Para demonstran di Provinsi Papua membakar ban-ban dan membakar gedung kantor DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/8), menyusul unjuk rasa memprotes penahanan sejumlah mahasiswa Papua, menurut berbagai laporan media dan seorang pejabat.
Gerakan separatis telah bergolak selama puluhan tahun di Papua. Di sana juga sering muncul keluhan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Indonesia.
BACA JUGA: Polda Papua Tak Tambah Pasukan untuk Kejar Pelaku Pembunuhan Briptu HedarDemonstrasi sepertinya dipicu oleh kemarahan atas penahanan sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya karena membengkokkan sebuah tiang bendera di depan sebuah asrama saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus, menurut para aktivis Papua. Penahan itu memicu kemarahan warga Papua.
Polisi menembakkan gas air mata ke asrama sebelum menangkap 43 orang. Para petugas yang melakukan operasi mengatai para mahasiswa itu "monyet," kata Albert Mungguar, salah seorang aktivis dalam konferensi pers Minggu (18/8).
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan orang Papua sangat marah karena "kata-kata yang sangat rasis oleh orang-orang Jawa Timur, polisi dan militer," katanya kepada stasiun TVOne.
Senin pagi, para demonstran Papua membakar gedung kantor DPRD Papua Barat dan memblokir jalan-jalan di Ibu Kota Papua Barat, Manokwari, dengan membakar ban-ban dan ranting-ranting, kata Wakil Gubernur Mohamad Lakotani.
Video yang ditayangkan TV memperlihatkan sekitar 150 orang berpawai di jalan-jalan di Manokwari, serta video asap membubung dari gedung DPRD.
BACA JUGA: Tim Kemanusiaan Nduga: Pengungsi Tolak Bantuan PemerintahJuru bicara kepolisian Dedi Prasetyo mengatakan pasukan keamanan berusaha meredakan situasi.
“Perundingan dan komunikasi sedang berlangsung. Pada umumnya situasi terkendali," kata Prasetyo di Jakarta, melalui pesan singkat.
Sebuah protes terpisah dan damai yang diikuti sekitar 500 orang juga berlangsung di Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua, kata Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Pol. AM Kamal lewat telepon. [vm/ft]