Dunia kehilangan kawasan hutan hujan tropis tua seukuran Swiss pada tahun lalu, menyusul terus berlanjutnya aktivitas deforestasi di kawasan Amazon, Brazil, menurut studi pemantauan hutan, Selasa (27/6).
Global Forest Watch, yang didukung oleh lembaga nirlaba World Resources Institute (WRI) dan menggunakan data hutan yang dikumpulkan oleh University of Maryland, mengungkapkan bahwa sekitar 41.000 km persegi hutan hujan tropis hilang pada 2022.
Tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintahan Presiden Brazil Jair Bolsonaro, yang ternyata justru menyumbang lebih dari 40 persen dari semua angka deforestasi itu.
Meskipun dunia sepakat untuk memangkas angka deforestasi menjadi nol pada 2030, tetapi kenyataannya laju kehilangan hutan tropis pada tahun lalu melebihi tingkat 2021.
Sebuah perahu tampak menyusuri Sungai Jurura di jantung Hutan Amazon, Brazil, 15 Maret 2020. (Foto: AFP)
“Angka 2022 sangat mengecewakan,” kata Francis Seymour, seorang pejabat WRI. "Kami berharap sekarang untuk melihat sinyal dalam data (yang kami miliki) bahwa kami sedang membalikkan situasi dalam situasi deforetasi ini."
Global Forest Watch menghitung 'hutan primer', yang mencakup hutan dewasa yang belum dibuka atau ditanam kembali dalam sejarah belakangan ini.
Hutan sejenis itu melindungi dunia dari perubahan iklim karena menyerap karbon dioksida dalam jumlah yang massif. Kehilangan hutan tropis pada tahun lalu menyebabkan dunia harus melepaskan sekitar 2,7 gigaton karbon dioksida, setara dengan emisi bahan bakar fosil tahunan India, kata laporan itu.
BACA JUGA: Pemerintah Katakan Laju Deforestasi Menurun, Aktivis Bantah
Indonesia dan Malaysia berhasil menjaga angka deforestasi hingga mendekati rekor terendah, melanjutkan rangkaian penurunan deforestasi selama bertahun-tahun yang didorong oleh perkebunan kelapa sawit.
Kebijakan Indonesia yang ketat, seperti moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut, membantu pencapaian tersebut.
Negara-negara dengan area hutan yang luas lainnya kesulitan untuk mengikuti kemajuan yang dicapai Asia. Republik Demokratik Kongo dan Bolivia mengalami kehilangan hutan tropis terbesar setelah Brazil.
Pembukaan hutan untuk proyek pemerintah di Gunung Mas, Kalimantan, 5 Maret 2021. (Foto: AFP/Galih)
Pertanian komoditas sebagian besar bertanggung jawab atas deforestasi di Bolivia, kata para pakar, karena pemerintah mendukung ekspansi agribisnis. Bolivia adalah satu dari sedikit negara yang tidak bergabung dengan janji nol deforestasi.
Namun kesepakatan itu belum membuat perbedaan yang berarti. Analisis Global Forest Watch menemukan luas deforestasi pada 2022 lebih dari 10.000 km persegi melebihi apa yang diperlukan untuk menghentikannya pada 2030.
“Kita berada jauh dari jalur dan mengarah ke arah yang salah,” kata Rod Taylor, Direktur Program Hutan Global WRI.
Dunia kehilangan hutan 10 persen lebih sedikit pada 2022 dibandingkan 2021, karena lebih sedikit kebakaran besar yang terjadi di hutan boreal Rusia, meskipun negara tersebut masih kehilangan 43.000 km persegi hutan rapat pada tahun lalu. [ah/rs]