'Doctors Without Borders' Tarik Diri dari Kunduz pasca Serangan Udara AS

Pasukan keamanan Afghanistan memeriksa lokasi serangan udara AS di kota Kunduz, Afghanistan utara hari Sabtu (3/10).

Badan medis amal internasional “Doctors Without Borders” hari Minggu (4/10) menarik diri dari kota Kunduz di Afghanistan utara, setelah serangan udara AS terhadap rumah sakit yang dikelolanya menewaskan sedikitnya 22 orang.

“Doctors Without Borders” mengatakan 12 staf rumah sakit dan 10 pasien – termasuk tiga anak-anak – tewas dalam serangan udara hari Sabtu (3/10). Pihaknya mengutuk pemboman udara itu sebagai pelanggaran “gawat” terhadap hukum internasional dan mengatakan tidak seorang pun staf rumah sakit melaporkan adanya tembakan dari dalam rumah sakit menjelang pemboman oleh Amerika itu.

Direktur Eksekutif “Doctors Without Borders” Jason Cone menyatakan hal ini dalam wawancara dengan stasiun televisi PBS Minggu siang (4/10).

Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengatakan 10 sampai 15 gerilyawan bersembunyi di dalam rumah sakit itu. Gubernur Sementara Propinsi Kunduz – Hamdullah Danishi mengatakan kepada suratkabar Washington Post bahwa “kompleks rumah sakit itu 100% digunakan oleh Taliban. Rumah sakit itu mempunyai taman yang sangat luas, dan ada Taliban disana. Untuk beberapa waktu kami membiarkan mereka melepaskan tembakan, sebelum akhirnya “menanggapi” tembakan itu”.

“Doctors Without Borders” mengatakan, “Pintu kompleks rumah sakit itu selalu ditutup setiap malam sehingga tidak ada seorang pun – yang bukan staf, pasien atau perawat – berada di dalam ketika pemboman terjadi. Dengan alasan apapun, membom rumah sakit yang berfungsi penuh tidak pernah bisa dibenarkan”.

“Doctors Without Borders” – yang dalam akronim bahasa Perancis dikenal sebagai MSF – menyatakan menarik diri dari Kunduz.

“Seluruh pasien yang kritis telah dirujuk ke fasilitas kesehatan lain dan tidak ada staf MSF yang kini bekerja di rumah sakit kami,” ujar seorang juru bicara MSF. Ditambahkannya, beberapa staf kini bekerja di dua rumah sakit lain.

Direktur Eksekutif “Doctors Without Borders”, Jason Cone menuntut penyelidikan oleh “badan internasional yang independen” terhadap insiden tersebut, dengan mengatakan penyelidikan oleh pasukan Amerika dan Afghanistan “akan sangat tidak cukup”.

“Doctors Without Borders” menyatakan “pemboman terus menerus” berlangsung selama lebih dari “30 menit setelah pejabat-pejabat militer Afghanistan dan Amerika di Kabul dan Washington diberitahu tentang serangan itu”.

Presiden “Doctors Without Borders” Meinei Nicolai menuntut “transparansi sepenuhnya” dari pasukan koalisi.

Militer Amerika mengaku melakukan serangan udara menjelang subuh di sekitar kompleks fasilitas medis MSF. Juru bicara pasukan Amerika di Afghanistan mengatakan serangan udara Amerika itu “mungkin menimbulkan korban tak terduga di fasilitas medis yang ada di dekat lokasi serangan”.

MSF mengatakan rumah sakit itu “berulangkali diserang secara langsung… sementara gedung-gedung lain di dekatnya justru tidak tersentuh”.

“Bom-bom itu menghantam dan kemudian kami mendengar suara pesawat mengitari rumah sakit,” ujar Heman Nagarathman – Kepala Program MSF di Afghanistan Utara. “Hal ini terjadi berulangkali… gedung utama rumah sakit terbakar… pasien yang tidak bisa melarikan diri terbakar hidup-hidup di tempat tidur mereka.”

Nagarathman mengatakan “kami telah beberapa kali mengkomunikasikan koordinat lokasi rumah sakit kami kepada semua pihak yang bertikai, jadi kami benar-benar tidak memahami dan kami tidak bisa menerima pemberitahuan adanya korban yang tidak terduga”.

MSF mengatakan telah kembali memberikan koordinat lokasi rumah sakit kepada “militer Afghanistan dan pasukan koalisi serta pejabat-pejabat sipil” Kamis lalu (1/10) supaya rumah sakit itu tidak diserang.

Dalam kesempatan lain Presiden Amerika Barack Obama menyampaikan “belasungkawa kepada pejabat medis dan warga sipil yang tewas dan luka-luka dalam insiden tragis tersebut”.

Menteri Pertahanan Ashton Carter – dalam pernyataan tertulis hari Sabtu – menyampaikan “rasa duka cita dan doa kepada seluruh pihak yang terkena dampak serangan udara itu. Penyelidikan penuh atas insiden tragis itu sedang dilakukan bersama pemerintah Afghanistan”.

Komandan Pasukan Amerika di Afghanistan Jendral John Campbell menjanjikan “penyelidikan menyeluruh atas insiden itu untuk menentukan apa yang terjadi”. Campbell mengatakan pasukan Amerika di Afghanistan akan “terus memberi nasehat dan membantu” mitra di Afghanistan dalam usaha mereka “membersihkan kota Kunduz dan daerah-daerah di sekitarnya dari para gerilyawan”.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan di Kabul juga menyampaikan “kesedihan mendalam” atas korban tewas dan luka-luka.

Komite Palang Merah Internasional di Afghanistan mengecam keras serangan itu dengan mengatakan “menarget fasilitas medis apapun atau pekerja yang bekerja di layanan medis merupakan hal yang tidak dapat diterima, apapun kondisinya”.

Beberapa kecaman keras juga disampaikan di PBB. Sekjen PBB Ban Ki-Moon dan Kepala Komisi HAM PBB Zeid Ra’ad Al Hussein menyebut serangan itu “tidak bisa dibenarkan”. Zeid mengatakan “para perencana militer di Afghanistan dan internasional berkewajiban menghormati dan melindungi warga sipil sepanjang waktu, dan fasilitas medis dan personil yang bekerja di fasilitas itu harus mendapat perlindungan khusus”.

Ditambahkannya, “jika diajukan ke pengadilan dan dinyatakan sebagai tindakan sengaja , serangan udara terhadap rumah sakit bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang”.

Pasukan Afghanistan yang didukung serangan udara Amerika telah terlibat dalam pertempuran sengit di Kunduz melawan militan Taliban yang telah merebut kota itu awal pekan lalu.

Pihak berwenang di Afghanistan hari Jum’at (2/10) mengatakan sedikitnya 60 orang tewas dan 466 luka-luka dalam pertempuran antara pasukan pemerintah dan Taliban yang menguasai Kunduz.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid – dalam pernyataan yang dikirim ke VOA – membantah kehadiran pejuangnya di rumah sakit itu pada saat serangan terjadi. [em/ii]