Hong Kong adalah salah satu kota dimana paling banyak terdapat buruh migran Indonesia, yang hari Minggu (14/4) akan ikut memberikan suara dalam pemilu presiden dan legislatif.
Guna mendorong partisipasi politik lebih dari 160 ribu buruh migran yang mengadu nasib di kota itu, Konsulat Jendral Republik Indonesia di Hong Kong, yang merupakan Wilayah Administratif Khusus Republik Rakyat China, sejak sepekan terakhir mengirimkan surat kepada para pemimpin perusahaan, usaha kecil dan menengah hingga majikan yang mempekerjakan buruh migran Indonesia untuk memberi kesempatan selama beberapa jam untuk memberikan suara dan “meminjamkan” dokumen, jika perlu.
“Bapak Konjen Tri Tharyat sudah memberikan surat untuk memintakan paspor kepada majikan atau agen kami,” ujar Winny, salah seorang pekerja migran di Hong Kong, kepada VOA.
“Kami juga diberitahu bahwa jika belum terdaftar masih bisa mengikuti pemilu, dengan masuk ke daftar pemilih khusus dengan jam yang sudah ditentukan yaitu jam 5 hingga 7 sore. Kalau ternyata masih belum selesai mencoblos, ada waktu ekstra sampai selesai.”
Waktu pemberian suara di TPS yang dibangun Konjen RI di Hong Kong pada hari Minggu (14/4) dibagi menjadi dua bagian, yaitu antara jam 9 pagi hingga 2 siang, dan 2 siang hingga 7 malam.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, membenarkan soal masih adanya pekerja migran yang belum terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap). “Tidak terdaftar karena PPLN pakai alamat lama/data lama,” ujarnya. Isu lain adalah adanya “pekerja migran yang tidak dapat mendaftar karena dokumen-dokumen resminya masih dipegang atau ditahan majikan/agen.”
Migrant Care telah mengirim sejumlah anggota ke kota-kota dimana paling banyak terdapat pekerja migran Indonesia, antara lain Hong Kong, Kuala Lumpur dan Singapura.
Migrant Care memberi perhatian khusus pada pelaksanaan pemungutan suara di luar negeri karena dilakukan lebih dulu dibanding di Indonesia dan menggunakan tiga metode pemungutan suara. “Yaitu lewat TPS, kotak suara khusus dan surat pos; yang membutuhkan mekanisme pengawasan dan pemantauan khusus untuk menjamin asas luber dan jurdil,” tegas Wahyu kepada VOA.
Ditambahkannya, menurut pantauan Migrant Care sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2014, belum ada mekanisme pengawasan dan pemantau pemilu alur perjalanan surat suara terhadap metode Kotak Suara Keliling dan Metode Surat Pos. “Untuk itu Migrant Care selaku pemantau resmi Pemilu RI di luar negeri mendesak Bawaslu RI mengakomodasi akses pengawasan dan pemantauan perjalanan surat suara dari metode Kotak suara keliling dan surat pos,” tambahnya. [em]