Dunia Terkejut dengan Kemenangan Trump

President AS terpilih Donald Trump mengacungkan tinju setelah memberikan pidato kemenangannya, didampingi istrinya Melania Trump dan putra mereka Barron, di New York (9/11). (AP/John Locher)

Mereka mempertanyakan apakah itu berarti akhir dari "Pax Americana" -- situasi relatif damai yang diawasi Washington, yang telah memimpin hubungan internasional sejak Perang Dunia II.

Pemerintah-pemerintah dari Asia ke Eropa luar biasa terkejut hari Rabu (9/11) atas kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, sementara para kelompok populis menyambut hasil ini sebagai kejayaan rakyat atas kemapanan politik yang gagal.

Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen, sekutu dekat Kanselir Angela Merkel, menyebut hasil pilpres itu "kejutan besar" dan mempertanyakan apakah itu berarti akhir dari "Pax Americana", atau situasi relatif damai yang diawasi Washington, yang telah memimpin hubungan internasional sejak Perang Dunia II.

Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Marc Ayrault berjanji untuk bekerja sama dengan Trump, namun ia mengatakan bahwa kepribadian Trump "memunculkan pertanyaan-pertanyaan" dan ia mengaku tidak yakin arti kepresidenan Trump terhadap tantangan-tantangan utama kebijakan luar negeri, dari mulai perubahan iklim dan perjanjian nuklir Barat dengan Iran sampai perang di Suriah.

"Sepertinya ini akan menjadi tahun bencana ganda untuk Barat," tulis mantan menteri luar negeri Swedia Carl Bildt di Twitter, mengacu pada hasil referendum Inggris bulan Juni untuk meninggalkan Uni Eropa.

"Kencangkan tali pinggang Anda," ujarnya.

Sementara itu, kelompok populis sayap kanan dari Australia sampai Perancis bersorak menyambut kemenangan yang merupakan pukulan terhadap organisasi politik yang mapan.

"Dunia mereka telah hancur. Dunia kita sedang dibangun," tulis Florian Philippot, tokoh senior Front Nasional Perancis (FN), di Twitter.

Jean-Marie Le Pen, pendiri partai tersebut dan ayah dari pemimpin partai, Marine, mengatakan: "Hari ini Amerika Serikat, besok Perancis!"

Beatrix von Storch, wakil ketua partai anti-imigran Alternatif untuk Jerman (AfD), mengatakan: "Kemenangan Donald Trump adalah tanda bahwa warga-warga dunia Barat ingin perubahan jelas dalam kebijakan."

Selama kampanye pemilihan presiden AS, Trump memperlihatkan kekagumannya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, mempertanyakan prinsip-prinsip utama aliansi militer NATO dan menyarankan agar Jepang dan Korea Selatan seharusnya diperbolehkan mengembangkan senjata-senjata nuklir untuk mengatasi beban pertahanan mereka.

Ia telah bersumpah untuk mencabut perjanjian global mengenai perubahan iklim yang dibentuk negara-negara maju di Paris tahun lalu, dan menegosiasi ulang perjanjian antara Teheran dan Barat, yang melonggarkan sanksi-sanksi terhadap Republik Islamis itu untuk memungkinkan pengawasan program nuklirnya dengan lebih ketat.

Namun banyak pemerintah barat tidak yakin apakah Trump, seorang taipan real estat dan mantan bintang program televisi realitas yang tidak memiliki pengalaman pemerintahan, akan memenuhi janji-janji kampanyenya.

"Kami menyadari sekarang bahwa kami tidak punya ide apa yang akan dilakukan presiden Amerika ini jika suara kemarahan memasuki kantor presiden dan suara kemarahan menjadi pria paling berkuasa di dunia," ujar Norbert Roettgen, sekutu konservatif Merkel dan kepala komite parlemen untuk urusan luar negeri, kepada sebuah radio Jerman.

"Secara geopolitik, kita berada dalam situasi yang tidak pasti."

Sejarawan terkemuka Simon Schama menggambarkan kemenangan Trump dan kontrol Partai Republik di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai "prospek yang benar-benar mengerikan."

"NATO akan ada di bawah tekanan untuk bubar, Rusia akan membuat masalah, 20 juta orang akan kehilangan asuransi kesehatan, (kebijakan-kebijakan) perubahan iklim akan berbalik, regulasi bank akan dilikuidasi. Anda mau saya terus bicara?" ujarnya kepada BBC.

"Memang ini bukan Hitler. Ada banyak variasi fasisme. Saya tidak mengatakan ia seorang Nazi, meski para neo-Nazi sedang melakukan perayaan."​ [hd]