Ditolak Warga Menepi, 150-an Warga Muslim-Rohingya Masih Terombang-ambing di Perairan Labuhan Haji

Seorang nelayan setempat melewati perahu yang membawa pengungsi Rohingya yang berlabuh di perairan dekat pantai Labuhan Haji, provinsi Aceh, Indonesia, Selasa, 22 Oktober 2024. (Binsar Bakkara/AP)

Sekitar 150 warga kelompok minoritas Muslim-Rohingya masih terombang-ambing di perairan Aceh Selatan setelah warga setempat menolak mereka menepi, dan hanya mengizinkan mereka yang sakit untuk dilarikan ke rumah sakit.

Panglima Laot Aceh Selatan, Muhammad Jabal, mengungkapkan kapal yang mengangkut sekitar 150 etnis Muslim-Rohingya masih berada di perairan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh. Mereka terombang-ambing di lautan karena tak diperbolehkan untuk menepi ke daratan karena mendapat penolakan dari masyarakat Labuhan Haji.

“Keberadaan Rohingya masih sama seperti kemarin berada di 1 mil dari Pelabuhan Ferry Labuhan Haji,” kata Jabal kepada VOA, Rabu (23/10) pagi.

Jabal menjelaskan warga menolak kelompok Muslim-Rohingya ini berlabuh karena khawatir akan menimbulkan masalah di wilayah Labuhan Haji. Kendati demikian, atas pertimbangan kemanusiaan, 11 orang yang dilaporkan sakit diperbolehkan untuk dievakuasi ke daratan guna mendapat perawatan medis.

Anak-anak pengungsi Rohingya duduk di dek kapal mereka yang berlabuh di perairan dekat pantai Labuhan Haji, provinsi Aceh, Indonesia, Selasa, 22 Oktober 2024. (Binsar Bakkara/AP)

“Alasannya berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, di wilayah Aceh lainnya banyak menimbulkan masalah. Ini baru pertama kali kedatangan mereka di Labuhan Haji,” jelas Jabal.

Hal senada disampaikan warga lokal Herman Razak kepada media di Aceh Selatan. “Bukan tidak diizinkan, tapi belum ada kesepakatan. Belum ada yang bertanggungjawab untuk menjamin mereka,” ujarnya.

Sebelum Kapal Tiba, Warga Menemukan Mayat Seorang Penumpang

Kedatangan kapal yang mengangkut 150 orang etnis Rohingya itu pertama kali diketahui saat nelayan menemukan mayat perempuan di sekitar Pelabuhan Ferry Labuhan Haji, Kamis (17/10) pekan lalu. Nelayan sekitar kemudian melihat satu kapal yang mengangkut 150-an orang sedang terombang-ambing di perairan Labuhan Haji. Begitu mengetahui bahwa mereka adalah rombongan baru warga minoritas Muslim-Rohingnya, warga Aceh lokal langsung berkumpul di pantai dan menolak mereka berlabuh di Labuhan Haji.

Seorang pria Aceh memeriksa perahu yang membawa Muslim Rohingya yang berlabuh di perairan dekat pantai Labuhan Haji, provinsi Aceh, Rabu, 23 Oktober 2024. (Binsar Bakkara/AP)

“Nelayan agak stres tapi ada yang melaut juga karena faktor ekonomi. Tapi suasananya enggak nyaman kalau masih ada keberadaan Rohingya di sini. Kami masyarakat nelayan khususnya Labuhan Haji meminta agar kapal tersebut jangan ada di perairan Aceh Selatan,” ucap Jabal.

UNHCR Minta Pemerintah Lokal Selamatkan Pengungsi Rohingya

Protection Associate UNHCR (Badan Urusan Pengungsi PBB) untuk Indonesia, Faisal Rahman, dalam keterangan tertulisnya meminta kepada pihak berwenang untuk memastikan penyelamatan di laut dan pendaratan yang aman bagi seratusan orang etnis Rohingya itu. UNHCR juga masih berkoordinasi dengan pihak berwenang terkait langkah yang akan dilakukan di tengah penolakan masyarakat.

“Prioritas kami tetap keselamatan dan kesehatan orang-orang di atas kapal mayoritas adalah perempuan dan anak-anak kecil yang rentan. UNHCR dan mitranya siap untuk mendukung dan memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang rentan ini,” ucapnya, Rabu (23/10).

Warga Aceh (kiri), membagikan barang-barang bantuan untuk Muslim Rohingya yang terdampar di atas perahu yang berlabuh di perairan dekat pantai Labuhan Haji, provinsi Aceh, 23 Oktober 2024. (Binsar Bakkara/AP)

UNHCR juga memastikan 11 orang etnis Rohignya yang dievakuasi dari atas kapal ke daratan telah mendapatkan perawatan medis. “Sebelas orang dievakuasi dari kapal untuk menerima perawatan medis di rumah sakit setempat dan kami berterima kasih kepada pemerintah karena mengizinkan tindakan ini,” kata Faisal.

Dokter Muhammad Iqram yang merawat 11 warga yang dibawa ke RS Labuhan Haji mengatakan “sebagian besar lemas, demam, batuk… ada juga ibu hamil yang sedang diperiksa lebih lanjut untuk dipastikan kesehatan kandungannya.”

Polda Aceh: Mereka Korban Penyelundupan Manusia

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyatakan 150 orang etnis Rohingya yang berada di perairan Labuhan Haji saat ini adalah murni korban tindak pidana penyelundupan manusia. Hal tersebut diperkuat dengan ditangkapnya tiga terduga pelaku penyelundupan manusia berinisial yaitu F (35), A (33), dan I (32). Delapan orang lainnya juga masih dalam pengejaran petugas.

Your browser doesn’t support HTML5

Ditolak Warga Menepi, 150-an Warga Muslim-Rohingya Masih Terombang-ambing di Perairan Labuhan Haji

Juru bicara Polda Aceh, Kombes Joko Krisdiyanto, mengatakan dari 150-an penumpang kapal itu, tiga di antaranya telah meninggal dunia. "Setelah diselidiki, ternyata ada 150 etnis Rohingnya di dalamnya, di mana tiga di antaranya sudah meninggal dunia," kata Joko, dalam pernyataan resminya, Senin (21/10).

Joko mengungkapkan rombongan etnis Rohingya itu diketahui berangkat pada 9-12 Oktober 2024 dari Cox’s Bazar ke perairan Andaman. Kemudian, pada 13 Oktober, mereka bergerak dari laut Andaman menuju perairan Labuhan Haji.

"Etnis Rohingya itu dari Andaman dilansir oleh kapal nelayan KM Bintang Raseuki milik masyarakat Labuhan Haji untuk dibawa ke daratan. Kapal yang membawa warga etnis Rohingya itu dibeli pelaku sekitar sebulan lalu dengan harga Rp580 juta," jelasnya.

Sebuah perahu yang membawa pengungsi Rohingya berlabuh di dekat pantai Labuhan Haji, provinsi Aceh, saat matahari terbenam Selasa, 22 Oktober 2024. (Binsar Bakkara/AP)

Dirreskrimum Polda Aceh Ade Harianto, mengatakan kapal tersebut diketahui milik warga Labuhan Haji berinisial H. Kapal yang mengangkut etnis Rohingya itu tiba di Perairan Aceh Selatan pada Rabu (16/10) usai dilangsir dari laut Andaman.

Untuk melakukan perjalanan dari Andaman ke Malaysia, etnis Rohingya ini diduga membayar sejumlah biaya. Diketahui, jumlah awal etnis Rohingya yang berangkat mencapai 216 orang, tetapi 50 orang diduga telah berhasil menuju ke Pekanbaru dengan membayar biaya sebesar Rp20 juta. Meskipun diketahui yang disetor untuk ongkos jalan baru Rp10 juta.

"Dari informasi yang didapat, mereka dilangsir dari Andaman untuk dibawa ke daratan. Situasi ini mempertegas bahwa ini murni tindak pidana penyeludupan manusia," kata Ade Harianto. [aa/em]