Penanganan tiga anak pengidap HIV yang mendapat penolakan dari masyarakat di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara akan diambil alih oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal itu dikatakan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon kepada VOA, Minggu (4/11).
Rapidin mengatakan kebijakan itu dilakukan karena sampai saat ini tidak ditemukan kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir dengan Komite AIDS Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) terutama soal pendidikan untuk ketiganya.
“Karena kita sudah beberapa kali mediasi antara pihak HKBP komisi penanganan AIDS dengan orang tua para siswa sampai sekarang belum ada titik temu. Akhirnya saya coba untuk menghubungi Bu Menteri (Nila Moeloek) dan beliau akan mengambil kebijakan anak yang tiga itu dibawa berobat ke Medan. Nanti akan dicarikan solusi bagaimana untuk ketiga anak ini. Artinya baik dari sisi pendidikannya dan penanganan kesehatannya,” kata Rapidin.
BACA JUGA: Meski Tak Jadi Diusir, Warga Tetap Tak Mau Anak HIV BersekolahBupati Samosir: Belum Ada Kepastian Penanganan Seperti Apa yang Dilakukan Kemenkes
Lanjut Rapidin, nantinya Kementerian Kesehatan melalui Menteri Kesehatan, Nila Moeloek yang akan berkomunikasi langsung dengan Komite AIDS HKBP. Namun, Rapidin tidak bisa memastikan kebijakan apa saja yang akan dilakukan Kementerian Kesehatan terhadap tiga anak pengidap HIV di Nainggolan. Dan bukan tidak mungkin ketiganya akan dibawa keluar dari Samosir dan mendapat pendidikan di tempat lain.
“Seperti itu yang dikatakan Bu Menteri, tapi itu pembicaraan melalui telepon. Apakah nanti itu bisa terlaksana atau tidak, kita lihat perkembangannya. Yang jelas Pemkab Samosir sampai saat ini tetap melindungi anak itu, dan masih menawarkan salah satu pendidikan home-schooling kepada anak-anak tersebut. Sembari menunggu kita sosialisasi bisa meyakinkan warga untuk menerima anak-anak secara bersama dengan mereka yang tidak terkena Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jadi kita masih terus meyakinkan baik dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan tetap diupayakan,” beber Rapidin.
Komite AIDS HKBP Belum Dapat Informasi
Sementara itu di lain sisi, Komite AIDS HKBP – yang merupakan pengasuh ketiga anak pengidap HIV – melalui Kepala Departemen Diakonia HKBP, Debora Purada Sinaga mengatakan pihaknya belum mendapat informasi terkait Kementerian Kesehatan akan mengambil alih penanganan pengobatan ketiganya. Namun, Komite AIDS HKBP masih berpikir ulang jika tawaran dari Kementerian Kesehatan untuk mengambil alih penanganan ketiganya hanya terfokus pada penyembuhan anak-anak tersebut.
“Kalau terkait Kementerian Kesehatan itu kan kita masih belum ada komunikasi. Kalau terkait masalah kesehatan sebenarnya sebelum Pemkab ambil alih kami memang sudah konsen untuk pengobatan mereka sejak dari awal. Baik bagaimana dengan kehidupan kesehariannya, dan pengobatan itu sebenarnya tidak menjadi kesulitan bagi kami," ucap Debora kepada VOA.
Ia menambahkan, "Yang menjadi kesulitan bagi kami adalah masalah pendidikan anak sebagaimana yang terus menerus kita mohon kepada Pemkab Samosir agar anak memperoleh pendidikan layak sebagaimana diatur dalam undang-undang. Jadi saya pikir wajar-wajar saja perawatan yang diberikan Pemkab Samosir, tapi tuntutan kami adalah agar anak memperoleh pendidikan di sekolah publik bukan home-schooling. Karena dengan home-schooling justru membuat anak semakin terpuruk kondisinya.”
BACA JUGA: Kampanye HIV/AIDS Minim, Pengetahuan Warga di Nainggolan TerbatasKemenkes Ambil Alih Soal Kesehatan atau juga Pendidikan?
Masih kata Debora, yang dipermasalahkan bukan soal kesehatan ketiga anak tersebut, tetapi soal pendidikan dan masa depan; serta persepsi yang salah diantara warga. Oleh karena itu jika Kementerian Kesehatan hanya mengambil alih penanganan kesehatan ketiga anak pengidap HIV, Komite AIDS HKBP tidak setuju. Namun apabila Kementerian Kesehatan juga memberikan pendidikan umum terhadap ketiganya kendati di luar Samosir pihak Komite AIDS HKBP tentu akan menyambut positif hal itu.
“Kalau istilah mengambil alih itu harus kami perbincangkan dengan pengurus, karena ini Komite AIDS HKBP berada dinaungan HKBP jadi segala sesuatu yang harus diputuskan itu harus didiskusikan dulu. Karena bagi saya bukan masalah kesehatannya. Kalau masalah kesehatan cukup banyak yang membantu mereka. Tapi yang kita khawatirkan bukan masalah kesehatan. HKBP juga cukup banyak punya dokter dan perawat yang mengerti tentang HIV jadi saya pikir tidak setuju kalau Kemenkes mengambil alih. Kalau di luar Samosir dan sekolah umum ya kita akan diskusikan. Yang penting itu sekolah publik bukan home-schooling. Tapi yang perlu kami tegaskan di sini, bukan berarti membiarkan anak keluar dari Samosir itu berarti penyelesaian. Kami sampai sekarang memperjuangkan pendidikan anak di sekolah publik. Kami setuju apabila di luar Samosir sejauh itu didampingi HKBP. Kami akan bawa anak ini ke mana saja karena ini adalah tugas dan amanah yang sudah diberikan kepada Komite AIDS HKBP,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Debora juga mengungkapkan dua dari tiga anak pengidap HIV yang ditolak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum di Samosir, kini sedang berada di Balige.
“Dua anak yang sekarang sudah kembali ke Komite AIDS HKBP Balige, dan berada dalam penanganan. Mereka terus bertanya kapan kami bisa sekolah seperti anak lainnya. Sementara waktu mereka masih berada dalam penanganan di Komite AIDS HKBP Balige, karena apabila mereka harus kembali ke Nainggolan saat ini tapi dia tidak bisa sekolah seperti anak lainnya membuat psikologis mereka semakin terganggu,” tutup Debora.
Meski Tak Diusir, Warga Larang Tiga Anak Pengidap HIV Bersekolah di Sekolah Umum
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga anak yang terdiri dari seorang laki-laki berinisial H (11) dan dua perempuan berinisial SA (10), dan S (7) penduduk luar Kabupaten Samosir, didatangkan ke Rumah Sakit HKBP Nainggolan untuk dirawat di sana. Pemkab Samosir kemudian mendaftarkan ketiganya di sekolah, yaitu satu anak di PAUD Welipa, dan dua lainnya di SD Negeri 2 Nainggolan. Namun baru sehari bersekolah, ketiganya tidak diizinkan masuk lantaran sebagian besar orang tua siswa lainnya menolak anak mereka berada di kelas dan sekolah yang sama dengan ketiga anak penderita HIV itu. (aa/em)