Dirjen WHO: Dunia Bisa Mulai Bermimpi Pandemi Berakhir

  • Associated Press

Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, menghadiri sesi tentang tanggapan wabah virus corona dari Dewan Eksekutif WHO di Jenewa, Swiss, 5 Oktober 2020. (Reuters)

Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengumumkan pada Jumat (4/12) bahwa hasil positif dari uji coba vaksin virus corona membuat dunia "dapat mulai bermimpi tentang berakhirnya pandemi.” Namun, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan negara-negara kaya dan berkuasa tidak boleh menginjak-injak orang miskin dan terpinggirkan "dalam kepanikan untuk memperoleh vaksin.”

Associated Press, Sabtu (5/12), melaporkan dalam pidatonya di sesi tingkat tinggi pertama Majelis Umum PBB tentang pandemi, Tedros memperingatkan bahwa sementara virus dapat dihentikan, tetapi "jalan di depan tetap berbahaya."

Ia menuturkan pandemi telah menunjukkan umat manusia pada hal "yang terbaik dan terburuk.”

Merujuk pada peningkatan infeksi dan kematian saat ini, Tedros mengatakan tanpa menyebut negara mana pun bahwa "di mana sains tenggelam oleh teori konspirasi, di mana solidaritas dirusak oleh perpecahan, di mana pengorbanan diganti dengan kepentingan pribadi, maka virus tumbuh subur, virus menyebar.”

BACA JUGA: WHO: Semua Orang di Mana Pun Berhak Akses Vaksin Covid-19

Dia memperingatkan dalam pidato virtual pada pertemuan tingkat tinggi bahwa vaksin “tidak akan mengatasi kerentanan yang terletak pada akarnya”, yaitu kemiskinan, kelaparan, ketidaksetaraan dan perubahan iklim, yang menurutnya harus ditangani setelah pandemi berakhir.

“Kita tidak bisa dan tidak boleh kembali ke pola produksi dan konsumsi eksploitatif yang sama, pengabaian yang sama terhadap planet yang menopang semua kehidupan, siklus panik dan campur tangan yang sama, serta politik yang memecah belah yang memicu pandemi ini,” katanya.

Tentang vaksin, Tedros berkata, “cahaya di ujung terowongan terus bertambah terang,” tetapi vaksin “harus dibagikan secara setara sebagai barang publik dunia, bukan sebagai komoditas swasta yang memperlebar ketidaksetaraan dan menjadi alasan lain mengapa beberapa orang tertinggal.”

Dia mengatakan program akselerator akses peralatan Covid-19 (ACT-Accelerator) WHO yang mengembangkan dan mendistribusikan vaksin secara adil "berada dalam bahaya menjadi tidak lebih dari isyarat yang mulia" tanpa dana baru yang besar

BACA JUGA: Bahrain Jadi Negara Kedua yang Setujui Vaksin Pfizer

Dia mengatakan dana sebesar $ 4,3 miliar dibutuhkan segera untuk pengadaan vaksin massal dan pengiriman vaksin. Selain itu juga dibutuhkan $ 23,9 miliar untuk 2021. Jumlah itu, kata Tedros, kurang dari setengah dari satu persen paket stimulus senilai $ 11 trilliun yang diumumkan sejauh ini oleh kelompok G-20, kumpulan negara-negara terkaya di dunia.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengajukan permohonan serupa untuk pendanaan ACT-Accelerator pada pembukaan sesi Sidang Umum pada hari Kamis (3/12). Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada hari Jumat (4/12) bahwa Guterres frustrasi dan ingin melihat "tingkat investasi yang jauh lebih tinggi oleh negara-negara yang dapat melakukannya."

Henrietta Fore, kepala badan PBB untuk anak-anak UNICEF, mengatakan, "Ketika negara-negara miskin mulai mencoba membeli vaksin," tidak ada yang tersedia atau harganya terlalu tinggi.

Menurut Fore, UNICEF biasanya mendistribusikan 2 miliar dosis vaksin setahun, dan begitu bisa mendapatkan vaksin Covid-19, "Kami akan melipatgandakannya tahun depan, jadi kita harus siap."

Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Alex Azar, mengatakan tiga dari enam kandidat vaksin yang didukung pemerintah AS telah melaporkan data yang menjanjikan dan, "Saya memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa lebih banyak kabar baik tentang vaksin dan tindakan pencegahan lainnya sedang dalam perjalanan." [ah]