Sejumlah warga dari Banyuwangi menyerukan penolakan aktivitas tambang emas di gunung Tumpang Pitu, yang dioperasikan oleh PT. Bumi Suksesinda (BSI). Dalam aksinya di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, pengunjuk rasa meminta Gubernur mencabut izin usaha pertambangan PT. Bumi Suksesindo (BSI), serta PT. Damai Suksesindo (DSI) yang belum melakukan aktivitas penambangan.
Nur Hidayat, warga di sekitar Tumpang Pitu menyebut keberadaan bukit ini sebagai benteng pertahanan alam dari bencana alam tsunami dan angin kencang. Penambangan emas di Tumpang Pitu dikhawatirkan akan menghilangkan fungsi kawasan Tumpang Pitu sebagai sumber resapan air yang dibutuhkan warga yang berprofesi sebagai petani.
“Tumpang Pitu itu bagi kita ya warga di sana, itu selain benteng, Tumpang Pitu sumber resapan air bagi pertanian di sana. Ya kalau kita mau ngomongin perbandingan, ya pertanian itu lebih menyejahterakan. Ya kita tidak mau sumber kesejahteraan kita itu hilang hanya gara-gara tambang yang katanya kepentingan masional, nasionalnya dimana,” kata Nur Hidayat.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Rere Christanto mengatakan, pemerintah provinsi harus melakukan peninjauan ulang izin pertambangan yang ada di Tumpang Pitu. Sebelumnya, kawasan pegunungan Tumpang Pitu merupakan kawasan hutan lindung, hingga akhirnya berubah menjadi hutan produksi dan memunculkan konsesi lahan.
Pemerintah provinsi kata Rere, harus melihat kembali kerentanan wilayah di Tumpang Pitu, sehingga dapat ditentukan apakah pertambangan yang ada menimbulkan kerentanan lebih besar atau tidak.
“Untuk keluarnya izin tambang yang ada di sana, mereka menurunkan dulu statusnya dari kawasan hutan lindung menjadi hutan produski. Nah, kewenangan itu harusnya dicek ulang, direview ulang, kawasan ini adalah wilayah yang rentan dari bencana, kawasan pesisir selatan. Bisa terjadi gempa, tsunami, ini semakin diperparah kondisinya dengan ancaman bencana-bencana yang lain melalui pertambangan. Nah, wilayah-wilayah yang seharusnya diperbanyak kawasan lindungnya, harusnya pemerintah provinsi yang punyaleading di sektor-sektor seperti ini,” kata Rere Christanto.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur, Setiajit menegaskan, pemerintah provinsi tidak dapat mencabut izin pertambangan tanpa alasan yang jelas. Hal ini berkaitan dengan aturan perundangan yang mengatur pemanfaatan lahan untuk pertambangan di Indonesia, yang telah ditetapkan kawasannya oleh Kementerian ESDM.
“Izinnya sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, tidak ada sedikit pun yang dilanggar. Kita malah justru kalau mencabut itu kan melanggar Undang-Undang. Terhadap rakyat yang berusaha dan sesuai dengan Undang-Undang, kita cabut, ya kita yang melanggar Undang-Undang. Nah, dia kan juga nanti bisa menuntut ke berbagai (lembaga hukum), negara ini negara hukum ya,” tegas Setiajit.
Pengunjuk rasa juga mengecam pemberian penghargaan kepada PT. BSI pada hari lingkungan hidup oleh Gubernur Jawa Timur, karena dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat yang merasakan dampak merugikan dari aktivitas pertambangan.
Your browser doesn’t support HTML5
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Diah Susilowati mengatakan, pemberian penghargaan lebih pada apresiasi dan motivasi kepada sejumlah perusahaan di Jawa Timur, karena dinilai telah menjalankan aturan perundangan dengan ketaatan dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, Diah terbuka untuk menerima laporan bila didapati ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, bahkan pihaknya telah menyiapkan sanksi bila perusahaan terbukti melakukan pelanggaran.
“Kalau dia memang tidak betul ya bisa saja kena sanksi, operasinya ditutup, diberi sanksi tidak boleh melakukan (aktivitas). Tapi kan selama ini tidak ada yang kita temukan itu tidak benar, semuanya itu sudah sesuai aturan, nilai-nilai standarnya juga sudah melebihi standar lingkungan, tidak ada yang dilanggar. Lingkunganya udaranya tidak ada yang tecemar, otomatis kan kami memberikan apresiasi untuk memotivasi supaya nanti dia tahun depan lebih baik lagi,” ujar Diah. (pr/jm)