DPR Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi dengan Iran

  • Fathiyah Wardah

Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta (Foto: VOA/Ahadian)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meratifikasi perjanjian ekstradisi dan perjanjian tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan Iran.

Dalam rapat paripurna yang berlangsung di gedung parlemen di Jakarta, Kamis (4/7), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meratifikasi dua perjanjian bilateral dengan Iran menjadi undang-undang. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Utut Adianto ini dihadiri oleh 298 orang dari 518 anggota dewan.

DPR meratifikasi perjanjian ekstradisi dan perjanjian tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Saat menyampaikan laporan mengenai pembahasan kedua perjanjian itu, Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR Erma Suryani Ranik menjelaskan perjanjian ekstradisi dengan Iran tersebut mengatur beberapa hal, yakni kesepakatan kedua negara untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi, permintaan ekstradisi, alasan penolakan ekstradisi, saluran komunikasi, biaya, dan amandemen perjanjian.

Menyadari adanya pelaku kejahatan yang meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara tempat kejahatan itu berasal, menurut politikus partai Demokrat tersebut, pemerintah Indonesia dan Iran telah sepakat mengadakan kerjasama ekstradisi yang telah ditandatangani pada 14 Desember 2016 di Ibu Kota Teheran, Iran.

"Dengan adanya perjanjian tersebut, hubungan dan kerjasama antara kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan diharapkan akan semakin meningkat. Dengan disahkannya Undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintah Republik Islam Iran tentang ekstradisi, kami yakin ini akan mendukung penegakan hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara," kata Erma.

Erma menegaskan kesepakatan ini harus memperhatikan prinsip umum hukum internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara dan kedaulatan hukum, kesetaraan, serta mengacu pada asas tindak pidana ganda. Dia menambahkan isi perjanjian tersebut telah mengatur segala komponen yang dibutuhkan.

Your browser doesn’t support HTML5

DPR Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi dengan Iran

Wamenlu: Dua Perjanjian dengan Iran Jadi Dasar Peningkatan Kerjasama Penanggulangan & Pemberantasan Tindak Pidana

Dalam pendapat akhir mewakili presiden, Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir mengatakan dua perjanjian dengan Iran ini akan menjadi dasar hukum guna meningkatkan efektivitas kerjasama penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional antar dua negara tersebut.

Dia mengakui kemajuan teknologi telah mengakibatkan hubungan lintas negara seakan tanpa batas sehingga memudahkan mobilisasi orang atau perpindahan barang dari satu ke negara lain dapat dilakukan dengan cepat. Seiring dengan kemajuan tersebut, menurut Fachir, muncul dampak yang signifikan pada hubungan antar negara baik dampak positif maupun dampak negatif.

Rapat paripurna di gedung parlemen di Jakarta, Kamis (4/7), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meratifikasi dua perjanjian bilateral dengan Iran menjadi undang-undang. (VOA/Fathiyah)

Menurut Fachir, dampaknya adalah timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara. Sehingga memerlukan penanggulangan dan pemberantasan melalui kerjasama antar negara yang efektif dan bersifat bilateral maupun multilateral, khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta proses hukum lain yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerjasama.

Mengingat makin rumitnya kejahatan lintas negara, terorganisir, dan korupsi seakan tanpa batas, lanjut Fachir, membuat hasil kejahatan yang dilakukan di Indonesia sangat rentan disimpan di luar negeri, termasuk di Iran.

Karena itu, Indonesia berkepntingan untuk menelusuri, memblokir, menyita, dan merampas hasil kejahatan dimaksud.

"Kerjasama bantuan timbal balik dalam masalah pidana angtara pemerintah Republik Indonesia dan Republik Islam Iran, khususnya di bidang pengembalian aset, akan memberikan pesan bagi dunia internasional, bahwa Republik Islam Iran bukan merupakan tempat pelarian yang aman bagi pelaku tindak pidana," ujar Fachir.

Anggota Komisi I Bidang Luar Negeri DPR Charles Honoris mengakui kedua perjanjian tersebut memberi peluang bagi Indonesia untuk memerangi kejahatan lintas negara.

Sejauh ini, lanjut Charles, belum pernah ada pelaku kejahatan korupsi di Iran lari ke Indonesia, biasanya adalah anggota sindikat narkotik internasional yang bisa saja menjadikan Iran sebagai tempat transit. (fw/em)