Ditetapkan Sebagai Entitas yang Terkait Militer China, DJI Gugat Dephan AS

Seorang perempuan melewati toko produsen drone China, DJI, di dalam sebuah pusat perbelanjan di Beijing, 15 Desember 2021. (Foto: Carlos Garcia Rawlins/Reuters)

DJI, yang memasok setengah dari drone komersial AS, menegaskan bahwa pihaknya  “tidak dimiliki atau dikendalikan oleh militer China.”

DJI, yang berbasis di China, menggugat Departemen Pertahanan pada Jumat (18/10) karena memasukkan produsen drone tersebut ke dalam daftar perusahaan yang diduga bekerja sama dengan militer Beijing. Perusahaan itu mengatakan bahwa penetapan tersebut salah dan telah menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan tersebut.

DJI meminta Hakim Distrik di Washington agar memerintahkan Pentagon untuk mengeluarkan perusahaan itu dari daftar “perusahaan militer China." Perusahaan itu menegaskan bahwa pihaknya “tidak dimiliki atau dikendalikan oleh militer China.”

DJA sendiri adalah produsen drone terbesar di dunia yang memasok lebih dari separuh dari seluruh drone komersial AS.

Memasukkan perusahaan ke dalam daftar menjadi peringatan bagi entitas bisnis AS dan perusahaan tentang risiko keamanan nasional dalam menjalankan bisnis dengan perusahaan-perusahaan tersebut.

BACA JUGA: Microsoft: Penjahat Siber Tingkatkan Dukungan untuk Rusia, China

Gugatan DJI mengatakan karena “keputusan yang melanggar hukum dan salah arah” dari Departemen Pertahanan, DJI telah “kehilangan kesepakatan bisnis, mendapat stigma sebagai ancaman keamanan nasional, dan dilarang melakukan kontrak dengan beberapa lembaga pemerintah federal.”

Perusahaan menambahkan, "Pelanggan AS dan internasional telah mengakhiri kontrak yang ada dengan DJI dan menolak untuk membuat kontrak baru."

Departemen Pertahanan tidak segera menanggapi permintaan komentar.

DJI mengatakan padaJumat bahwa pihaknya mengajukan gugatan tersebut setelah Departemen Pertahanan tidak berhubungan dengan perusahaan tersebut mengenai penetapan tersebut selama lebih dari 16 bulan. Lebih lanjut, perusahaan itu mengatakan pihaknya “tidak mempunyai pilihan lain selain mencari bantuan di pengadilan federal.”

BACA JUGA: Amerika Serikat Masukkan Nikel Indonesia ke “Daftar Pekerja Paksa”

Di tengah ketegangan hubungan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, daftar terbaru ini adalah salah satu dari banyak tindakan yang diambil Washington dalam beberapa tahun terakhir untuk menyoroti dan membatasi perusahaan-perusahaan China yang menurut mereka dapat memperkuat militer Beijing.

Banyak perusahaan besar China yang masuk dalam daftar tersebut, termasuk perusahaan penerbangan AVIC, pembuat cip memori YMTC, China Mobile, dan perusahaan energi CNOOC.

DJI menghadapi tekanan yang semakin besar di Amerika Serikat.

Awal pekan ini DJI mengatakan kepada Reuters bahwa Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan menghentikan impor beberapa drone DJI memasuki Amerika Serikat, dengan alasan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur.

DJI mengatakan tidak ada pekerja paksa yang terlibat dalam setiap tahapan proses produksinya. [ft]