Dewan Keamanan PBB, pada Selasa (27/12), menyerukan partisipasi perempuan dan anak perempuan secara penuh, setara dan bermakna, serta mengecam larangan untuk menempuh pendidikan di universitas atau bekerja di kelompok bantuan kemanusiaan yang dikeluarkan Taliban.
Dalam pernyataan yang disepakati melalui konsensus, 15 anggota dewan itu mengatakan larangan bagi perempuan dan anak perempuan untuk menempuh pendidikan di bangku SMA dan universitas di Afghanistan “mencerminkan peningkatan erosi untuk menghormati HAM dan kebebasan fundamental.”
Larangan bagi perempuan untuk berkuliah diumumkan pada minggu lalu oleh Taliban ketika Dewan Keamanan PBB sedang melangsungkan pertemuan di New York. Anak-anak perempuan di negara itu sebelumnya telah dilarang bersekolah di bangku SMA sejak Maret lalu.
Dewan itu mengatakan larangan terhadap perempuan pekerja kemanusiaan yang diumumkan pada Sabtu (24/12) lalu “akan berdampak langsung dan signifikan terhadap operasi kemanusiaan di negara itu,” termasuk yang dilakukan PBB.
“Pembatasan ini bertolak belakang dengan komitmen yang dibuat Taliban pada rakyat Afghanistan dan juga harapan masyarakat internasional,” ujar Dewan Keamanan, yang juga menyampaikan dukungan penuh pada Misi Politik PBB di Afghanistan UNAMA.
Empat kelompok bantuan utama dunia, yang upaya kemanusiaannya menjangkau jutaan warga Afghanistan, pada Minggu (25/12) mengatakan mereka telah menangguhkan operasi karena tidak mampu menjalankan program-programnya tanpa bantuan staf perempuan.
Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths pada minggu lalu memberitahu Dewan Keamanan bahwa 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan, dua pertiga populasi perlu bantuan untuk hidup, 20 juta orang menghadapi kelaparan akut dan 1,1 juta remaja putri dilarang bersekolah.
Taliban mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus 2021. Ketika berkuasa 20 tahun lalu, Taliban juga melarang anak perempuan bersekolah; namun mereka mengatakan kebijakan itu telah berubah. Pemerintah pimpinan Taliban belum diakui secara internasional. [em/rs]