Tekanan terhadap pemerintah Thailand mereda hari Jumat (21/2) setelah ribuan petani padi menerima janji pemerintah untuk melakukan pembayaran pekan depan.
BANGKOK —
Sektor beras Thailand masih sangat bermasalah sementara pemerintah berusaha menemukan cara untuk membayar puluhan ribu petani.
Menghadapi ancaman dari ribuan petani yang berdatangan ke Bangkok, pemerintahan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra yang terjepit hari Jumat berhasil membujuk agar mereka pulang dengan janji untuk membayar tunggakan hutang pemerintah pekan depan.
Para petani, dari daerah Thailand tengah, termasuk diantara sekitar satu juta petani padi yang menunggu pembayaran yang terlambat untuk hasil panen tahun lalu berdasarkan program dukungan harga beras yang kontroversial.
Pemerintah Thailand telah mengeluarkan lebih dari $ 20 miliar selama dua tahun ini kepada para petani dan pabrik penggilingan beras sebagai bagian dari kebijakan untuk membayar petani 50 persen di atas harga beras dunia.
Program itu merupakan bagian utama manifesto pemilu tahun 2001 Partai Pheu Thai, dan membantu partai itu meraih dukungan suara dari para pemilih di daerah pedesaan di Thailand utara dan barat laut.
Namun para analis dan pengamat industri beras mengatakan kebijakan itu dibayangi tuduhan korupsi dan dugaan mengenai kesepakatan palsu antar pemerintah yang gagal terwujud.
Vichai Siriprasert, presiden kehormatan dari Asosiasi Eksportir Beras Thailand, mengatakan kebijakan itu telah menyebabkan kerugian besar bagi pemerintah.
“Kini kita menghadapi kekacauan besar karena harga beras dipatok pada tingkat yang salah. Kita tahu konsekuensinya, kita tidak bisa menjual beras. Kelebihan persediaan beras dan kehabisan uang. Menurut saya pemerintah akan merugi kira-kira dua pertiga dari investasinya. Jadi setelah dua tahun, mereka hanya berhasil memperoleh kembali 18 baht untuk setiap 100 baht yang diinvestasikan dalam kebijakan tersebut,” papar Vichai Siriprasert.
Kemarahan atas keterlambatan pembayaran telah meningkat di kalangan masyarakat pedesaan sementara hutang para petani menumpuk. Asosiasi petani melaporkan 11 kasus bunuh diri petani terkait keterlambatan pembayaran ini.
Awal pekan ini, PM Yingluck tampil di saluran TV nasional, menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat.
Tapi seiring PM Yingluck menyampaikan kesedihannya kepada para petani, ia membela kebijakan itu, dengan mengklaim bahwa keterlambatan pembayaran terjadi karena berlangsungnya protes anti-pemerintah di Bangkok
Pada saat bersamaan, Komisi Anti-Korupsi Nasional ( NACC ) mengajukan gugatan terhadap PM Yingluck atas perannya sebagai ketua komis kebijakan beras nasional. PM Yingluck telah membantah tuduhan tersebut.
Menghadapi ancaman dari ribuan petani yang berdatangan ke Bangkok, pemerintahan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra yang terjepit hari Jumat berhasil membujuk agar mereka pulang dengan janji untuk membayar tunggakan hutang pemerintah pekan depan.
Para petani, dari daerah Thailand tengah, termasuk diantara sekitar satu juta petani padi yang menunggu pembayaran yang terlambat untuk hasil panen tahun lalu berdasarkan program dukungan harga beras yang kontroversial.
Pemerintah Thailand telah mengeluarkan lebih dari $ 20 miliar selama dua tahun ini kepada para petani dan pabrik penggilingan beras sebagai bagian dari kebijakan untuk membayar petani 50 persen di atas harga beras dunia.
Program itu merupakan bagian utama manifesto pemilu tahun 2001 Partai Pheu Thai, dan membantu partai itu meraih dukungan suara dari para pemilih di daerah pedesaan di Thailand utara dan barat laut.
Namun para analis dan pengamat industri beras mengatakan kebijakan itu dibayangi tuduhan korupsi dan dugaan mengenai kesepakatan palsu antar pemerintah yang gagal terwujud.
Vichai Siriprasert, presiden kehormatan dari Asosiasi Eksportir Beras Thailand, mengatakan kebijakan itu telah menyebabkan kerugian besar bagi pemerintah.
“Kini kita menghadapi kekacauan besar karena harga beras dipatok pada tingkat yang salah. Kita tahu konsekuensinya, kita tidak bisa menjual beras. Kelebihan persediaan beras dan kehabisan uang. Menurut saya pemerintah akan merugi kira-kira dua pertiga dari investasinya. Jadi setelah dua tahun, mereka hanya berhasil memperoleh kembali 18 baht untuk setiap 100 baht yang diinvestasikan dalam kebijakan tersebut,” papar Vichai Siriprasert.
Kemarahan atas keterlambatan pembayaran telah meningkat di kalangan masyarakat pedesaan sementara hutang para petani menumpuk. Asosiasi petani melaporkan 11 kasus bunuh diri petani terkait keterlambatan pembayaran ini.
Awal pekan ini, PM Yingluck tampil di saluran TV nasional, menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat.
Tapi seiring PM Yingluck menyampaikan kesedihannya kepada para petani, ia membela kebijakan itu, dengan mengklaim bahwa keterlambatan pembayaran terjadi karena berlangsungnya protes anti-pemerintah di Bangkok
Pada saat bersamaan, Komisi Anti-Korupsi Nasional ( NACC ) mengajukan gugatan terhadap PM Yingluck atas perannya sebagai ketua komis kebijakan beras nasional. PM Yingluck telah membantah tuduhan tersebut.