Departemen Kehakiman AS pada hari Kamis (21/3) mengumumkan gugatan antimonopoli besar-besaran terhadap Apple, menuduh raksasa teknologi itu merekayasa monopoli ilegal dalam industri ponsel pintar yang mengucilkan kompetitor dan menghambat inovasi.
Gugatan hukum yang diajukan di pengadilan federal di New Jersey itu menuduh Apple memonopoli pasar ponsel pintar dan menggunakan kendalinya atas iPhone untuk “melakukan tindakan ilegal secara luas dan berkelanjutan.”
Gugatan yang diajukan bersama 16 jaksa agung negara bagian itu merupakan contoh terbaru langkah yang diambil Departemen Kehakiman AS untuk menegakkan secara agresif undang-undang antimonopoli federal yang disebut para pejabat bertujuan memastikan pasar yang adil dan kompetitif, bahkan ketika departemen itu mengalami kekalahan dalam kasus-kasus antimonopoli besar lainnya.
Apple menyebut gugatan itu “keliru berdasarkan fakta yang ada dan undang-undang” dan menyatakan “akan sekuat tenaga membela diri menghadapi gugatan itu.”
BACA JUGA: CEO Google Dicecar dalam Sidang Antimonopoli ASPresiden AS Joe Biden telah meminta Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal untuk menegakkan undang-undang antimonopoli secara tegas. Meningkatnya pengawasan terhadap merger perusahaan dan kesepakatan bisnis mendapat perlawanan dari sebagian pemimpin bisnis yang mengatakan bahwa pemerintahan AS di bawah Partai Demokrat telah melampaui batas, meskipun sebagian lainnya justru memuji langkah tersebut, dan menganggapnya sudah lama ditunggu-tunggu.
Kasus itu secara langsung menyasar benteng digital Apple di Cupertino, California, yang dibangun dengan seksama untuk pengembangan iPhone dan produk-produk Apple populer lainnya, seperti iPad, Mac dan Apple Watch untuk menciptakan apa yang seringkali disebut sebagai “walled garden”, alias “taman bertembok”, sehingga perangkat keras dan lunak yang dirancangnya dengan teliti dapat berkembang bersama dengan mulus sembari mewajibkan konsumen untuk melakukan lebih dari sekadar menyalakan perangkat mereka.
Strategi itu telah membuat Apple menjadi perusahaan paling kaya di dunia, dengan pendapatan tahunan hampir $400 miliar dan, hingga belum lama ini, memiliki nilai pasar lebih dari $3 triliun. Akan tetapi, saham Apple tahun ini justru anjlok tujuh persen, sementara sebagian besar saham perusahaan lain justru mengalami kenaikan signifikan. Perkembangan itu membuat rival lama Apple, Microsoft, yang juga disasar Departemen Kehakiman AS dalam kasus antimonopoli seperempat abad lalu, untuk merebut gelar perusahaan paling berharga di dunia.
Apple mengatakan, jika gugatan dikabulkan, itu akan “menghambat kemampuan kami untuk menciptakan jenis teknologi yang diharapkan orang-orang dari Apple – di mana perangkat keras, perangkat lunak dan berbagai layanan saling beririsan” dan akan “menciptakan preseden yang berbahaya, memberi pemerintah kekuasaan untuk ikut campur dalam merancang teknologi masyarakat.”
“Di Apple, kami berinovasi setiap hari untuk membuat teknologi yang dicintai masyarakat – merancang produk-produk yang bekerja bersama-sama dengan mulus, melindungi privasi dan keamanan masyarakat, dan menciptakan pengalaman yang ajaib bagi para pengguna kami,” kata perusahaan berlogo buah apel itu dalam sebuah pernyataan. “Gugatan hukum ini mengancam jati diri kami dan prinsip-prinsip yang membuat Apple menonjol di tengah pasar yang sangat kompetitif.”
Apple membela “taman bertembok”-nya sebagai fitur yang sangat diperlukan dan berharga bagi konsumen yang ingin memperoleh perlindungan terbaik atas data pribadi mereka. Apple menggambarkan tembok itu sebagai cara iPhone membedakan diri dari perangkat lain yang menggunakan sistem Android milik
Google, yang tidak membatasi seperti Apple, dan mengizinkan produsen ponsel lain menggunakan sistem tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
Kekhawatiran akan gugatan antimonopoli terhadap model bisnis Apple turut menyebabkan jatuhnya nilai saham perusahaan itu, selain kekhawatiran bahwa Apple tertinggal – jika dibandingkan Microsoft dan Google – dalam mengembangkan produk-produk yang didukung teknologi kecerdasan buatan.
Akan tetapi, regulator antimonopoli dengan jelas menyatakan dalam tuduhan mereka bahwa mereka memandang taman bertembok Apple lebih digunakan sebagai senjata untuk menyingkirkan kompetisi, sehingga menciptakan kondisi pasar yang memungkinkan perusahaan itu mematok harga yang lebih tinggi dan dengan demikian meningkatkan jumlah keuntungan yang mereka terima sambil menghambat inovasi.
“Konsumen tidak sepatutnya harus membayar harga lebih mahal karena perusahaan-perusahaan melanggar undang-undang antimonopoli,” kata Jaksa Agung AS Merrick Garland dalam sebuah pernyataan. “Kami menuduh bahwa Apple telah mempertahankan kekuatan monopolinya dalam pasar ponsel pintar, tidak dengan mempertahankan keunggulannya secara patut, namun dengan melanggar undang-undang antimonopoli federal. Jika dibiarkan, Apple hanya akan semakin memperkuat monopoli ponsel pintarnya.”
Dengan pengekangan dominasi Apple, pemerintahan Biden meningkatkan upayanya untuk memerangi monopoli yang telah lebih dulu berujung pada gugatan hukum terhadap Google dan Amazon, yang dituduh terlibat dalam taktik ilegal untuk menyingkirkan persaingan, serta upaya gagal untuk menghalangi akuisisi Microsoft dan Meta. [rd/ka]