Dua bakal calon gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Pramono Anung yang berpasangan dengan Rano Karno dan Muhammad Ridwan Kamil yang berduet dengan Suswono, pada Rabu (28/8) mendaftarkan diri ke kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta untuk berpartsipasi dalam pemilihan kepala daerah 27 November mendatang.
JAKARTA - Pasangan Pramono-Rano yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendaftar lebih dulu, disusul duet Ridwan-Suswono yang diajukan oleh gabungan sejumlah partai yang menamakan diri Koalisi Indonesia Maju Plus.
Dalam jumpa pers seusai mendaftar di KPUD DKI Jakarta, Pramono menjelaskan dirinya dan Rano sama sekali tidak pernah membayangkan akan dicalonkan menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Karena itu, dia menegaskan akan bekerja dengan sungguh-sungguh, dan bersedia turun ke bawah untuk menyapa seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai menteri sekretaris kabinet, Pramono sudah dua kali meminta izin kepada Presiden Joko Widodo untuk maju menjadi calon gubernur jakarta dan dua kali pula diizinkan oleh presiden.
"Kita benar-benar ingin membuat Jakarta lebih ramah, lebih bersahabat, lebih melayani. Jakarta untuk semuanya dan tak perlu slogan yang hebat-hebat karena saya ini betul-betul goweser. Hampir setiap minggu saya gowes tiga kali sehingga saya tahu daerah-daerah yang perlu dilakukan perbaikan," katanya.
Pramono meyakini dengan pengalaman panjangnya, termasuk empat periode jadi anggota DPR dan dua periode menjadi menteri, dirinya dan Rano akan bekerja sungguh-sungguh untuk memperbaiki Jakarta. Dia dan Rano akan berkontestasi tanoa perlu menjatuhkan lawan. Meski hanya disokong satu partai, dia meyakini duetnya bisa berkoalisi dengan rakyat Jakarta untuk bisa menang dalam pemilihan November mendatang.
Seusai mendaftar, Ridwan menjelaskan terdapat 13 dari 15 partai politik pengusung yang mendaftarkan dirinya bersama Suswono ke KPUD DKI Jakarta. Dia menambahkan proses verifikasi syarat administrasi akan berlangsung selama tiga hari dan dia berharap semuanya berjalan lancar. Dia menyebutkan nama pasangannya adalah Ridho, bukan Rawon. Ridho merupakan kepanjangan dari Ridwan-Suswono.
"(Nama Ridho ini) semata-mata kami sangat berharap ada ridho Allah Subhanahu wataala dalam niat baik kami membangun bangsa ini melalui demokrasi dan kerja-kerja untuk kemajuan Indonesia, khususnya Jakarta," ujarnya.
Ridwan berharap proses kontestasi berjalan dalam suasana kondusif, riang gembira, dan diwarnai adu gagasan. Dia mengatakan slogan pasangan Ridwan-Suswono adalah Jakarta Baru karena Jakarta sudah tidak lagi menjadi ibu kota Indonesia sehingga membutuhkan imajinasi dan definisi yang baru.
Menurutnya, Jakarta Baru nanti melibatkan semua orang yang mencintai Jakarta untuk didengar aspirasinya untuk membuat sebuah cetak biru Jakarta Baru. Dia berjanji kalau terpilih tidak ada lagi anak-anak di Jakarta yang tidak mendapat pendidikan.
Ridwan ingin warga Jakarta mendapat layanan kesehatan yang cepat dan dengan biaya terjangkau. Semua bidang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan juga akan dimajukan.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan kalangan internal PDIP terbelah dua, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju mendukung Anies Baswedan. Dia menambahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak mengajukan Anies karena alasan ideologis.
"Karena Anies kita tahu dianggap kelompok Islam dan dekat sama kelompok Islam kanan. Kedua, dia pasti dikaitkan dengan peristiwa pilkada 2017 yang berhadapan dengan calon dari PDIP. Itu yang ada dalam memori Ibu Megawati," tuturnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Lili menduga Megawati juga khawatir kalau mengajukan Anies yang merupakan non-kader PDIP, partainya hanya akan dijadikan kendaraan politik. Tanpa menyebut nama, dia menegaskan orang dari PDIP saja bisa berkhianat apalagi orang dari luar partai berlambang kepala banteng tersebut.
Dia menilai keputusan PDIP untuk tidak mencalonkan Anies menunjukkan PDIP merupakan partai ideologis yang mengutamakan kadernya meski berpeluang kalah.
Ditanya peluang calon terpilih nantinya, Lili menilai Pramono sudah cukup berpengalaman di legislatif dan ekskutif dan loyal terhadap partai. Rano juga berpengalaman sebagai kepala daerah. Namun dia memperkirakan popularitas dan elektabilitas duet dari PDI ini tertinggal jauh ketimbang pasangan Ridwan-Suswono.
Dia pun mengakui pengusungan Pramono-Rano terkesan mendadak karena tanpa dideklarasikan sebelumnya. Ia menduga, ini akibat adanya diskusi yang alot di internal PDIP karena partai tersebut tadinya mau mengajukan Anies.
Menurut Lili, Megawati juga enggan memunculkan kembali politik identitas dalam pemilihan gubernur Jakarta. Karena itu, dia tidak mengajukan nama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Keputusan itu merupakan jalan tengah, yakni menolak Anies tapi juga tidak mengusung Ahok.
Terkait Ridwan-Suswono, dia berpendapat duet tersebut lebih di atas angin ketimbang pasangan Pramono-Rano. Apalagi duet Ridwan-Suswono didukung banyak partai. Tapi kalau Anies yang maju, menurutnya, persaingan akan lebih ketat, dan bahkan Ridwan bisa kalah.
Lili menjelaskan duet Ridwan-Suswoni mengambil ceruk suara nasionalis dan Islam. Ceruk nasionalis diwakili oleh Ridwan dan ceruk Islam direpresentasikan oleh Suswono. Sedangkan duet Pramono-Rano mengandalkan pendukung fanatik PDIP.
Dia memperkirakan para pendukung Anies bisa jadi tidak memilih atau mengalihkan suaranya ke pasangan Ridwan-Suswono karena di sana ada wakil Islam dan nasionalis, sebagai pelampiasan kekecewaan karena PDIP batal mengusung Anies. [fw/ab]