Pilpres 2024 masih tiga tahun lagi, tetapi para tokoh politik mulai bergeliat. Foto-foto setengah badan terpampang mentereng di jalan-jalan utama. Tak jarang sebagian tokoh politik nasional blusukan ke perkampungan sambil membagikan bantuan sosial.
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menyempatkan diri mengunjungi pemukiman warga di Solo pekan lalu. Berulang kali rombongan itu mengenalkan Airlangga pada warga sebagai kandidat di Pilpres 2024.
VOA juga mendapat video rekaman berisi dukungan kader partai berlogo pohon beringin itu dengan yel-yel Airlangga sebagai kandidat di Pilpres 2024. "Golkar Indonesia. Golkar menang. Golkar menang. Airlangga Hartarto Presiden. Airlangga Hartarto Presiden,” pekik orang-orang yang ada dalam rekaman video itu.
Kondisi serupa terjadi pada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sepekan ini marak deklarasi dukungan relawan pada kader PDIP itu maju di Pilpres 2024. Relawan Ganjar di 17 kabupaten mendeklarasikan dukungan mereka.
Mendongkrak Popularitas
Baliho bergambar tokoh politik nasional mulai mudah dilihat dan terpasang balihonya di berbagai daerah. Cara ini dianggap masih efektif mengenalkan tokoh politik nasional. Ada baliho dengan foto Puan Maharani dan logo PDI-Perjuangan, Airlangga Hartarto dengan logo Partai Golkar, hingga Agus Harimurti Yudhoyono AHY dengan logo Partai Demokrat.
Sementara Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Ridwan Kamil menggunakan media sosial untuk mendongkrak popularitas.
Tak semua tokoh politik nasional itu secara terbuka mengisyaratkan maju di Pilpres 2024. Airlangga Hartarto, enggan banyak komentar menanggapi terkait peluang maju di Pilpres 2024. Tahun politik 2024 itu, ujar Airlangga, masih lama.
“Bukan politis. Ini 2021, 2024 kan masih lama,” tegas Airlangga di Solo, Kamis (23/9).
Popularitas, Elektabilitas dan Loyalitas
Ambang batas atau presidential threshold untuk dapat mencalonkan calon presiden dan calon wakil presiden bagi partai-partai adalah jika mereka meraih sedikitnya 20 persen kursi parlemen, atau 115 kursi DPR.
PDI-Perjuangan memiliki 128 kursi di DPR dan menjadi partai tunggal yang memiliki peluang melenggang mengusung kandidat tanpa koalisi.
Parpol lain yang memiliki peluang, tetapi perlu membentuk koalisi dalam pencalonan ini antara lain: Partai Golkar 85 kursi, Partai Gerindra 78 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, Partai PKB 58 kursi, Partai Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi.
Tahapan pilpres akan dimulai bulan Juli tahun 2022 atau 20 bulan sebelum pencoblosan pada 2024.
Sejauh ini partai politik masih memilih sikap hati-hati. Ketika muncul berbagai dukungan agar Ganjar Pranowo maju di pilpres 2024, PDI-Perjuangan – partai di mana Ganjar berteduh – mengingatkan dengan menyampaikan potensi pemberian sanksi bagi kader yang nekad menggalang dukungan sebelum Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Sukarnoputri menetapkan kandidat pilihannya.
Ketika berkunjung ke Solo pada 21 September, Ganjar mengatakan menyerahkan seluruh keputusan politik pada mekanisme partai. "Dampak pandemi ini kita selesaikan secara tuntas dan total. Urusan lain itu sudah dijelaskan.Pokoknya cerita capres sudah ditentukan oleh partai, nanti Bu Mega ya,” ungkap Ganjar.
Ia menggarisbawahi tekadnya sebagai Gubernur Jawa Tengah untuk memusatkan perhatian pada upaya menangani pandemi terlebih dahulu, yang menurutnya telah menimbulkan “dampak serius pada kondisi masyarakat secara ekonomi, pendidikan hingga kesehatan.”
UU Pemilu Tak Kenal Calon Independen
Pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Dr. Agus Riewanto mengatakan mendongkrak popularitas tokoh politik melalui cara konvensional lewat baliho hingga cara baru di media sosial merupakan langkah wajar. Menurut Agus, popularitas dan elektabilitas menjadi modal partai politik melihat peluang mengusung kandidat.
Keputusan partai politik dan hasil survei kandidat yang sering berlawanan, ungkap Agus, menjadi realitas yang harus diterima. Disini lah loyalitas kandidat sebagai kader parpol sedang diuji, ujarnya.
BACA JUGA: Mesin Politik Kontestasi 2024 Mulai Dipanaskan"Dalam proses politik tidak hanya butuh terkenal saja kan. Parpol yang menentukan keputusan kandidatnya di Pilpres. Popularitas itu asumsinya akan diingat publik dan peluang terpilih di Pilpres 2024. Popularitas bisa lewat multimedia dari baliho hingga media sosial," ungkap Agus saat dihubungi VOA.
Agus, yang pernah menjabat ketua KPU Sragen ini menambahkan, dinamika politik Pilpres 2024 masih panjang. Masih harus dilihat apakah koalisi partai di pemerintahan Jokowi akan tetap bertahan di zona nyaman dengan PDI-Perjuangan atau bergejolak bisa dilihat setahun ke depan.
Agus menjelaskan regulasi tidak memberikan peluang majunya tokoh dari jalur independen di Pilpres 2024, sehingga hanya partai politik yang memiliki peran penting dalam mekanisme pesta demokrasi lima tahunan itu.
"Calon independen tidak dikenal dalam Pilpres. UUD 1945 pasal 6 menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden itu pasangan diajukan partai politik maupun gabungan parpol. Kandidat calon independen tidak bisa maju di Pilpres. Ini sudah dikunci regulasi dan konstitusi. Beda dengan Pilkada, jalur independen dibuka,” ungkas dosen hukum tata negara ini. [ys/em]