Para pemimpin dunia memanfaatkan peringatan 25 tahun penumpasan maut pemerintah China terhadap demonstran di Lapangan Tiananmen dengan mendesak Beijing agar membuat kemajuan mengenai hak asasi.
Dalam pernyataan tegas hari Rabu (4/6), Gedung Putih menyatakan terus menghargai kenangan atas mereka yang tewas dan akan selalu lantang mendukung kebebasan dasar yang diupayakan para demonstran di Lapangan Tiananmen.
Pernyataan itu memuji kemajuan sosial dan ekonomi China yang luar biasa dan menyebutkan Amerika menghargai hubungan baik dengan Beijing, tetapi menekankan bahwa Washington akan terus mengangkat isu hak-hak asasi universal dan kebebasan fundamental.
Gedung Putih juga mendesak China agar memberi penjelasan mengenai mereka yang tewas, ditahan atau hilang berkenaan dengan peristiwa 4 Juni 1989. Pernyataan ini serupa dengan imbauan Komisaris HAM PBB Navi Pillay hari Selasa (3/6).
Banyak negara tetangga China juga menunjukkan solidaritas dengan tujuan para demonstran dan menyampaikan simpati terhadap para korban.
Di Jepang, yang terlibat sengketa teritorial sengit dengan China, Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan ia berharap Beijing akan menunjukkan perkembangan positif dalam memajukan kebebasan, respek terhadap hak asasi dan supremasi hukum.
Puluhan ribu orang diperkirakan akan menghadiri tuguran dengan penyalaan lilin untuk mengenang para korban, hari Rabu (4/6) di Taiwan dan Hongkong. Di Taiwan, Presiden Ma Ying-jeou mendesak China agar memperbaiki kekeliruan sejarah untuk memastikan bahwa tragedi semacam itu tidak akan pernah terjadi lagi.
Dalai Lama menyatakan ia memanjatkan doa bagi mereka yang tewas demi kebebasan, demokrasi dan hak asasi, yang ia sebut sebagai landasan bagi masyarakat yang bebas dan sumber stabilitas dan perdamaian sejati.
Pemimpin spiritual Tibet yang mengasingkan diri itu menyatakan kemajuan besar telah dicapai untuk mengintegrasikan China ke perekonomian dunia. Tetapi ia mengatakan Beijing juga harus memasuki arus utama demokrasi global untuk membantu meraih kepercayaan dan respek dari seluruh dunia
Pernyataan itu memuji kemajuan sosial dan ekonomi China yang luar biasa dan menyebutkan Amerika menghargai hubungan baik dengan Beijing, tetapi menekankan bahwa Washington akan terus mengangkat isu hak-hak asasi universal dan kebebasan fundamental.
Gedung Putih juga mendesak China agar memberi penjelasan mengenai mereka yang tewas, ditahan atau hilang berkenaan dengan peristiwa 4 Juni 1989. Pernyataan ini serupa dengan imbauan Komisaris HAM PBB Navi Pillay hari Selasa (3/6).
Banyak negara tetangga China juga menunjukkan solidaritas dengan tujuan para demonstran dan menyampaikan simpati terhadap para korban.
Di Jepang, yang terlibat sengketa teritorial sengit dengan China, Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan ia berharap Beijing akan menunjukkan perkembangan positif dalam memajukan kebebasan, respek terhadap hak asasi dan supremasi hukum.
Puluhan ribu orang diperkirakan akan menghadiri tuguran dengan penyalaan lilin untuk mengenang para korban, hari Rabu (4/6) di Taiwan dan Hongkong. Di Taiwan, Presiden Ma Ying-jeou mendesak China agar memperbaiki kekeliruan sejarah untuk memastikan bahwa tragedi semacam itu tidak akan pernah terjadi lagi.
Dalai Lama menyatakan ia memanjatkan doa bagi mereka yang tewas demi kebebasan, demokrasi dan hak asasi, yang ia sebut sebagai landasan bagi masyarakat yang bebas dan sumber stabilitas dan perdamaian sejati.
Pemimpin spiritual Tibet yang mengasingkan diri itu menyatakan kemajuan besar telah dicapai untuk mengintegrasikan China ke perekonomian dunia. Tetapi ia mengatakan Beijing juga harus memasuki arus utama demokrasi global untuk membantu meraih kepercayaan dan respek dari seluruh dunia