasi pasar tenaga kerja. Dengan demikian bagi pekerja atau buruh yang mengalami PHK tetap terlindungi dalam jangka waktu tertentu sambil mencari pekerjaan baru yang lebih sesuai," tutur Airlangga. [fw/em]