Moskow siap membahas kemungkinan lawatan Presiden Vladimir Putin ke Washington setelah sebuah undangan mengejutkan dari Presiden Donald Trump, kata duta besar Rusia untuk Amerika, Jumat (20/7).
Dengan kehebohan yang masih berkisar pada apa yang dibahas kedua pemimpin secara tertutup di Helsinki awal pekan ini, Duta Besar Anatoly Antonov mengatakan penting sekali untuk “memberi perhatian pada hasil-hasil” pertemuan puncak pertama mereka sebelum beralih terlalu cepat ke pertemuan berikutnya.
Ia mengatakan belum melihat sendiri undangan dari Trump, tetapi “Rusia selalu terbuka bagi usulan semacam itu. Kami siap mendiskusikan hal ini.”
Kremlin belum menanggapi undangan Trump yang dikemukakan hari Kamis.
Antonov memberi beberapa rincian lagi mengenai apa yang dibicarakan Trump dan Putin di Helsinki. Tetapi ia menegaskan bahwa pembahasan diplomatik harus tetap dilakukan secara hati-hati agar efektif.
Ia mengakui bahwa kedua pemimpin itu membahas kemungkinan referendum di Ukraina Timur.
Isu tersebut dibahas, kata Antonov seraya menambahkan tanpa merinci bahwa Putin mengajukan “proposal konkret” kepada Trump mengenai solusi bagi konflik di Ukraina.
Trump mencuit bahwa mereka membahas Ukraina tetapi tidak menyebutkan tentang referendum atau mengungkapkan rincian diskusi mengenai Ukraina. Amerika dan Rusia berseberangan pihak dalam konflik di Ukraina, yang muncul setelah pemberontakan rakyat terhadap presiden yang pro-Rusia dan aneksasi Rusia terhadap Krimea pada tahun 2014.
Ukraina dan negara-negara berpengaruh Eropa kemungkinan besar tidak akan mendukung referendum di kawasan Donbass, di mana separatis pro-Rusia berkuasa.
Duta besar Rusia untuk Washington itu juga mencela “kemarahan anti-Rusia” di Amerika Serikat dan menegaskan bantahan mengenai campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden Amerika 2016. Ia menyela seorang penanya dengan mengatakan “Kami tidak campur tangan!”
Ia juga menegaskan bantahan mengenai keterlibatan Rusia dalam peracunan mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal di Inggris.
Antonov menyebut pertemuan puncak hari Senin di Helsinki sebagai suatu “peristiwa penting” dalam politik internasional dan menertawakan dugaan bahwa kedua pemimpin membuat “kesepakatan-kesepakatan rahasia.” [uh]