Pemerintah Tiongkok mengatakan, konsumsi energi yang berkembang cepat di sana mendorong eksploitasi besar-besaran yang menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan.
"Sumber daya energi fosil telah dieksploitasi secara besar-besaran, dan menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan," demikian pernyataan White Paper atau panduan kebijakan pemerintah tentang Energi Tiongkok yang dirilis hari Rabu oleh kabinet negara itu.
Untuk menciptakan industri energi yang "aman, stabil dan bersih," menurut pernyataan pemerintah yang mengakhiri larangan pembangunan pembangkit listrik nuklir baru, mendorong lebih banyak investasi swasta pada sektor energi, dan mengembangkan lebih banyak lagi teknologi energi berkesinambungan.
Zhou Xizhou, yang memimpin tim Tiongkok untuk Cambridge Energy Research Associates, mengatakan kebijakan energi pemerintah Tiongkok menghadapi kendala utama. "Mereka harus menemukan pasokan yang cukup untuk memenuhi permintaan pada masa mendatang, karena cepatnya pertumbuhan permintaan," katanya. Ia mengatakan mengurangi ketergantungan besar Tiongkok pada batubara dan diversifikasi sumber daya energi akan menjadi tantangan besar.
Tiongkok, merupakan konsumen dan produsen energi terbesar sedunia, sebagian besar bergantung pada batubara yang mencemarkan, serta impor minyak untuk produksi energi.
Tetapi sebagai pusat manufaktur global, Tiongkok berusaha meningkatkan efisiensi energi dan mengembangkan kesinambungan, menambah sumber energi dalam negeri. Ini termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang mencakup 1,8 persen dari total produksi energi negara itu.
Dewan Negara Tiongkok pekan lalu memutuskan untuk melanjutkan pembangunan "sejumlah kecil" PLTN baru, yang ditunda setelah bencana Fukushima bulan Maret 2011.
Keputusan pekan lalu menunjukkan meskipun peduli dengan keselamatan, pemimpin di Beijing yakin pengembangan energi Tiongkok tidak dapat bertahan tanpa perkembangan energi nuklir.
Setelah menjadi pencemar emisi karbon dioksida terbesar sedunia, Tiongkok berkomitmen untuk mengurangi intensitas karbon sebesar 45 persen menjelang tahun 2020.
Meskipun batubara masih tetap menjadi sumber daya utama Beijing, panduan kebijakan pekan ini memperkirakan energi yang dihasilkan oleh sumber-sumber terbarukan lainnya, seperti angin, nuklir, dan matahari akan meningkat 30 persen dalam tiga tahun mendatang.
Untuk menciptakan industri energi yang "aman, stabil dan bersih," menurut pernyataan pemerintah yang mengakhiri larangan pembangunan pembangkit listrik nuklir baru, mendorong lebih banyak investasi swasta pada sektor energi, dan mengembangkan lebih banyak lagi teknologi energi berkesinambungan.
Zhou Xizhou, yang memimpin tim Tiongkok untuk Cambridge Energy Research Associates, mengatakan kebijakan energi pemerintah Tiongkok menghadapi kendala utama. "Mereka harus menemukan pasokan yang cukup untuk memenuhi permintaan pada masa mendatang, karena cepatnya pertumbuhan permintaan," katanya. Ia mengatakan mengurangi ketergantungan besar Tiongkok pada batubara dan diversifikasi sumber daya energi akan menjadi tantangan besar.
Tiongkok, merupakan konsumen dan produsen energi terbesar sedunia, sebagian besar bergantung pada batubara yang mencemarkan, serta impor minyak untuk produksi energi.
Tetapi sebagai pusat manufaktur global, Tiongkok berusaha meningkatkan efisiensi energi dan mengembangkan kesinambungan, menambah sumber energi dalam negeri. Ini termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang mencakup 1,8 persen dari total produksi energi negara itu.
Dewan Negara Tiongkok pekan lalu memutuskan untuk melanjutkan pembangunan "sejumlah kecil" PLTN baru, yang ditunda setelah bencana Fukushima bulan Maret 2011.
Keputusan pekan lalu menunjukkan meskipun peduli dengan keselamatan, pemimpin di Beijing yakin pengembangan energi Tiongkok tidak dapat bertahan tanpa perkembangan energi nuklir.
Setelah menjadi pencemar emisi karbon dioksida terbesar sedunia, Tiongkok berkomitmen untuk mengurangi intensitas karbon sebesar 45 persen menjelang tahun 2020.
Meskipun batubara masih tetap menjadi sumber daya utama Beijing, panduan kebijakan pekan ini memperkirakan energi yang dihasilkan oleh sumber-sumber terbarukan lainnya, seperti angin, nuklir, dan matahari akan meningkat 30 persen dalam tiga tahun mendatang.