Ada sekitar 83,5 juta kasus dan 1,8 juta kematian akibat Covid-19 di seluruh dunia, sebut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center hari Jumat (1/1).
AS masih menempati posisi teratas dalam daftar itu selama pandemi dengan catatan terbanyak kasus – hampir 20 juta – dan kematian – lebih dari 345 ribu – akibat virus corona, sebut Hopkins.
India memiliki 10,2 juta kasus dan lebih dari 148 ribu kematian, sebut Hopkins sedangkan Brasil mencatat 7,6 juta kasus dengan hampir 195 ribu kematian.
Empat puluh dua orang di negara bagian West Virginia, AS, mengira mereka mendapatkan vaksin virus corona. Tetapi alih-alih mereka disuntik dengan apa yang digambarkan The New York Times sebagai “obat antibodi monoklonal eksperimental.”
Garda Nasional West Virginia Kamis menyatakan, “Semua individu yang menerima antibodi itu telah dihubungi atau dalam proses untuk dihubungi.”
BACA JUGA: Vaksin Sinopharm Disetujui China, Pakar Asing Pertanyakan Klaim EfektivitasnyaGarda Nasional menyatakan tidak yakin di antara orang-orang itu ada yang “berisiko mengalami dampak buruk.”
Mayjen James Hoyer, pejabat paling senior di Garda Nasional West Virginia menulis dalam suatu pernyataan, “Ketika kami diberitahu mengenai apa yang terjadi, kami langsung bertindak untuk memperbaikinya, dan kami segera meninjau kembali dan memperkuat protokol kami untuk memperbaiki proses distribusi guna mencegah hal ini terjadi lagi.”
Ke-42 individu itu kabarnya menerima produk antibodi Regeneron, bukannya vaksin Moderna.
“Produk ini sama dengan yang diberikan Presiden Donald Trump sewaktu ia terjangkit virus corona,” kata Dr. Clay Marsh, ketua satgas COVID-19 West Virginia, dalam suatu pernyataan.
Garda Nasional West Virginia menyatakan orang-orang yang menerima obat yang keliru itu “akan diberikan vaksin sesegera mungkin, dengan status diprioritaskan.”
BACA JUGA: WHO Izinkan Penggunaan Darurat Vaksin Pfizer-BioNTechOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis (31/12), menyetujui vaksin virus corona yang dikembangkan Pfizer-BioNTech untuk penggunaan darurat, suatu langkah yang dimaksudkan untuk membantu agar negara-negara berkembang lebih segera mendapat akses ke vaksin itu.
WHO menetapkan proses penggunaan daruratnya untuk membantu negara-negara menyetujui vaksin itu tanpa melalui sumberdaya regulator mereka sendiri, sehingga mempermudah bagi penggunaannya.
“Ini merupakan langkah sangat positif untuk memastikan akses global ke vaksin Covid-19,” kata Mariangela Simao, ketua program akses ke obat WHO.
Namun, suhu sangat dingin untuk menyimpan vaksin – minus 70 derajat Celsius – membuat pengiriman dan penyimpanannya menjadi tantangan bagi negara-negara berkembang.
COVAX, upaya global dukungan WHO untuk membeli dan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin, berkomitmen bagi penyediaan 2 miliar dosis vaksin sejauh ini dan sedang dalam pembicaraan dengan Pfizer-BioNTech untuk membeli sebagian vaksinnya, yang 95 persen setelah penggunaan dua dosisnya. [uh/ab]