Seperti juga Pacitan di Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul, mengalami dampak besar siklon tropis Cempaka. Hingga Kamis (30/11), menurut data yang sudah dilaporkan, ada 151 titik tanah longsor dengan korban meninggal sebanyak enam orang dan korban luka enam orang.
Banjir terjadi di 135 titik dan mengakibatkan satu korban meninggal. Ratusan rumah rusak, baik karena angin puting beliung, banjir atau tanah longsor. Setidaknya 8.679 orang mengungsi, yang tersebar di berbagai wilayah.
Rabu lalu (29/11), pemerintah setempat menetapkan status siaga darurat. Dengan status ini, seluruh aparat pemerintah terkait kebencanaan harus melaksanakan fungsi sepenuhnya. Rumah sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di daerah terdampak wajib buka 24 jam. Sebagian besar sekolah diliburkan dan pemerintah wajib mencairkan anggaran dengan mekanisme lebih sederhana.
Ketua Komisi A, DPRD DIY, Eko Suwanto meminta relawan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak, lansia ibu hamil dan balita di barak-barak pengungsian. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan khusus, karena mulai Kamis, sebenarnya ujian akhir semester dimulai, sementara banyak sekolah rusak terendam air.
Selama kondisi siaga darurat, pemerintah boleh menggerakkan seluruh sumber daya manusia, termasuk TNI dan Polri, untuk penanggulangan bencana, ujar Eko Suwanto.
“Hanya kami berpesan, kepada seluruh masyarakat yang ingin membantu, baik itu tenaga, dana, sumber daya manusia, kemudian logistik. Baik makanan, minuman maupun obat, kami harapkan untuk berkoordinasi dengan BPBD DIY," kata Eko.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Krido Suprayitno, mengatakan status siaga darurat memberikan ruang lebih dalam penanganan bencana. Pemerintah kabupaten dan kota bisa menggunakan anggaran tak terduga untuk mempercepat penanganan. BPBD DIY juga mengkoordinasikan seluruh upaya tersebut, baik distribusi logistik maupun relawan.
"Koordinasi penanganan dampak bencana di kabupaten dan kota di DIY terkelola baik, jika intensitas bencana naik, maka daerah bisa mengoptimalkan belanja tidak terduga untuk penanganan kedaruratan," kata Krido.
Desa Tanggap Bencana
Belajar dari bencana gempa bumi besar pada 2006 dan letusan dahsyat Gunung Merapi pada 2010, Yogyakarta terus membangun desa tanggap bencana. Setiap tahun, sekitar 30 desa dilatih agar mampu mengatasi bencana secara mandiri. Saat ini 187 desa dan kelurahan telah masuk kategori tangguh bencana, dan ditargetkan pada 2023, seluruh desa dan kelurahan di DIY akan memiliki predikat itu.
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta pun menetapkan status Siaga 1 untuk membantu penanganan dampak siklon tropis Cempaka. Dengan status ini, seluruh personel harus siap dikerahkan setiap saat dibutuhkan.
Kapolda DIY, Brigjen Ahmad Dofiri, menyatakan polisi berkonsentrasi membuka akses jalan yang terputus. Belasan jembatan dilaporkan putus atau rusak akibat bencana kali ini. Sementara ratusan titik longsor menutup akses ke berbagai kawasan.
“Untuk keseluruhan personel, sementara ini dari Brimob secara bergantian semua bergerak. Dari masing-masing Polres semua Siaga 1. Jadi sebanyak mungkin kita kerahkan petugas, hanya diatur jadwal tugasnya," kata Ahmad Dofiri. "Kemarin itu sampai malam, bahkan saat evakuasi, Brimob bekerja sampai pagi. Karena hari ini tidak hujan, petugas lebih banyak melakukan pembersihan dan membuka akses lokasiyang masih tertutup. Dari Polda pun kita Siaga 1," kata Ahmad Dofiri menegaskan.
Your browser doesn’t support HTML5