Para aktivis pro-demokrasi menuntut pengawasan publik atas kekayaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn selama protes pada hari Rabu (25/11) di luar kantor pusat sebuah bank besar di mana dia termasuk pemegang saham terbesar. Demonstrasi itu merupakan protes yang menantang setelah polisi memanggil puluhan pemimpin protes atas dugaan pencemaran nama baik terhadap pihak kerajaan.
Beberapa bulan sejak dimulainya unjuk rasa anti-pemerintah yang hampir berlangsung setiap hari, gerakan pro-demokrasi dengan sebutan Ratsadorn, atau ‘Rakyat,’ itu tidak menunjukkan tanda-tanda kehilangan semangat, terlepas dari risiko bertambahnya bentrokan dengan pihak ultra-royalis dan gelombang dakwaan berdasarkan hukum yang kejam tentang penghinaan terhadap kepala negara - dengan ketentuan hukuman penjara hingga 15 tahun.
Polisi memanggil sedikitnya 12 pemimpin protes malam hari itu dari berbagai wilayah untuk mendengarkan tuduhan penghinaan terhadap kepala negara - yang dikenal dalam KUHP nomor 112. Ini adalah kasus pertama yang dikemukakan dalam beberapa tahun sementara pihak berwenang beraksi dalam penghentian grafiti anti-monarki yang merajalela, sejumlah spanduk dan pidato yang kini mengiringi setiap aksi protes.
BACA JUGA: Demonstran Pro-Demokrasi Sebut Pemerintah Thailand 'Dinosaurus'Beberapa ribu pengunjuk rasa berkumpul di sekitar kantor pusat bank Komersial Siam, salah satu pemberi pinjaman terbesar di Thailand. Raja disebut memiliki 23,5% saham yang bernilai sekitar $ 2,3 miliar berdasarkan harga saham hari Rabu (25/11).
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang berada di balik layar tidak seperti dalam enam tahun sebelumnya sejak merebut kekuasaan sebagai panglima militer dalam kudeta tahun 2014, sejauh ini menolak untuk mengundurkan diri dan pada hari Rabu menampik laporan bahwa dirinya mungkin mempertimbangkan keadaan darurat militer untuk mengendalikan protes-protes tersebut. [mg/lt]