Diplomat tertinggi AS di Hong Kong mengatakan, Senin (6/7), penerapan undang-undang keamanan baru di wilayah semi otonomi China itu merupakan sebuah tragedi. Undang-undang itu, menurutnya, mengikis kebebasan fundamental pusat finansial Asia itu dan menciptakan iklim penindasan dan sensor diri.
“Hong Kong bisa sukses karena keterbukaannya dan kita akan melakukan apa saja yang kita bisa untuk mempertahankannya,” kata Konsul Jenderal AS untuk Hong Kong dan Makau, Hanscom Smith.
Undang-undang itu mulai diberlakukan pekan lalu menyusul protes anti-pemerintah di Hong Kong, tahun lalu. Undang-undang tersebut mengkriminalkan upaya-upaya memisahkan diri, subversif, terorisme, dan campur tangan asing dalam urusan internal kota itu.
BACA JUGA: Pemimpin Hong Kong: UU Keamanan Beijing PerluMeski tanpa kekerasan, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas seperti meneriakkan slogan atau mengusung spanduk atau bendera yang menyerukan kemerdekaan bagi Hong Kong dianggap melanggar UU itu.
Para pengecam memandang UU itu sebagai langkah Beijing paling berani untuk menghapus benteng hukum yang melindungi bekas koloni Inggris itu dari sistem Partai Komunis yang otoriter di China daratan.
Sejak UU itu berlaku, pemerintah menyatakan slogan protes popular “Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kita” berkonotasi separatis sehingga penggunaannya dianggap melanggar hukum.
Di perpustakaan-perpustakaan umum di Hong Kong, buku-buku karya tokoh-tokoh demokrasi tidak lagi dipasang di rak-rak, termasuk yang ditulis aktivis prodemokrasi populer Joshua Wong dan politisi Tanya Chan. Pihak berwenang perpustakaan mengatakan, mereka sedang mengevaluasi buku-buku itu karena adanya UU baru tersebut. [ab/uh]