Para pengecam kesepakatan Brexit di Inggris menyerukan renegosiasi perjanjian yang dirundingkan antara Inggris dan Uni Eropa mengenai syarat-syarat bagi keluarnya Inggris dari blok tersebut.
Pemungutan suara mengenai kesepakatan itu di majelis rendah parlemen Inggris dijadwalkan berlangsung Selasa besok. Tetapi ada juga pengecam di kalangan pendukung Brexit selain mereka yang menginginkan Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa.
Pemerintah memperingatkan bahwa mungkin tidak akan ada Brexit apabila para anggota parlemen menolak kesepakatan itu. Berikut laporan wartawan VOA Zlatica Hoke selengkapnya.
Para aktivis dan politisi anti-Brexit berkumpul di London, Minggu (10/12) untuk menentang rencana kesepakatan Brexit menjelang pemungutan suara penting, Selasa (11/12) di parlemen.
“Mengingat kerusakan yang akan ditimbulkan Brexit terhadap standar-standar lingkungan hidup kita, hak-hak pekerja kita, hak asasi kita, mengingat bahwa dengan Brexit maka warga Uni Eropa yang telah mencari nafkah dengan bersungguh-sungguh kini merasa mereka tidak diterima, kami akan menolak Brexit karena kami menolak kebijakan itu,” kata Caroline Lucas, anggota parlemen dari Partai Hijau.
Dalam suatu referendum tahun 2016, hampir 52 persen pemilih mendukung Brexit, istilah bagi keluarnya Inggris dari blok beranggotakan 28 negara. Namun sebagian dari mereka yang mendukung Brexit juga tidak puas dengan kesepakatan itu dan menuntut pemungutan suara mengenal hal tersebut.
“Pemerintah kita sendiri telah membawa kembali apa yang disebut kesepakatan yang semakin mengikat kita pada Uni Eropa, tetapi menyingkirkan representasi kita. Ini bukan Brexit sama sekali dan mereka berpura-pura itu demikian, jadi kami di sini untuk menyoroti pengkhianatan ini,” kata Diane Rose, demonstran asal Tottenham.
Para aktivis gerakan yang disebut People’s Vote menyatakan, ada dukungan yang kian berkembang bagi referendum mengenai kesepakatan Brexit di kalangan pendukung dan penentang isu tersebut.
“Karena para pendukung Brexit juga tidak puas dengan kesepakatan ini, mereka kini menyadari bahwa mereka telah dikecoh dan mereka mendapatkan suatu kesepakatan yang tidak mereka sukai. Ini tidak menyelesaikan isu-isu yang membuat mereka mendukung Brexit, dan mereka sekarang mulai menyadari bahwa pemerintah Inggrislah masalahnya,” jelas seorang aktivis People’s Vote, David Hardman.
Para pengecam menyatakan kesepakatan itu tidak menguntungkan bagi Inggris dan tidak cukup menjelaskan masa depan hubungan dagang antara Inggris dan Uni Eropa. Banyak yang memprediksi kesepakatan itu tidak akan mendapatkan dukungan parlemen pada hari Selasa. Menteri urusan Brexit Inggris, Stephen Barclay telah mengakui adanya kemungkinan tersebut, tetapi ia mengatakan penolakan kesepakatan itu akan berdampak buruk bagi ekonomi negara.
“Yang bisa saya jelaskan adalah konsekuensi tidak lolosnya pemungutan suara pekan depan akan menjadi ketidakpastian bagi bisnis, ketidakpastian bagi lapangan kerja,” jelas Stephen Barclay.
Perdana Menteri Inggris Theresa May, dari partai Konservatif, telah memperingatkan bahwa penolakan kesepakatan Brexit oleh parlemen dapat membuat Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa dan membuat Partai Buruh, yang beroposisi, berkuasa. [uh/ab]