Ekonom: Pembangunan Infrastruktur Dorong Pertumbuhan Ekonomi

  • Fathiyah Wardah

Pembangunan konstruksi untuk Light Rail Transit (LRT) terlihat di sepanjang jalan toll Jakarta-Cikampek, Bekasi, Jawa Barat (foto: ilustrasi).

Ekonom Arief Budimanta mengklaim pembangunan infrastruktur telah memicu pertumbuhan ekonomi dan ikut mendorong masuknya modal asing ke Indonesia.

Ekonom Arief Budimanta mengatakan fokus pemerintahan Joko Widodo, sejak menjabat tahun 2014, untuk menggalakkan pembangunan infrastruktur, tampaknya mulai membuahkan hasil. Pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi-Kalla telah ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dan masuknya modal asing. Hal ini disampaikannya dalam forum diskusi yang dilangsungkan oleh tim pemenanganan pasangan calon presiden petahana Joko Widodo dan calon wakil presiden Ma'ruf Amin di Jakarta.

"Arus barang karena pembangunan infrastruktur yang semakin baik, itu juga secara mikronya berpengaruh terhadap inflasi yang kemudian semakin lama semakin rendah. Karena kemudian ongkos transportasinya secara nggak langsung menjadi lebih rendah," ungkap Arif.

Arif menjelaskan dunia saat ini dililit oleh tiga masalah utama, yaitu ketidakpastian, perang dagang, dan perang mata uang. Dari sisi nilai tukar mata uang, ujarnya, jika dibandingkan dengan India, Turki,

Argentina, atau Brazil, keadaan Indonesia lebih baik. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini antara 11-12 persen. Sementara depresiasi nilai rupee India terhadap dolar Amerika sudah 15 persen dan depresiasi nilai tukar lira Turki atas dolar Amerika sebesar lebih dari 60 persen.

Artinya, menurut Arif, pemerintah dan Bank Indonesia memiliki kombinasi kebijakan antara fiskal dan moneter yang dapat meredam imbas dari gejolak nilai tukar.

Sejauh ini menurutnya tingkat inflasi Indonesia selama empat tahun pemerintahan Joko Widodo yang terendah dibanding masa-masa sebelumnya, karena tim pemantau inflasi di daerah-daerah mampu memonitor sekaligus meredam gejolak harga.

Sementara itu politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy mengakui bahwa pada awal pemerintahan Joko Widodo, target pertumbuhan tampak tidak tercapai, karena menurutnya target yang ditetapkan terlalu optimistis. Tetapi setelah merevisi target pertumbuhan sesuai kondisi domestik Indonesia, kondisi makro sekarang hampir semuanya baik dan menjanjikan.

Lukman menyayangkan sikap tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang meragukan data-data Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya pernyataan semacam itu merupakan pembodohan masyarakat. Ia memberikan contoh paling signifikan yaitu turunnya angka pengangguran saat ini di kisaran 5,13%.

"Pertama dalam sejarah angka kemiskinan di Indonesia itu menembus satu digit yaitu 9,84 persen tahun 2018. Kalau sebelum-sebelumnya tahun 2014 (11.25 persen) turun menjadi 11,13 turun menjadi 10,4. Paling signifikan tahun 2018 tinggal 9,84 persen," tukas Lukman.

Ditambahkannya, pada masa pemerintahan Joko Widodo pula dibentuk skema dana desa yang bernilai 187 triliun rupiah, atau terbesar dalam sejarah Indonesia. Dari skema itu berhasil dibangun 123.125 kilometer jalan desa, 791 kilometer jembatan, dan unit-unit usaha di hampir semua desa di tanah air.

Lebih jauh politisi Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa mengatakan melihat perekonomian Indonesia tidak bisa hanya dari sudut pandang dalam negeri, tetapi juga dari luar sehingga dapat diketahui perkembangan yang telah dicapai. Menurutnya, untuk pertama kali sejak 2016 Indonesia memasukkan target pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN).

Your browser doesn’t support HTML5

Ekonom: Pembangunan Infrastruktur Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Sementara, anggota tim Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Faldo Maldini menilai fundamental ekonomi Indonesia saat ini sedang bermasalah

Beberapa masalah yang disorotnya adalah pertama, melemahnya nilai kurs rupiah yang dinilai berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok dan berkurangnya daya beli masyarakat kecil.

Kedua, melemahnya fundamental ekonomi yaitu defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan; dan ketiga menurunnya sektor manufaktur.

Masalah keempat yang disorotnya adalah kekeliruan orientasi dan strategi pembangunan ekonomi, yang membuat pemerintah, menurutnya, gagal mendayagunakan kekuatan ekonomi rakyat.

"Ekonomi faktornya tiga produksi, konsumsi dan distribusi. Jalan tol, infrastruktur itu adalah distribusinya. Masalahnya yang kita produksi itu tidak ada jadi kita mendistribusikan apa, ya udah akhirnya kita impor semua," pungkas Faldo. [fw/is]